Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Sabtu Paskah V 16 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
video : Sabtu Paskah V 16 Mei 2020
Bacaan I Kis 16:1-10
Mazmur Tanggapan Mzm 100:1-2.3.5
Bacaan Injil Yoh 15:18-21
Saudara saudari yang terkasih,
tidak semua perkataan dan perbuatan kita
bisa menyenangkan dan memuaskan semua orang. Kadang ada yang kecewa dengan apa
yang kita lakukan, walau kita telah berusaha sebaik mungkin. Padahal mungkin
ada juga banyak yang merasa puas. Mengetahui ada yang tak puas, kita bisa
terpengaruh, kebahagiaan bisa runtuh. Kenyataan objektif bukanlah pengalaman
emosional yang bisa berbeda-beda tergantung situasi. Maka baiklah kita jujur
pada diri sendiri dan Tuhan, apakah yang kita katakan dan kita lakukan itu
sudah baik dan benar? Kalau memang kita berbuat baik dan benar untuk mengikuti
Yesus, untuk setia kepadaNya, mengapa semangat harus kendur dan mengapa kita
harus mundur? Bukankah Kristus yang kita ikuti telah mengalaminya, dan
menunjukkan jalan keselamatan kepada kita?
Ada seorang anak yang alim, rajin, jujur,
tak disukai oleh teman-temannya yang biasa menyontek. Anak ini dianggap aneh, sementara
yang menyontek dianggap normal. Pada suatu hari ia dipanggil ibunya, karena
ibunya kaget menerima panggilan dari sekolah. Ia heran, anaknya baik kok
dipanggil. Kenapa? Anaknya ditanya,
“Nak, kenapa? Kok ibu dipanggil?”
Anaknya minta maaf dan menangis, ia
berkata,
“saya menyontek”.
“Lho, mengapa menyontek?”
Ibunya tahu anaknya pintar, anaknya
rajin, anaknya berprestasi, kok menyontek? Ia berkata, “kalau saya tidak
nyontek, saya tidak diajak main oleh teman-teman”.
Apakah anak yang baik dan benar bisa
bertahan? Dan bagaimana kalau bukan hanya teman-teman, bisa jadi guru pun terpengaruh
omongan murid-murid yang lain.
Di situlah pernyataan Yesus yang
meneguhkan para murid hari ini. Berbuat baik dan benar tidak mudah, bisa jadi
disingkirkan dan tidak disukai. Bukan oleh orang lain, bahkan oleh teman-teman
dan saudara sendiri. Yesus meminta para murid untuk tidak hidup rata-rata seperti
kebanyakan orang, tetapi hidup menonjol, outstanding,
terlihat kontras, berbeda dengan yang lain. Bukan karena ingin sekedar berbeda
dan lain dengan orang lain atau ingin mendapat perhatian, tetapi karena mau
setia kepada dorongan Allah, mendengarkan bisikan Roh Kudus dan jeritan hati
nurani. Resikonya adalah tidak disukai, bahkan dibenci oleh dunia, yaitu
lingkungan sekular yang mengandalkan kehebatan manusiawi, kenikmatan badani, relasi
sosial serta kepuasan insani.
Yesus meneguhkan bahwa hal ini adalah
bagian dari perjalanan bukan tujuan mengikutiNya, Tujuannya adalah kebahagiaan,
sukacita karena diselamatkan. Kalau karena kesetiaan guna mencapai keselamatan
orang harus melalui kesulitan, hingga mungkin dibenci oleh dunia, Yesus berkata
Ia telah mengalaminya sendiri. Masakan kita, murid-muridNya mau lari atau bahkan
bunuh diri dari perbuatan baik dan benar, mengorbankan diri dari perbuatan baik
dan benar, lalu mengikuti orang-orang yang rata-rata menghendakinya. Jalan
hidup kontras itu diperlihatkan para rasul dengan hidup mengikuti Roh Kudus. Paulus
memiliki rencana pastoral yang matang, tetapi kunjungannya ia rubah setelah
mendengar panggilan Roh Kudus melalui penglihatan. Dalam rencananya, tidak ada
rencana pergi ke Makedonia, tetapi tiba-tiba ia pergi ke Makedonia, padahal tak
ada dalam pikirannya. Ia pergi ke sana karena Roh Kudus. Resiko apapun Paulus
jalani, asalkan ia hidup dan berkarya sesuai dengan gerakan Roh Kudus. Inilah
cara kontras mengikuti Yesus.
Saudara saudari yang terkasih,
tujuan mengikuti Yesus bukan untuk
menderita. Tujuan mengikuti Yesus adalah untuk bahagia dan sukacita. Kita
bahagia kalau dalam hidup dan karya yang baik dan benar didukung dan dijunjung
oleh banyak orang. Tetapi apakah kita masih merasa bahagia jika untuk menghidupi
kebaikan dan kebenaran, kita tidak disukai bahkan mungkin dibenci oleh orang? Yang
jelas kita akan tetap bersukacita karena dicintai oleh Yesus, karena kita setia
kepadaNya.
Orang yang setia kepada Tuhan pertama-tama
akan mengalami sukacita. Sukacita itu dari dalam, hasil perjumpaan dan kebersamaan dengan Tuhan yang tidak
dapat direbut oleh apapun, tidak terpengaruh oleh apapun. Kebahagiaan bersifat eksternal,
ditentukan oleh unsur-unsur luar, kalau unsur-unsur luar itu hilang,
kebahagiaan pun bisa luntur. Tapi sukacita ada dari dalam, karena anugerah Tuhan
dan kebersamaan dengan Tuhan. Jika kebahagiaan luntur karena ada sesuatu yang
tak dikehendaki, sukacita tidak akan lebur bahkan mungkin makin penuh, karena
mengalami hidup dalam iman dan setia pada komitmen mengikuti Yesus. Bahagia
bisa berubah seketika, tapi sukacita karena persahabatan dengan Yesus dan
persembahan hidup mengikuti Yesus, tidak akan hilang. Kita ikut Yesus untuk
bahagia dan mengalami sukacita. Maria yang sedih, hilang kebahagiaannya karena
kehilangan Yesus di salib, tak hilang sukacitanya, malah makin penuh karena
melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki dan apa yang ia serahkan kepada Tuhan, “jadilah
padaku menurut perkataanMu”.
No comments:
Post a Comment