Friday, May 15, 2020

15 Mei 2020 Jumat Paskah V


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Jumat Paskah V 15 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 15: 22-31
Mazmur Tanggapan Mzm 57:8-9.10-12
Bacaan Injil Yoh 15:12-17

Saudara saudari yang terkasih,
kalau ada tokoh idola tertentu yang sedang melejit tak jarang muncul kelompok orang yang menyatakan diri sebagai fans, pengikut setia dan pendukung fanatik. Bahkan kadang disertai dengan aksesori di tangan, di badan, pakaian, di kepala, ikat kepala bertuliskan sahabat-sahabat tokoh tersebut. Apakah yang diidolakan mau mempunyai sahabat-sahabat seperti mereka? Tergantung sejauh mana mereka ini melaksanakan apa yang menjadi keprihatinan dan keinginan tokoh idola tersebut.
Yesus memberikan kriteria siapa yang layak disebut sahabatNya. Yaitu mereka yang melaksanakan perintahNya, saling mengasihi satu sama lain. Itulah ciri dan cara hidup para sahabat Yesus yang harus terlihat kontras di dalam hidup sehari-hari.

Saya mengembangkan anekdot kemarin dan menambahkannya.
Karena kebiasaan, pramugari tahu ciri dan cara orang Indonesia setelah makan, walaupun keliru dan tidak semua orang demikian. Pada suatu saat seorang pramugari bingung, karena ada sekelompok, sebaris orang berbahasa Indonesia, tapi setelah makan tertata rapi. Lalu ia bertanya,
“bisa bahasa Indonesia?”
“Ya, kami memang orang Indonesia. Lho kenapa?”
“Ya, setelah makan tertata rapi, ada dan lengkap semuanya, sendok dan garpu utuh”.
“Lho kenapa? Kami memang sejak kecil diajari budi pekerti dan agama”.
“Oo...”
Maka pada penerbangan lain … terputus hampir 2 menit

Sahabat adalah yang mempunyai hubungan dekat dengan Yesus. Hingga diberitahu segala sesuatu yang Ia dengar dari Bapa yaitu rahasia kehidupan dan misteri iman.

Saudara saudari yang terkasih,
kita turut bangga saat ada orang Katolik dipercaya suatu institusi, organisasi atau korporasi tertentu karena kejujuran, kegigihan dan tanggungjawab yang lahir dari kehendak saling mengasihi. Kita tentu kecewa, saat ada yang bernama Katolik tetapi tak menghidupi ciri dan cara sahabat Yesus hidup. Apakah kita layak disebut sahabat Yesus dengan nama baptis yang jelas? Ataukah kita malu dengan nama Katolik karena takut malu-maluin Yesus karena memang tak ada bau-baunya Yesus? Jangan mengaku sahabat Yesus kalau tidak mempunyai ciri dan cara hidup saling mengasihi. Malulah mengaku diri sebagai sahabat Yesus jika ternyata identitas dan habitus saling mengasihi tidak kentara. Saling mengasihi karena dikasihi Allah harus dimulai dari keluarga, gereja, menyebar ke tempat karya dan kerja sampai pada umat dan masyarakat yang tanpaNya sulitlah kita sampai pada iman mengasihi Allah dan komitmen saling mengasihi satu sama lain. Doa ‘Jadikanlah Aku Pembawa Damai’ dari Santo Fransiskus Asisi kiranya adalah permohonan bagaimana menghidupi identitas dan habitus sahabat Yesus. Doanya demikian:
Tuhan jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan jadikanlah aku pembawa pengampun.
Bila terjadi perselisihan jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kebimbangan jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Tuhan, semoga aku ingin menghibur, daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai.
Sebab dengan memberi aku menerima, dengan mengampuni aku diampuni, dengan mati suci aku bangkit lagi untuk hidup selama-lamanya.

Itulah identitas dan habitus murid-murid atau sahabat-sahabat Yesus. Semoga doa ini menjadi kenyataan dalam hidup kita, sebagai ungkapan saling mengasihi satu sama lain.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...