Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Pesta Santo Tomas 3 Juli 2020
Gereja St Petrus Katedral Bandung
video : Pesta Santo Tomas 3 Juli 2020
Tidak Melihat Namun Percaya
Bacaan I Ef 2:19-22
Mazmur Tanggapan Mzm 117:1.2
Bacaan Injil Yoh 20:24-29
Saudara saudari yang terkasih,
kiranya wajar kalau kita mencari bukti
nyata dalam hidup sehari-hari. Ada keraguan, apalagi kalau pernah berhadapan dengan
orang yang berjanji tetapi tak mampu memberi bukti, atau orang yang berjanji
tetapi sengaja ingkar janji, atau malah ada orang yang berjanji dengan maksud
mengelabui. Hal ini juga dipengaruhi oleh pendidikan sejak kecil, di mana
pengetahuan ilmiah yang memberi bukti fisik yang bisa ditangkap oleh lima panca
indra dan masuk dalam tatanan rasional serta kalkulasi matematis selalu
diunggulkan, IPA, A1. Walau demikian ternyata tidak semua kenyataan dan
kebenaran bisa dibuktikan secara ilmiah dalam perspektif rasional, kita
membutuhkan wilayah lain, yang menggunakan perspektif spiritual.
Sebagai ilustrasi seorang anak ditunggui
ayahnya belajar, karena sering main game.
Selama ayahnya duduk sambil membaca, anaknya juga turut membaca di situ. Waktu
ayahnya pergi ke toilet, anak itu langsung mengambil gadgetnya dan main game sebentar,
karena tahu ayahnya tidak ada. Waktu
bunyi flash air toilet berbunyi,
anaknya segera mengambil buku lagi, ayahnya masuk dan ayahnya lihat, senyum,
senang, karena melihat anaknya sedang membaca buku. Orang melihat ada atau
tidak, kalau ada berarti ada, kalau tidak ada berarti tidak ada.
Pernah juga ada ilustrasi cerita seorang
guru bertanya kepada anak-anak,
“anak-anak ini apa?”
“Apel”, katanya di negara lain, lalu
guru berkata,
“apel sekarang, apel ada tidak?”
“Ada”.
“Apel ada, karena ada”.
Lalu dia tanya,
“Tuhan, mana Tuhan? Siapa yang percaya
pada Tuhan?”
Semua anak diam, satu orang tunjuk jari,
percaya kepada Tuhan.
Dia bilang,
“tunjukkan Tuhan di mana?”
“Ya… tidak bisa saya tunjukkan, tapi
saya percaya!”
“Kalau tidak ada - tidak ada, ada - ada.
Apel ada tidak?”
“Ada”.
“Maka tunjukkan Tuhan!”
Lalu anakk itu berkata,
“Ibu guru, tunjukkan otak ibu guru! Ada
di mana? Kalau tidak ada, berarti tidak ada otaknya, Bu!”
Saudara saudari yang terkasih,
Tomas yang jengkel karena tidak bertemu dengan
Yesus yang bangkit, seperti diceritakan oleh teman-temannya mempertanyakan
penglihatan mereka, mungkin ia berkata, “apakah bukan ilusi dan halusinasi, yang
engkau dan kalian lihat itu?” Dengan membela diri bahwa ia akan percaya, wajar,
kalau melihat dan menyentuh Yesus. Bisa jadi Tomas sebetulnya berpikir bahwa Yesus
sungguh bangkit, karena terjadi perubahan luar biasa dalam diri teman-temannya,
ada kasih, ada sukacita, damai sejahtera, buah-buah Roh, tiga buah Roh pertama.
