Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Harian Selasa Prapaskah V 31 Maret 2020
Kapel Mater Boni Consilli Supratman Bandung
Bacaan I Bil 21:4-9
Mazmur Tanggapan Mzm 102:2-3.16-18.19-21
Bacaan Injil Yoh 8:21-30
Mazmur Tanggapan Mzm 102:2-3.16-18.19-21
Bacaan Injil Yoh 8:21-30
Saudara saudari yang terkasih,
secara tidak sadar, kita pernah
berkomentar yang menyakitkan orang lain seakan kita inilah yang paling pintar,
benar dan suci. Waktu nonton bola kita berteriak, “tendang!” dan salah. Kita
berkomentar, “dasar bodoh!” Komentar, seperti kita lebih pintar dari pemain
bola. Waktu nonton bulutangkis, “smesh!” dan tidak smesh. Kalah. Kita berkata, “bloon!”
Waktu nonton MotoGP kita berkata, “kepot! Kebut! Susul!” Tidak. Kalah. “Dasar
pengecut!” Waktu pejabat negara dan petugas publik bertindak mengatasi wabah corona ini dengan kebijakan tertentu,
ada yang berkomentar begini dan begitu, seakan-akan mereka itu tidak berpikir
panjang dan tidak berusaha menyelamatkan rakyat. Walau demikian, syukurlah,
lepas dari komentar-komentar tersebut, para pelayan publik ini masih melayani dengan
sabar hingga saat ini.
Saudara saudari yang terkasih,
Musa berhadapan dengan umatnya yang dalam
bahasa sunda, sakahayang maneh, maunya
sendiri, punya pikirannya sendiri, punya jalannya sendiri. Seakan-akan mereka
itu lebih bijaksana dari Musa dan lebih bijaksana dari Allah. Lebih berkuasa
bahkan dari Allah hingga mereka menghujat Musa dan melecehkan Tuhan yang telah
meminta Musa memimpin bangsanya. Seakan Musa itu hanya berpikiran sempit dan
seolah Allah itu tidak punya rencana matang, hingga mereka berkata, “mengapa
kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini?” Walau
demikian Musa tetap sabar dan Allah tetap mengasihi umatNya hingga merekapun
diselamatkan dari bahaya maut karena dipagut ular tedung.
Itulah juga situasi Yesus, Ia berhadapan
dengan orang yang selalu komentar dan tidak percaya kepadaNya. Mereka
berkomentar dan bertanya, tetapi tidak mau mendengarkan dan tidak mau mengerti
apa yang Yesus sampaikan. Hingga Yesus agaknya mengalami, menurut istilah orang
Tionghoa itu, bo hwat, terserah mau
apa lagi. Maka kata Yesus, “apa gunanya lagi saya berkata, apa gunanya lagi
saya bercerita dan berbicara?” Mungkin istilah Jawa itu mereka ndableg. Sekalipun demikian Yesus tetap
mengajar, dan banyak orang percaya kepadaNya bahwa Ia adalah Tuhan. Karena Ia selalu
berbuat apa yang berkenan kepada Allah.
Saudara saudari yang terkasih,
saat menyaksikan ada banyak orang yang
mudah menghujat pejabat resmi, bahkan usul ini dan itu, padahal ia yang usul
ini dan itu tak punya otoritas dan kapasitas resmi. Saya ingat akan Surat Gembala
Prapaskah Uskup Bandung 2019 tentang sikap sok pintar, sok benar dan sok suci.
Marilah kita menghormati dan memberi kesempatan kepada mereka yang mempunyai otoritas
dan kapasitas resmi : pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, para
ahli di bidangnya, TNI Polri serta pemimpin-pemimpin agama dan masyarakat untuk
berbuat yang terbaik. Dengan rendah hati, marilah kita mengusahakan apa yang bisa
kita lakukan untuk mendukung kebijakan yang mempunyai tugas, wewenang dan
tanggung jawab demi kesejahteraan kita.
Wabah corona telah menyatukan kita semua, siapapun, seperti yang
disampaikan Paus dalam Adorasi Ekaristi Jumat tengah malam yang lalu, kita
telah menyadari bahwa kita berada di kapal yang sama. Kita semua rapuh dan
tanpa arah, tetapi pada saat yang sama kita dipanggil semuanya untuk mendayung
bersama. Setiap dari kita perlu menghibur satu sama lain. Kita juga telah
menyadari bahwa kita tidak dapat terus memikirkan diri kita sendiri, tetapi
hanya bersama-sama kita dapat menjalani ini.
Bayangkan saudara saudara, jika kita
mendayung menurut kemauan kita masing-masing, perahu mungkin tidak bergerak,
berputar-putar, mungkin juga malah tenggelam. Mari kita bergotong royong,
mengikut arahan mereka yang mempunyai otoritas dan kapasitas resmi dalam
wilayahnya masing-masing, dalam upaya menumpas wabah corona demi kesejahteraan bersama.
Biarlah Tuhan Allah menahkodai dunia ini.
Mari memandang Tuhan Yesus yang disalib agar kita dibebaskan dari maut sebagaimana
bangsa Israel dulu memandang ke salib sehingga mereka dibebaskan dari maut.
No comments:
Post a Comment