Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Pesta Santo Matias Rasul 14 Mei
2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
Bacaan I Kis 1:15-17.20-26
Mazmur Tanggapan Mzm 113:1-2.3-4.5-6.7-8
Bacaan Injil Yoh 15:9-17
Saudara saudari yang terkasih,
setiap kelompok mempunyai ciri khas
masing-masing yang tampak dalam diri para anggotanya. Ada ciri yang mutlak,
primer, ada pula ciri tambahan, sekunder. Demikianlah murid-murid Yesus pun
memiliki ciri khas yang menunjukkan bahwa merekalah pengikut Tuhan. Ciri
mutlaknya adalah hidup, yaitu perkataan, perbuatan dan kasih yang menghadirkan Allah
di manapun dan kapan pun, serta dengan siapa dan kepada siapapun.
Saya pernah membaca satu anekdot :
pramugari penerbangan internasional
konon mengenal asal negara para penumpangnya dari kebiasaan mereka setelah
makan. Kalau mereka menaruh garpu dan sendok disilangkan di atas piring berarti
orang Amerika, kalau disejajarkan di atas piring berarti orang Eropa, kalau
disejajarkan di luar piring berarti orang Jepang, kalau tidak ada di mana-mana
alias lenyap berarti orang Indonesia.
Setahu saya dari dulu bangsa Indonesia cara
dan karakternya itu adalah gotong royong yang muncul pada masa-masa ini, lebih
kentara dan lebih kelihatan.
Saudara saudari yang terkasih,
Yesus memberikan wasiat tentang cara dan
ciri hidup yang mutlak dilaksanakan, sebagai tuntutan pada para murid, kalau
mau menjadi murid dan dikenal sebagai murid-muridNya. Para murid mengetahui dua
perintah utama dalam Kitab Suci. Perintah pertama: kasihilah Tuhan Allahmu
dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Perintah
kedua: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Perintah pertama berbicara
tentang cinta spiritual pada Allah. Perintah kedua tentang cinta sosial pada
sesama dan cinta individual pada diri sendiri. Cinta pada Allah dan pada sesama
diperintahkan, sedangkan cinta pada diri sendiri diandaikan. Pada Perjamuan Malam
Terakhir, Yesus memberi perintah ketiga: “Aku memberikan perintah baru kepadamu
yaitu supaya kamu saling mengasihi sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian
pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa
kamu adalah murid-muridKu yaitu jikalau kamu saling mengasihi. Perintah ketiga
yang berbicara tentang cinta eklesial yaitu cinta timbal balik yang menjadi
ciri khas murid-murid Tuhan secara mutlak, diulang dalam Injil hari ini Yohanes
15 ayat 12 dan 17 dua kali. Tampak tanpa ciri khas saling mengasihi ini, tanpa karakter
cinta yang berefek menghadirkan Allah yang adalah kasih, seseorang tak layak
disebut murid Tuhan. Sekelompok orang yang mengakui Yesus baru layak disebut
komunitas murid Yesus kalau hidup saling mengasihi.
Saudara saudari yang terkasih,
apakah gereja saat ini mencerminkan komunitas
murid yang saling mengasihi? Kalau kita masih memikirkan diri sendiri, kelompok
kita sendiri, paroki, keuskupan masing-masing, apakah layak disebut komunitas?
Jangan-jangan kelompok kita masih merupakan suatu gerombolan atau geng yang memikirkan
diri sendiri. Kamu-kamu, saya-saya, orang bilang lu- lu, gua-gua, urusanmu-urusanmu,
urusanku dan urusanku. Saling mengasihi satu sama lain yang lahir dari
pengalaman dikasihi Yesus menjadi karakter utama dalam gereja. Saling mengasihi
menjadi budaya gereja, menjadi nilai bersama, menjadi karakter utama komunitas murid-murid
Yesus.
Marilah kita tunjukkan saat ini bahwa
gereja adalah komuinitas murid Yesus yang saling mengasihi dengan saling peduli.
Kalau kita tak bisa saling mengasihi dalam komunitas internal gereja, bagaimana
mungkin kita bisa peduli dengan tulus hati pada sesama sebangsa seperti yang
dianjurkan dimana-mana untuk saling menjaga tetangga.
Mari kita peduli satu sama lain, tanpa berbicara
soal agama, tapi menekankan kemanusiaan dan kesatuan bangsa Indonesia, sebagai
buah pengalaman saling mengasihi satu sama lain.
No comments:
Post a Comment