Thursday, June 18, 2020

18 Juni 2020 Kamis Pekan Biasa XI


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Kamis Pekan Biasa XI 18 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Sir 48:1-14
Mazmur Tanggapan Mzm 97:1-2.3-4.5-6.7
Bacaan Injil Mat 6:7-15

Saudara saudari yang terkasih,
jika relasi dengan Allah beres, relasi dengan sesama, diri dan alam bisa dijamin, karena relasi dengan Allah adalah dasar dari relasi dengan yang lain. Komunikasi dengan Allah lewat doa menjadi tanda kelihatan dari relasi dengan Allah. Bagaimana orang berkata, “saya dekat dengan Tuhan” kalau ia tidak pernah kelihatan atau tidak punya waktu untuk berdoa. Yesus mengajar doa Bapa Kami yang menjadi model doa Kristiani. Pernah pada suatu konferensi lebih dari 30 tahun yang lalu, seorang pimpinan Universitas terkenal di Amerika berkata, sehari sebelumnya ia berbicara dengan Wakil Presiden, dua jam kemudian ia berbicara dengan Presiden Ronald Reagan, pendengar berdecak kagum karena dalam sehari ia bisa bertemu atau berbicara dengan dua orang pertama di Amerika. Menyaksikan reaksi itu, orang tersebut tersenyum seraya berkata, “pengalaman tersebut tidaklah berarti, jika dibandingkan pengalaman hari ini, pagi ini, saya berbicara dengan Tuhan dalam doa”. Seorang pejabat tinggi ternyata masih berdoa dan menganggap doa sebagai pengalaman yang berharga.

