Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Jumat Pekan Biasa XII 26 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
Bacaan I 2 Raj 25:1-12
Mazmur Tanggapan Mzm 137:1-2.3.4-5.6
Bacaan Injil Mat 8:1-4
Saudara saudari yang terkasih,
pandemi covid19 bisa membuat orang ‘sekarat’, mati selagi masih hidup,
karena berbagai kesulitan yang tak terduga. Keadaan ini diperparah oleh
keputusasaan dan sikap apriori bahwa semuanya tak mungkin diperbaiki. Orang
sakit merasa percuma untuk berobat, orang bersalah merasa sia-sia untuk berubah,
dan orang gagal merasa untuk apa lagi berusaha. Injil hari ini mengajak kita untuk
tidak putus asa, mukjizat Yesus menyembuhkan orang kusta, penyakit yang pada
jaman itu diyakini hanya bisa disembuhkan Allah, menyatakan harapan bagi setiap
orang yang merasa tak berdaya dan seakan menemui jalan buntu. Ada kesempatan menjadi
baik bagi mereka yang mau sembuh dan pulih, asalkan mereka mau datang kepada
Yesus.
Pernah seorang Bapak yang diberi Sakramen
Perminyakan tanpa harapan sembuh, tiba-tiba pulih. Waktu pulih ia berkata, “saya
bisa sembuh karena begitu semangat untuk sembuh, karena mencintai anak dan istri”.
Dan dibalik itu, istri dan anak-anaknya sungguh berdoa, berharap penuh pada Tuhan,
merayakan Ekaristi dan minta intensi Ekaristi. Ada mukjizat, suatu keadaan
putus asa menumbuhkan harapan di hadapan Tuhan.
Saudara saudari yang terkasih,
seorang kusta datang kepada Yesus untuk
disembuhkan. Ini bukanlah hanya keinginan sembuh yang bersifat individual, tetapi
juga kemauan kuat untuk tidak menjadi gangguan sosial bagi sesama dan agar
tidak mengalami keterasingan spiritual dengan cara berdamai dengan Allah. Penyakit
kusta menyebabkan orang tidak aman dan tidak nyaman apalagi mengalami damai
sejahtera. Jika orang bertemu dengan penderita kusta, ia menghindar supaya
tidak menjadi najis dan lari takut tertular. Maka ia harus membunyikan lonceng
dan berkata “najis – najis”, dengan kata lain, “terkutuk, terkutuk, terkutuklah
saya”. Ada rupa yang buruk, ada bau yang tidak enak dan ada situasi yang meresahkan.
Penyakit kusta bukan hanya menyebabkan penderita menjadi orang asing dan
terbuang, disuruh tinggal di tempat tersendiri, tetapi juga membuat masyarakat
tercemar dan kehidupan sosial terganggu, serta membuat diri tersingkir dari rumah
ibadat, tempat kudus, sumber rahmat. Artinya orang itu sudah dianggap mati,
tidak ada lagi. Orang kusta bukan hanya kehilangan martabatnya sebagai manusia,
tetapi juga kehormatannya sebagai warga masyarakat dan kesuciannya sebagai umat
Allah. Orang ini sudah tidak ada lagi. Tidak tercatat lagi dalam kehidupan. Dengan
datang dan memohon kepada Yesus, “Tuhan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan
aku”. Si kusta yakin, bahwa jalan buntu ini, keputusasaan kematian ini bisa
dipulihkan kalau datang kepada Yesus, “Tuhan, jika Tuhan mau, Tuhan dapat
mentahirkan aku”. Si kusta peduli pada keselamatan dirinya lahir dan batin serta
pada kesejahteraan bersama. Inilah gerak pertobatan, metanoia, menuju pembaharuan hidup, transformasi. Tanpa menunda, Yesus
menyembuhkannya, “Aku mau, jadilah engkau tahir”. Ia sembuh, terjadi pemulihan
kesehatan personal, sosial dan spiritual sekaligus. Kini ia bisa bergaul dengan
orang lain dengan aman dan nyaman serta bisa pergi dengan penuh syukur menghadap
Imam di rumah ibadat.
Saudara saudari yang terkasih,
masing-masing dari kita mempunyai
kesulitan dan kesusahan sendiri. Apakah mau berdiam diri saja atau berusaha
mencari pemulihan? Datang kepada Tuhan! Pada Hari Orang Sakit Sedunia, 11
Februari 2012, Sri Paus Benediktus mengajak kita untuk mengubah masa
penderitaan, kesulitan, menjadi masa rahmat, masa pemulihan. Saya kutip, “seringkali
dalam penderitaan orang digoda untuk menjadi putus asa dan kehilangan harapan, tetapi
dengan menyadari penyertaan Tuhan, masa ini bisa diubah menjadi masa rahmat untuk mawas
diri, untuk mengevaluasi kembali hidup seseorang, mengakui kegagalan dan
kesalahan, membangkitkan kerinduan akan Bapa dan mengikuti jalan menuju
rumahNya.
mari kita buang apriori bahwa penyakit
dan penderitaan dari Tuhan. Mari kita membuka diri dengan penuh iman dan
harapan, berseru kepada Tuhan, “Tuhan, jika Engkau mau, Engkau dapat memulihkan
aku”. Dan kita berharap Tuhan menjawab, “Aku mau, pulihlah! Aku mau, sembuhlah!”
No comments:
Post a Comment