Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Selasa Pekan Biasa XII 23 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
Bacaan I 2 Raj 19:9b-11.14-21.31-35a.36
Mazmur Tanggapan Mzm 48:2-3a.3b-4.10-11
Bacaan Injil Mat 7:6.12-14
Saudara saudari yang terkasih,
salah satu godaan untuk meraih cita-cita
dengan cepat adalah mencari jalan pintas walau bukan jalan terbaik. Orang
cenderung mencari cara gampang untuk mewujudkan keinginannya meski cara tersebut
salah. Baginya yang penting adalah cepat, walau tak tepat. Di balik tendensi tersebut
ada mentalitas rata-rata yang tidak mau bekerja keras, moralitas labil yang
bisa menghalalkan cara dan spiritualitas dangkal yang mengabaikan suara hati
dan bisikan yang Ilahi. Maka kalau dinasehati dan dikoreksi, orang ini dengan
cepat akan berkata, istilah bahasa sundanya, kumaha engke, ya nanti bagaimana, bukannya engke kumaha, nanti apa yang akan terjadi. Pokoknya jalankan dulu,
nanti ya terserah. Justru kita harus berpikir, kalau kita berbuat sesuatu
sekarang, nanti apa konsekuensinya, bukan terserah nanti. Hal ini membuat
banyak orang gagal, tertipu, bangkrut, sengsara, masuk penjara dan akhirnya tak
bahagia.
Saudara saudari yang terkasih,
orang ingin cepat kaya tapi tak mau
bekerja keras, hingga tergoda menipu, mencuri dan korupsi. Akhirnya ia ketahuan
dan sengsara di penjara. Anak ingin nilai baik, tetapi tak mau belajar tekun
sesuai kemampuannya, hingga menyontek, akhirnya tidak lulus, bahkan mungkin
dikeluarkan dari sekolah favoritnya. Orang ingin untung besar, hingga bisnis
barang terlarang dan usaha ilegal, akhirnya diciduk polisi. Setelah mall dibuka ada sale besar-besaran, ada godaan untuk berburu sale yang besar-besaran, bisa jadi ada orang yang ingin praktis,
tak mau pakai masker, malas cuci tangan, tak peduli kerumunan dan antrian tanpa
mengatur jarak serta tak berpikir, apa akibatnya nanti, kumaha engke.
Saudara saudari yang terkasih,
itulah contoh jalan lebar yang lebih
banyak dipilih orang karena lebih mudah bagi orang yang tidak suka
bersusah-susah, walau mungkin bisa mengantar pada malapetaka. Kalau dalam
kehidupan sehari-hari orang menggampangkan banyak hal tanpa peduli pada norma
sosial yang berlaku, bagaimana orang akan serius untuk hidup kekal dengan
peduli pada nilai-nilai spiritual. Yesus mengajak kita memilih jalan yang
mengantar pada kehidupan, yang membutuhkan usaha, keringat, tetesan air mata, mungkin
juga titik darah. Jangan tergoda pada jalan lebar, santai, mudah, enak, yang
mungkin bisa membawa kepada kebinasaan. Sabda Bahagia sebagai nasehat spiritual
kehidupan kekal bagaikan harta surgawi yang kudus atau mutiara berharga, sudah
diberikan Yesus kepada kita. Nasehat yang didasarkan pada hidup miskin dalam Roh,
yaitu disposisi batin yang mau dibentuk dan mengandalkan Allah, menjadi dasar
hidup murid Yesus yang menuntut standar moralitas dan spiritualitas sesuai
kaidah emas: segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka. Jika kita tak mau dicubit, janganlah
mencubit. Jika kita mau dihormati dan dicintai, hormatilah dan cintailah orang.
Saudara saudari yang terkasih,
pernah ada seorang pengusaha bercerita,
bahwa ketika anaknya lulus, ia tidak langsung bekerja di perusahaannya, tetapi
diminta oleh ayahnya untuk bekerja di perusahaan lain, supaya merasakan
bagaimana menjadi karyawan, supaya ia bisa menjadi karyawan yang baik. Jalan
sempit, susah, tidak dipilih oleh banyak orang, tapi ayahnya berkata, “kamu
harus bekerja, mengalami sebagai karyawan yang baik, supaya bisa menjadi pemilik,
owner, pengusaha yang baik pula.
Saudara saudari yang terkasih,
Sabda Bahagia yang begitu luhur bagai
barang kudus dan begitu mahal bagaikan mutiara, kita letakkan di mana sekarang?
Disimpan, dilupakan atau dibuang bagaikan diberikan pada anjing dan dilemparkan
pada babi? Jangan sampai kita mendengar banyak Sabda Allah dan setuju dengan
isinya yang baik, tetapi lewat begitu saja tanpa menghasilkan buah. Untuk
mewujudkan Sabda Bahagia perlu latihan rohani yang ketat. Orang tidak hanya
puas dengan misa virtual tapi juga sungguh rindu dengan misa riil. Dan ketika
sudah memungkinkan, aman dan nyaman, iapun pergi dengan penuh semangat. Perlu
pembinaan mental yang serius, orang tidak hanya cari gampang, tetapi cari mana
yang benar. Tidak cari cepat tetapi cari mana yang paling tepat. Dan perlu
pendidikan moral yang dalam, orang tidak sekedar tahu baik dan yang buruk, tapi
sungguh melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat. Melalui pembentukan
mental, moral dan spiritual yang menjadi bekal bagi hidup sosial, kita bukan
hanya akan sukses di mata manusia, tetapi juga berhasil di hadapan Allah.
Mari kita tinggalkan sikap minimalis dan
cari gampang dengan berbuat lebih dari tuntutan standar norma sosial dan nasehat
spiritual, karena seperti Mazmur 126:5 “Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan
air mata akan menuai dengan bersorak sorai”.
No comments:
Post a Comment