Monday, June 22, 2020

22 Juni 2020 Senin Pekan Biasa XII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Senin Pekan Biasa XII 22 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I 2 Raj 17:5-8.13-15a.18
Mazmur Tanggapan Mzm 60:3.4-5.12-13
Bacaan Injil Mat 7:1-5

Saudara saudari yang terkasih,
menuntut orang lain itu lebih mudah daripada meminta diri sendiri untuk berbuat sesuatu. Mengatur orang lain itu lebih biasa daripada menata diri sendiri. Memimpin orang lain mungkin lebih gampang daripada mengarahkan diri sendiri. Demikianpun mencari kelemahan sesama lebih cepat daripada mawas diri, menemukan kesalahan pribadi. Mencari kekurangan sesama lebih spontan daripada mengoreksi diri, meneliti kekurangan pribadi, menyingkirkannya dan memperbaiki diri, guna membantu sesama. Tak mungkin orang yang matanya terhalang balok akan mudah menyingkirkan selumbar kecil, serpih, dalam mata orang lain.
Ada suatu ilustrasi, pernah dalam suatu Persekutuan Doa, sebelum puji-pujian, seorang Ibu pemimpin mengingatkan umat untuk mematikan handphone dengan keras,
“Saudara, tolong matikan handphone! Mengganggu ibadat. Begitu masuk ruang ini, matikan, fokuskan hati, budi, energi untuk Allah. Coba, siapa yang biasa handphonenya berbunyi?”
Ia mencari orang yang biasanya handphonenya berbunyi selalu dalam ibadat, ternyata tiba-tiba berbunyilah handphone dan meledaklah dia,
“baru saja diomongi, itu handphone siapa? matikan cepat!”
Orang bergerak ke sana ke mari, menengok ke sana ke mari, dan handphone itu terus berbunyi. Dan seorang berkata,
“mohon maaf Bu, handphone itu berbunyi dari tas ibu”.
Rupanya ia sendiri yang lupa mematikan handpone, dengan malu ia berkata,
“mohon maaf, saya lupa”.

Saudara saudari yang terkasih,
Orang-orang Farisi dan Ahli Taurat rupanya suka mencari-cari kelemahan orang lain untuk menyembunyikan kekurangan. Kata penghakiman dalam kerangka itulah, menghakimi dengan mencari kelemahan, bukan sekedar menilai. Yesus bukan mengatakan jangan menilai tapi jangan menghakimi menurut cara mereka, sedangkan mereka cenderung mengamati kedosaan sesama agar tampak saleh. Mereka suka menggurui masyarakat seolah mereka adalah orang yang serba tahu, kaum terdidik, orang kudus. Yesus melihat kebutaan mereka akan Kerajaan Allah, karena tertutup balok kesombongan, hingga tak dapat melihat siapakah Yesus yang hadir ada di hadapannya, yang sesungguhnya adalah Mesias, yang mereka ajarkan dalam Kitab Suci, yang mereka nantikan dan mereka doakan. Bagaimana orang yang tidak bisa melihat karena matanya terhalang balok, dapat melihat kelemahan orang lain dengan mudah? Yesus meminta mereka pertama-tama untuk mengambil balok yang ada di mata mereka, sebelum menyingkirkan selumbar saja, serpih pada mata orang lain. Yesus menuntut mereka yang munafik untuk melek terlebih dahulu, agar tahu jalan yang benar, agar tak memberi tahu jalan yang salah kepada orang lain. Bertobat lebih dahulu sebelum mengajak orang lain untuk bertobat. Mereka terlalu mudah menghakimi dengan mencaci maki orang lain, sementara mereka tak mau bermawas diri, terbuka pada karya Roh Kudus untuk memperbaiki diri.

Saudara saudari yang terkasih,
pepatah bagai padi makin berisi makin merunduk, mengajak kita untuk rendah hati dan mawas diri. Makin kita berilmu tinggi, bermoral matang dan beriman dalam, kian kita rendah hati. Makin kita berposisi tinggi, kian mampu membumi. Makin kita berelasi luas, kian kita bertenggang rasa terhadap sesama yang berkekurangan dan mempunyai kelemahan. Namun masih ada sayangnya, orang yang makin meningkat status hidupnya, ternyata kian sombong, menjadi sok benar, sok pintar dan sok suci. Ia tak mau ditegur, tapi lebih suka usul, seolah pikirannya paling bagus. Rasanya gatal mulutnya kalau tak usul dan suka menegur, seakan dirinya yang paling benar.
Marilah saudara saudari yang terkasih, menyadari bahwa setiap orang memiliki kekurangan, hingga kita tak mau dan tak mampu mengikuti bimbingan Roh Kudus dengan baik dengan mendengar.
Mari sadarilah kekurangan-kekurangan ini, hingga kita dapat mengikuti bimbingan Allah, melalui orang-orang yang berkompeten, yang berkapasitas di dalam bidangnya. Jangan sampai kita merasa benar karena sudah bisa dan sudah terbiasa melakukan sesuatu, tetapi mungkin menyakitkan dan merugikan sesama.
Marilah kita mawas diri, yaitu dengan rendah hati menyadari kelemahan sendiri, agar tidak mudah menuduh dan menghakimi orang lain atau mengatai-ngatai dengan kasar dan tak pantas tanpa memberi jalan belas kasih kepadanya. Maka Yesus menegur dengan keras, “hai kamu orang munafik! Keluarkan dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu!”

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...