Saudara saudari yang terkasih,
murid-murid Yesus melihat kehidupan sosial dan pastoral Yesus berasal dari kehidupan spiritualNya. Yesus yang dekat dengan Allah begitu peduli pada manusia. Mereka ingin memiliki hati dan budi seperti Yesus, mereka ingin menjalin relasi yang baik dengan Allah seperti yang ditunjukkan oleh Yesus. Maka dalam perikop paralel Injil yang dibaca hari ini, yaitu pada Lukas 13:1, para murid berkata kepada Yesus, “ajarilah kami berdoa”, setelah melihat Yesus semalam-malaman berdoa. Yesus mengajar mereka berdoa singkat, padat, sederhanan dan penuh makna. Dalam doa yang lebih penting bukanlah isi doanya, tetapi relasi dengan Allah. Ada waktu, ada kesempatan yang khusyuk untuk berjumpa dengan Allah. Maka dalam doa kita diajak untuk tidak berusaha mengubah Allah, merayu seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah, disebutNya. Kita ingat Bacaan Pertama Rabu X, ada 400 Nabi Baal yang berdoa kepada dewanya, minta dikabulkan, tetapi tidak dikabulkan. Lalu berteriak-teriak, diejek oleh Elia, mungkin sedang tidur, mungkin tidak dengar, mungkin sedang pergi. Lalu sampai  menorah-noreh dengan tombak dan pedang, merayu supaya dewanya mengubah pikirannya dan segera menolong. Dalam berdoa kita tidak merangkai kata-kata panjang supaya Allah merubah, tetapi dalam doa justru kita berusaha merubah hati kita, merubah pikiran kita, supaya sesuai dengan kehendak Allah. Sebelum berdoa, dalam doa Bapa Kami, luar biasa! Hari ini kita diajak menyapa intim Allah sebagai Bapa. Para murid kaget, karena baru pertama, hari itu, Yesus mengatakan Allah BapaNya dengan Bapa kami yang ada di Surga. Orang disadarkan hubungan yang begitu dekat dengan Allah, sekaligus juga saudara dengan orang-orang yang sebapa, satu Bapa, Berdoa kepada Allah mengandaikan juga kesadaran kita kepada sesama sebagai saudara satu Bapa. Ada di Surga, lalu pertama kita mohon dimuliakanlah namaMu, lebih dari segalanya dalam Kerajaan kasih, sukacita dan damai, biarlah Kerajaan seperti itu datang dan menguasai hidup kita, hingga kita hanya tunduk kepadaNya. Terjadilah kehendakMu seperti di Surga, kerajaan dunia biasa dikuasai oleh kehendak manusia atau hasutan iblis. Baru yang keempat permohonan kita, berilah rejeki harian kami pada hari ini. Yang menurut, ada beberapa ahli berkata, sebetulnya kita mohon berilah kami roti, super substansia, roti kehidupan, yang mengarah kepada Ekaristi, ketika kita meminta roti kehidupan itu maka segalanya, seperti kata Yesus, dalam 6:33, “akan ditambahkan kepadamu”. Kita mohon rejeki harian dari Tuhan. Lalu yang kelima, mohon ampun agar kita juga mempunyai karunia pengampunan. Yang keenam, dibebaskan dari pencobaan atau ujian yaitu peirasmos dalam bahasa Yunani (nanti akan kita lihat sedikit) yang bisa mendatangkan pencobaan dan dibebaskan dari iblis atau dari yang jahat, yang  ketujuh.
Sebetulnya selesai homilinya, tetapi ada pertanyaan, beberapa pertanyaan, beberapa hari lalu, Romo Eddy bercerita, ada umat yang bertanya, apakah terjemahan Bapa Kami kita masih tetap sama? Bukankah Paus telah menyetujui perubahan, ‘jangan masukkan kami ke dalam pencobaan’ dengan ‘jangan membiarkan atau meninggalkan kami dalam pencobaan’. Tidak! Yang benar adalah, waktu para Uskup Indonesia mengadakan audiensi ad limina dengan Paus, saya mendengar sendiri secara langsung, bukan dari berita, bukan dari ‘katanya’, Paus berkata bahwa beliau menyetujui permohonan Konferensi Wali Gereja Italia, untuk mengubah terjemahan yang terakhir, yang bagi mereka itu lebih cocok. Paus berkata, “ya saudara-saudara lebih tahu rasa bahasa, maka silakan, maka Paus menyetujui”. Jadi bukan untuk seluruh dunia, kita tetap menggunakan terjemahan yang biasa. Kita lihat misalnya dalam Katekismus Gereja Katolik no 2846, janganlah membiarkan kami dalam pencobaan, kita memohon Bapa kita supaya jangan masukkan kita ke dalam pencobaan. Tidaklah mudah mengungkapkan dalam satu kata, ungkapan Yunani yang kira-kira berarti ‘janganlah membiarkan kami masuk ke dalam pencobaan’ atau ‘janganlah kami dikalahkan olehnya’, sebab Allah tidak dapat dicobai oleh si jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun (Yakobus 1:13). Ia malahan lebih banyak hendak membebaskan kita darinya. Di situlah sangat jelas Tuhan tidak mencobai untuk siapapun. Kita mohon kepadaNya supaya jangan membiarkan kita masuk ke dalam jalan pencobaan. Tuhan tidak membuat kita tertarik pada dosa, tetapi Tuhan membiarkan kita masuk dalam suatu ujian, maka peirasmos itu bisa ujian, tes, bisa pencobaan, ya menurut ahli. Maka peirasmos misalnya seperti ujian akhir, UAS, bukan untuk mencelakakan, tetapi untuk berhasil. Maka guru yang baik, kalau menguji itu bukan mau menjatuhkan muridnya supaya tidak lulus, tapi justru supaya muridnya itu naik tingkat, supaya muridnya maju. Maka ujian itu suatu cara untuk menumbuhkan kekuatan. Demikianlah kalau itu ditempatkan sebagai tes, sebagai ujian, jangan masukkan saya ke dalam tes. Nah dalam tes, dalam ujian itu biasanya ada godaan iblis. Maka kalau ada ujian juga, kadang-kadang ada anak yang tergoda nyontek, ketika dites untuk maju tingkat, untuk naik dalam kehidupan rohani, bisa jadi iblis datang untuk menjatuhkan kita. Dalam konteks itulah, ‘jangan masukkan kami ke dalam pencobaan’, jangan masukkan kami ke dalam tes  yang di mana iblis bisa menjatuhkan kami. Maka doa itu adalah permohonan belas kasih Ilahi agar kita dibebaskan dari godaan di tengah pencobaan yang harus kita lakukan.

Saudara saudari yang terkasih,
marilah kita doakan doa Bapa Kami dengan penghayatan setiap hari, sebagai model doa yang lain. Doa tidak bisa lepas dari hidup nyata, kalau orang suka berdoa, tapi acuh tak acuh terhadap penderitaan sesama atau malah membuat orang lain sengsara, doanya perlu dipertanyakan. Maka Yesus menutup doa Bapa Kami dengan Sabda, “jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahan.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...