Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Senin Pekan Biasa XII 22 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
Bacaan I 2 Raj 17:5-8.13-15a.18
Mazmur Tanggapan Mzm 60:3.4-5.12-13
Bacaan Injil Mat 7:1-5
Saudara saudari yang terkasih,
menuntut orang lain itu lebih mudah
daripada meminta diri sendiri untuk berbuat sesuatu. Mengatur orang lain itu lebih
biasa daripada menata diri sendiri. Memimpin orang lain mungkin lebih gampang
daripada mengarahkan diri sendiri. Demikianpun mencari kelemahan sesama lebih
cepat daripada mawas diri, menemukan kesalahan pribadi. Mencari kekurangan
sesama lebih spontan daripada mengoreksi diri, meneliti kekurangan pribadi,
menyingkirkannya dan memperbaiki diri, guna membantu sesama. Tak mungkin orang
yang matanya terhalang balok akan mudah menyingkirkan selumbar kecil, serpih,
dalam mata orang lain.
Ada suatu ilustrasi, pernah dalam suatu Persekutuan
Doa, sebelum puji-pujian, seorang Ibu pemimpin mengingatkan umat untuk
mematikan handphone dengan keras,
“Saudara, tolong matikan handphone! Mengganggu ibadat. Begitu
masuk ruang ini, matikan, fokuskan hati, budi, energi untuk Allah. Coba, siapa
yang biasa handphonenya berbunyi?”
Ia mencari orang yang biasanya handphonenya berbunyi selalu dalam
ibadat, ternyata tiba-tiba berbunyilah handphone
dan meledaklah dia,
“baru saja diomongi, itu handphone siapa? matikan cepat!”
Orang bergerak ke sana ke mari, menengok
ke sana ke mari, dan handphone itu
terus berbunyi. Dan seorang berkata,
“mohon maaf Bu, handphone itu berbunyi dari tas ibu”.
Rupanya ia sendiri yang lupa mematikan handpone, dengan malu ia berkata,
“mohon maaf, saya lupa”.
Saudara saudari yang terkasih,
Orang-orang Farisi dan Ahli Taurat
rupanya suka mencari-cari kelemahan orang lain untuk menyembunyikan kekurangan.
Kata penghakiman dalam kerangka itulah, menghakimi dengan mencari kelemahan,
bukan sekedar menilai. Yesus bukan mengatakan jangan menilai tapi jangan
menghakimi menurut cara mereka, sedangkan mereka cenderung mengamati kedosaan
sesama agar tampak saleh. Mereka suka menggurui masyarakat seolah mereka adalah
orang yang serba tahu, kaum terdidik, orang kudus. Yesus melihat kebutaan
mereka akan Kerajaan Allah, karena tertutup balok kesombongan, hingga tak dapat
melihat siapakah Yesus yang hadir ada di hadapannya, yang sesungguhnya adalah
Mesias, yang mereka ajarkan dalam Kitab Suci, yang mereka nantikan dan mereka
doakan. Bagaimana orang yang tidak bisa melihat karena matanya terhalang balok,
dapat melihat kelemahan orang lain dengan mudah? Yesus meminta mereka
pertama-tama untuk mengambil balok yang ada di mata mereka, sebelum
menyingkirkan selumbar saja, serpih pada mata orang lain. Yesus menuntut mereka
yang munafik untuk melek terlebih dahulu, agar tahu jalan yang benar, agar tak
memberi tahu jalan yang salah kepada orang lain. Bertobat lebih dahulu sebelum
mengajak orang lain untuk bertobat. Mereka terlalu mudah menghakimi dengan
mencaci maki orang lain, sementara mereka tak mau bermawas diri, terbuka pada
karya Roh Kudus untuk memperbaiki diri.
Saudara saudari yang terkasih,
pepatah bagai padi makin berisi makin
merunduk, mengajak kita untuk rendah hati dan mawas diri. Makin kita berilmu
tinggi, bermoral matang dan beriman dalam, kian kita rendah hati. Makin kita
berposisi tinggi, kian mampu membumi. Makin kita berelasi luas, kian kita
bertenggang rasa terhadap sesama yang berkekurangan dan mempunyai kelemahan. Namun
masih ada sayangnya, orang yang makin meningkat status hidupnya, ternyata kian
sombong, menjadi sok benar, sok pintar dan sok suci. Ia tak mau ditegur, tapi
lebih suka usul, seolah pikirannya paling bagus. Rasanya gatal mulutnya kalau
tak usul dan suka menegur, seakan dirinya yang paling benar.
Marilah saudara saudari yang terkasih, menyadari
bahwa setiap orang memiliki kekurangan, hingga kita tak mau dan tak mampu mengikuti
bimbingan Roh Kudus dengan baik dengan mendengar.
Mari sadarilah kekurangan-kekurangan ini,
hingga kita dapat mengikuti bimbingan Allah, melalui orang-orang yang
berkompeten, yang berkapasitas di dalam bidangnya. Jangan sampai kita merasa
benar karena sudah bisa dan sudah terbiasa melakukan sesuatu, tetapi mungkin
menyakitkan dan merugikan sesama.
Marilah kita mawas diri, yaitu dengan
rendah hati menyadari kelemahan sendiri, agar tidak mudah menuduh dan menghakimi
orang lain atau mengatai-ngatai dengan kasar dan tak pantas tanpa memberi jalan
belas kasih kepadanya. Maka Yesus menegur dengan keras, “hai kamu orang munafik!
Keluarkan dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk
mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu!”
No comments:
Post a Comment