Jadi Tomas juga sudah heran, “tidak mungkin terjadi perubahan besar dalam diri
teman-teman saya kalau tidak terjadi sesuatu”. Maka Tomas pun sebetulnya bisa
jadi berpikir, “rasa-rasanya Yesus sungguh bangkit, karena teman-teman saya
hebat”. Yesus datang kembali, padahal pintu yang bisa diraba dan dilihat
terkunci. Logika rasional runtuh, tak masuk akal, maka logika spiritual dan
masuk wilayah iman. Apalagi Yesus memberi damai sejahtera kepada Tomas yang
meragukanNya. Yesus tak menghakimi Tomas, Yesus tidak mengadili Tomas, “Tomas,
mengapa engkau tidak percaya, mengapa engkau ragu-ragu?” Tidak! Tetapi Yesus berbelas kasih membimbing Tomas,
“taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu. Ulurkanlah tanganmu dan
cucukkanlah ke dalam lambungKu. Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah!”
Mendengar itu Tomas langsung percaya, ini persis ciri Yesus dulu. Pasti ini sungguh
Yesus, bahkan dia bukan sekedar Tuhan Yesus yang bangkit, tetapi Allah sendiri.
Dan Tomas pun berseru, “ya Tuhanku dan Allahku!” Inilah pengakuan dan ajaran
iman yang menjadi seluruh tujuan Injil Yohanes dari awal sampai akhir, baru
kali ini Yesus dinyatakan sebagai Allahku. Putra Allah, pribadi yang kedua. Dari
mulut Tomas terungkap iman para rasul, iman gereja, wahyu ilahi bahwa Yesus
adalah Tuhan, manusia dan Allah, Anak Allah. Di atas Yesus inilah berdiri Gereja
sebagai batu penjurunya, di atas situ ada bangunan, ada para Rasul sebagai
fondasi lain. Yesuspun memberkati Tomas dan juga kita semua, bukan membuat
dikotomi, Tomas yang melihat tidak dikatakan bahagia, lalu yang tidak melihat
bahagia, tidak! Sebetulnya bukan dikotomi, Tomas pun diberkati dengan kata
lain, berbahagialah Tomas karena engkau melihat, engkau percaya, maka
berbahagialah semua yang melihat Yesus dan percaya. Lalu berbahagialah mereka yang
tidak melihat, kita semua, tidak melihat Yesus secara fisik dan percaya.
Saudara saudari yang terkasih,
ada orang yang tak percaya pada Tuhan
karena berpikir bahwa Kitab Suci dan ajaran agama tak masuk akal. Apalagi
melihat kelakuan orang yang beragama. Prinsipnya ada – tidak, lihat - tidak. Ada
juga orang yang pindah agama karena merasa agama lain lebih rasional atau
paling rasional. Bisa saja ada di antara kita juga yang sedang mengalami
keraguan, karena pengalaman tertentu yang dipengaruhi oleh penglihatan,
perabaan, apa yang ada - ada, yang tidak ada - tidak ada, padahal iman
mengatasi itu. Maka berkata, “apakah Tuhan sungguh ada? Apakah Yesus itu Tuhan
dan Allah? Karena tak mampu melihat bukti seperti yang diharapkan, doa
terkabul, terkabul atau tidak. Iman dalam logika spiritual berbeda dengan
pengetahuan dalam logika rasional. Iman dan rasio tidak bertentangan, tetapi berjalan
berdampingan. Iman mendorong orang untuk makin mencari tahu, apa dan bagaimana
realitas sebenarnya dan pengetahuan mendorong kita untuk makin mengimani mengapa
saya berada dalam realitas tertentu, mengapa saya hidup begini, apa tujuan dan
makna hidup saya? Pandemi covid19 bisa
dijelaskan secara ilmiah, apa dan bagaimana, tetapi maknanya, “mengapa saya
sekarang berada di keadaan seperti ini? Mengapa saya kok menerima akibatnya?” Hanya
bisa dipahami secara imaniah, “Tuhan mau berbicara apa pada saya, pada
keluarga, pada Gereja, pada Negara dan pada dunia ini?” Kiranya pengalaman pandemi
ini bisa mengantar kita pada pengakuan iman seperti Tomas, “ya Tuhanku dan Allahku”.
Marilah, bukan berhenti pada pengakuan iman saja, tetapi lalu apa yang harus
kita lakukan.
No comments:
Post a Comment