Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Harian Rabu Paskah V 13 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
video : Rabu Paskah V 13 Mei 2020
Bacaan I Kis 15:1-6
Mzmur Tanggapan Mzm 122:1-2.3-4a.4b-5
Bacaan Injil Yoh 15:1-8
Saudara saudari yang terkasih,
kita tak asing dengan slogan stay connected, tetap terhubung, yang
digunakan berbagai iklan teknologi komunikasi, smart phone, HP atau
provider internet. Di balik ajakan itu ada kerinduan untuk tetap terhubungkan
dengan sahabat, kerabat dan rekan sejawat.
Koneksi ini dianggap mutlak, yang
tanpanya relasi bisa longgar, kerja bisa terlantar dan usaha bisa ambyar. Tiadanya
sinyal di handphone membuat kita
kecewa, gelisah dan panik, karena sinyal adalah syarat untuk koneksi. Maka
kemanapun kita pergi, ke tempat baru dibuka handphone
dan kita melihat ada sinyal, kalau belum, kita mengharap-harap ada sinyal. Ternyata
sinyal ada, tapi kuota habis. Sinyal tidak cukup, harus ada kuota. Bagaimana dengan
kehidupan rohani kita? Apakah kita stay
connected with Jesus? Tetap terhubung dengan Yesus? Bagaimana rasanya kalau
kita tidak terhubung dengan Yesus? Apakah sinyal ada, sinyal rohani, kuota sakramental
cukup?
Ada ilustrasi, seorang guru yang sedang menjelaskan
gunung berapi, tiba-tiba terdiam melihat satu siswa yang sedang melamun, senyum-senyum
sendiri padahal pelajarannya serius, pelajaran geologi. Lalu untuk memecahkan
dari melamun, maka guru bertanya, “bagaimana caranya agar kita tahu bahwa
gunung itu masih aktif atau tidak?” Anak itu tidak sadar, dipanggil namanya jadi
kaget, “ayo jawab! Bagaimana caranya untuk mengecek aktif atau tidak?” Karena
kaget dia langsung menjawab “di missed
call saja bu!” Gurunya membentak, “kamu ada di kelas tetapi pikiranmu ada di mana-mana!”
Saudara saudari yang terkasih,
inilah yang menjadi keprihatinan Yesus,
murid-muridNya ada bersama dengan Yesus, tetapi tak jarang mereka itu tak
terhubung dengan Yesus. Apalagi tinggal bersama dengan Yesus. Hati dan budi
mereka melayang kesana kemari dan membayangkan keinginannya masing-masing, memikirkan
kepeduliannya masing-masing. Hingga energinya pun tersedot pada diri sendiri
dan tersebar ke mana-mana, tidak terkonsentrasi pada Yesus yang ada di hadapan
mereka, bersama dengan mereka. Mereka mempunyai pikiran dan maunya sendiri, tak
memahami betul apa yang dikehendaki Yesus. Ada kotoran, ada benalu yang harus
dibersihkan oleh Firman. Ada bagian kering yang harus dibuang dari cabang-cabangnya
agar dapat berbuah berlimpah, sesuai dengan kehendak pokok anggur yaitu Yesus.
FirmanNya membersihkan dan memotong ranting-ranting yang tidak sesuai dengan
maksud dan tujuan Allah yang menanam pohon anggur tersebut. Dengan Sabda “Akulah
pokok anggur yang benar”, kalau kita ingat dalam Perjanjian Lama, Israel disebut
dengan pokok anggur, pohon anggur, tetapi pohon anggur tidak berbuah karena tidak
hidup sesuai dengan kehendak Allah. Dan Yesus mengatakan, “Ini adalah pokok
anggur yang benar, pohon anggur yang hidup sesuai dengan kehendak Allah”. Dengan
‘Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya’, Yesus menuntut para muridnya
untuk stay connected, tetap terhubung
agar rahmat Ilahi tersalur melalui Yesus kepada mereka. Tanpa terhubung dan
diam dalam Tuhan, sehebat-hebatnya usaha manusiawi, seluas-luasnya pengalaman,
mereka tak akan berhasil. Yesus menuntut persatuan antara diriNya dengan para
murid sebagai syarat mutlak menjadi murid yang menghasilkan buah-buah berlimpah.
Di situ disebutkan sebetulnya buah-buah, jamak, yaitu buah-buah Roh: kasih,
damai sejahtera, sukacita, kebenaran, kebaikan, kesetiaan, kemurahan, kelemah
lembutan dan penguasaan diri. Maka orang yang terkoneksi dengan Yesus, mereka
akan menghasilkan buah-buah roh seperti tadi. Persatuan itu bagaikan pokok
anggur dengan rantingnya, ranting tak dapat hidup dan menghasilkan buah-buah tersebut
jika terlepas dari pohonnya. Demikianlah para murid tidak mungkin menjadi murid
sejati tanpa tinggal bersama dengan Yesus.
Saudara saudari yang terkasih,
tanpa sinyal rohani yaitu hidup doa, devosi,
membaca Kitab Suci serta tanpa kuota ‘sakramental’ yaitu ikut sakramen Ekaristi
dan Rekonsiliasi serta perayaan sakramen lainnya, walau kita punya simcard Katolik, tak mungkin kita tetap terkoneksi dengan Yesus. Tanpa
terkoneksi dengan Yesus, tak mungkin kita mendapat buah damai sejahtera dan
lain-lain. Tanpa menghasilkan buah-buah kehidupan yang memuliakan Allah, sefanatik
apapun mengagumi Yesus, setulus apapun mengakui Yesus sebagai Tuhan, tak dapat
disebut murid yang sejati. Ia adalah hanya pendengar atau paling tidak seorang
simpatisan.
Mari kita terhubung dengan Yesus, kita
tetap terhubung denganNya. Periksalah dan usahakanlah agar sinyal rohani dan
kuota sakramental selalu memadai.
No comments:
Post a Comment