Thursday, May 21, 2020

21 Mei 2020 Hari Raya Kenaikan Tuhan


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Hari Raya Kenaikan Tuhan 21 Mei 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung


Bacaan I Kis 1:1-11
Mazmur Tanggapan Mzm 47:2-3.6-7.8-9
Bacaan II Ef 1:17-23
Bacaan Injil Mat 28:16-20

Saudara saudari yang terkasih,
kadang kita merasa hidup dalam dunia asing, di mana kita merasa tidak kerasan. Bisa jadi kita merasa asing karena berada bukan dalam dunia nyata, dunia kita. Mungkin kita terlena dan terbius oleh angan-angan, indah tapi palsu, hingga kita seolah merasa tenang dan senang, padahal lari dari kenyataan, di mana hati gelisah karena masalah ternyata belum selesai. Kita boleh jadi terasing karena kita tenggelam dalam kegelapan dan kesulitan, hingga tidak dapat melihat adanya harapan. Peristiwa Kenaikan Tuhan mengajak kita realistis yaitu berharap tanpa tergelincir pada angan-angan kosong, berani menjalani kehidupan nyata yang sering penuh perjuangan, bahkan salib, tanpa harus kehilangan harapan.

Pernah sudah lama sekali seorang Imam bercerita bahwa di suatu Paroki ketika merayakan Ekaristi Kenaikan Tuhan, seperti biasa, berbaris lalu menghadap Altar untuk memberikan hormat  dan ia melihat biasanya ada salib besar di sana, salibnya tidak ada. Dia bertanya-tanya salib besar itu ke mana? Jadi selama misa, ia berpikir, “salib kok tidak ada, siapa yang mengambil? Siapa yang menurunkan? Siapa yang memindahkan?” Selesai misa, ia bertanya kepada koster,
“Pak, salib itu kemana, kok tidak ada?”
“Saya turunkan, Romo”.
“Lho! Kenapa diturunkan?”
“Hari ini Yesus naik ke Surga, tidak disalib lagi. Kita tidak boleh terlena pada salib!”

Saudara saudari yang terkasih,
dalam bacaan pertama diceritakan dua orang yang berpakaian putih menegur para murid yang terlena pada peristiwa naiknya Yesus ke Surga, Yesus terangkat. Para murid seolah lepas dari kenyataan yang ada di hadapannya, dan hanya ingin  berasyik-asyik dengan pengalaman indah bersama Allah. Pengalaman dekat dengan Allah penting, dan harus selalu kita usahakan, tetapi mengapa para malaikat mengingatkan para murid lewat pertanyaan, “mengapa kamu takjub memandang ke langit?” Jangan terus memandang ke atas, tetapi  hadapilah kehidupan dengan berani.
Relasi dengan Allah bukanlah suatu pelarian, melainkan suatu kekuatan dan harapan agar berani terlibat secara penuh dalam hidup sehari-hari untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Kejadian ini mengingatkan kita akan peristiwa Yesus berubah wajah di atas Gunung Tabor. Para murid mengalami asyik, mengalami ketenangan rohani, merasa senang, sampai-sampai Petrus ingin tetap tinggal di gunung dengan mendirikan kemah. Tetapi pada waktu itu Yesus berkata dan mengajak mereka, “mari kita turun, kita hadapi hidup nyata, kita bekerja dan berkarya”. Pada hari Yesus naik ke Surga atau terangkat ke Surga, para murid diminta jangan terlena dan berhenti pada keasyikan saat berdoa, beribadat, berjumpa dengan Allah, karena mengalami relasi yang dekat dengan Tuhan. Pengalaman bersama Allah jangan dinikmati secara egois untuk diri sendiri tapi untuk diwartakan kepada semua bangsa. Pengalaman ini menjadi kekuatan untuk berkarya. Maka Yesus memberikan perintah untuk menjadikan semua orang, pertama-tama menjadi murid. Murid adalah pribadi yang mengikuti seseorang. Murid Yesus adalah pribadi yang mengikuti jejak perjalanan hidup Yesus, yaitu mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah serta mewartakan dan menyatakan Kerajaan Allah lewat perbuatan kasih yang mungkin tak lepas dari salib, yang adalah bagian dari perjalanan Yesus naik ke Surga. Maka para murid ditugaskan untuk menjadikan setiap orang sebagai murid yang menjalankan perintah cinta dengan cara dan bentuk apapun, agar Kerajaan Allah yang cirinya adalah adanya perubahan kesejahteraan, material, spiritual, moral, hadir di antara kita.

Saudara saudari yang terkasih,
kadang kita ditanya mengapa memasang salib, bukankah salib lambang penderitaan dan hukuman? Kita tidak memuja penderitaan, tetapi kebangkitan dan kemuliaan. Koster yang diceritakan tadi salah tangkap, ingin memisahkan peristiwa salib dari Kenaikan Tuhan. Tanpa salib tidak ada perjalanan Kenaikan Tuhan seperti yang dirayakan hari ini. Salib adalah cara yang tak terelakkan untuk mencapai kemenangan, ketika tiada jalan lain yang lebih bijaksana. Salib kita tempuh untuk tujuan luhur, bukan untuk penderitaan itu sendiri. Hidup kita tidak lepas dari kesulitan dan penderitaan, dan hidup itu diteguhkan lewat salib yang adalah perjalanan hidup Yesus untuk mencapai kemuliaan. Bagi orang beriman, salib bukanlah jalan sia-sia. Salib memberi semangat dan harapan untuk tetap berjuang, suatu saat nanti kita akan mengalami kemuliaan Kristus. Kepalanya telah mengalami, maka anggota-anggotanya pun akan turut mengikuti. Kenaikan Yesus ke Surga adalah jaminan yang memberi semangat untuk berjuang, bukan untuk meninabobokan kita dari kebahagiaan semu atau dari penderitaan yang membuat kita jemu. Kenaikan Yesus ke Surga adalah sebuah kenyataan yang memberi harapan, bahwa hidup dan karya yang dijalankan dalam nama Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Bahwa menyangkal diri, memanggul salib setiap hari dan mengikuti Yesus akan berbuah keselamatan, akan menghasilkan anugerah kemuliaan.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...