Sunday, June 28, 2020

27 Juni 2020 Sabtu Pekan Biasa XII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Sabtu Pekan Biasa XII 27 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Rat 2:2.10-14.18-19
Mazmur Tanggapan Mzm 74:1-2.3-5a.5b-7.20-21
Bacaan Injil Mat 8:5-17

Saudara saudari yang terkasih,
kita sering mendengar kesaksian orang yang mengalami mukjizat kesembuhan dan kepulihan dari sesuatu masalah yang parah yang tak mungkin ada jalan keluarnya menurut ukuran manusia. Bisa jadi kita bertanya, apa rahasia rahmat istimewa itu? Mengapa ia/ mereka mendapat mukjizat besar? Mengapa saya tak mendapat mukjizat dan rahmat khusus tersebut, padahal saya sudah mohon tanpa henti? Kehendak Allah lain dari keinginan manusia. Allah tahu dan memberikan yang terbaik bagi manusia, bukan semata karena jasa dan doa manusia. Meski demikian, doa, cinta kita sebagai wujud iman sangat berkenan kepada Allah, hingga Ia mengabulkan harapan kita. Kita diajak beriman seperti Perwira Roma yang percaya akan kuasa Allah dalam diri Yesus.

Saudara saudari yang terkasih,
pernah ada orang memberi kesaksian, sebelum dioperasi, seorang Ibu diperiksa ulang oleh dokter setelah didoakan, hasilnya mengagetkan, sembuh! Tak perlu operasi. Seorang bayi mengalami kelainan jantung, tak ada cara lain kecuali operasi. Orangtuanya ikut perayaan Ekaristi dan berdoa dalam perayaan Ekaristi, mohon kesembuhan untuk anaknya. Sembuh! Secara ajaib masalah jantung selesai. Seorang yang punya masalah ekonomi, berdoa dalam perayaan Ekaristi, juga dalam live streaming ini kesaksiannya, meminta kepada Tuhan saat hosti diangkat, ada jalan keluar. Orangtua yang ada konflik dengan anak-anaknya lama, didoakan dalam perayaan Ekaristi, secara tiba-tiba terjadi kerukunan yang luar biasa. Kita ingat pernah ada ilustrasi seorang Opa yang merasa bahwa setiap hari adalah mukjizat. Karena ternyata setiap hari hidup, bernafas. Setelah bangun kok masih hidup, sementara banyak orang yang seumurnya, tidur tidak bangun lagi. Yang baginya kehidupan itu adalah mukjizat. Jadi mukjizat tidak harus selalu besar, tapi harian kita alami. Maka kalau demikian, setiap orang pernah mengalami mukjizat, tetapi apakah kita menyadari bahwa itu adalah mukjizat? Mukjizat adalah sesuatu yang bukan karena usaha  dan jasa kita, ternyata kita mendapatkannya, sesuatu keajaiban.

Saudara saudari yang terkasih,
Yesus berhadapan dengan seorang Perwira Roma yang percaya akan kekuasaanNya yang mampu menyembuhkan. Perwira ini adalah orang terhormat, pejabat tinggi, disegani dan mungkin juga ditakuti, tapi ia tetaplah seorang asing yang tidak tahu menahu tentang Allah, tidak diperhitungkan sebagai orang yang berhak mendapat berkat Allah, sebagai outsider, orang dari lingkungan luar, tetapi ternyata mampu melihat kehadiran Yang Maha Kuasa, Allah di dalam diri Yesus. Keyakinan ini menjadi iman, hingga Yesus tergerak untuk menyembuhkan.
Iman adalah kerendahan hati, keluar dari diri sendiri, bukan memikirkan diri sendiri, tetapi tertuju kepada Allah dan juga iman keluar dari diri sendiri, memikirkan orang lain.
Maka ia berdoa meminta bukan untuk dirinya sendiri, tetapi hambanya. Siapakah hambanya? Hamba dibandingkan dengan Centurion, orang yang tidak … njomplang, tetapi orang yang hina, orang yang membutuhkan belas kasih. Ia mengarahkan kepada orang itu. Iman, kerendahan hati, keterbukaan, keluar dari diri sendiri, yaitu pengakuan diri tak pantas di hadapan Tuhan tetapi rindu dan butuh berkat Allah serta kepercayaan penuh kepada kuasa Allah dan kehendak Allah yang dirumuskan dengan kata-kata luar biasa, yang kini menjadi doa sebelum komuni : “Tuhan aku tidak layak menerima Tuhan dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku akan sembuh”. Luar biasa! Bersabdalah saja mengingatkan Kitab Kejadian, Allah bersabda maka jadilah, pengakuan yang luar biasa. Perwira itu begitu yakin akan kesembuhan hambanya jika Yesus mau. Sebagaimana pengalaman ia, yang punya kuasa pada bawahan, lakukan - lakukan, tidak – tidak, melakukan, maka Yesus pun dengan kuasaNya terhadap penyakit, terhadap malapetaka, bisa melakukannya. Perwira itu begitu yakin akan kesembuhan hambanya jika kuasa Yesus dilaksanakan. KuasaNya melampaui ruang dan waktu. Berbeda dengan tabib yang membutuhkan datang pada waktu tertentu melakukan upacara. Tak dibatasi oleh tempat dan saat tertentu, bandingkan dukun yang membutuhkan upacara-upacara tertentu, gerakan-gerakan tertentu, Yesus tidak. Dan belas kasihNya mengatasi sentuhan dan kehadiran fisik yang menggambarkan hanya Allah yang mempunyai kuasa seperti itu. Tidak berbuat apa-apa, tidak melakukan tindakan apa-apa, hanya bersabda saja. Bukankah ini iman yang mewartakan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia, yang menjadi isi iman kita. Bangsa Israel dikunjungi dan diberitahu oleh nabi berkali-kali tetapi tidak menangkap siapakah Yesus ini. Perwira Roma mampu menangkap siapakah Yesus yang sebenarnya. Bagi Perwira itu kesembuhan hambanya bukan hak karena jasa dan cintanya, tetapi anugerah dan belas kasih Allah. Maka ia tidak menuntut Yesus menyembuhkan, tetapi sangat memohon dengan penuh harapan. Kesembuhan hambanya tergantung dari belas kasih Allah. Yesus heran, “sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel. Iman yang mengakui Yesus sebagai Allah, Putra Allah, kehadiran Allah Yang Maha Kuasa.

Saudara saudari yang terkasih,
Yesus yang sama hadir secara sakramental dalam perayaan Ekaristi yang adalah karya penebusan. Sebelum menyambut komuni kita mengulangi doa penuh iman Perwira tersebut dengan gubahan, “ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh”. Itulah daya Ekaristi sebagai penyembuh, baik secara rohani maupun secara badani. Dalam komuni kita akan ambil bagian dalam kehidupan Ilahi, maka kita berkata, kita tak pantas, tetapi Allah telah membuat pantas. Seperti kata Paulus dalam Kolese 1:12, mengucap syukur dengan sukacita kepada Allah yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian, dalam apa yang ditentukan oleh orang-orang kudus dalam Kerajaan Terang. Karena anugerah itu kita berharap, bersabdalah saja yang menunjukkan kuasa Allah Bapa dalam sabda PutraNya. Dalam iman seperti itu kita berharap, “maka saya akan sembuh”, baik secara badani maupun pulih secara rohani. Kita mohon belas kasih Tuhan, pasrah tanpa mengatur, tanpa mendikte Allah, karena yakin apa yang dikehendaki Allah adalah yang terbaik bagi kita. Kita berharap seperti Perwira itu, Yesus menjawab, “pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya!”

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...