Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Hari Raya Kenaikan Tuhan 21 Mei
2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung
Bacaan I Kis 1:1-11
Mazmur Tanggapan Mzm 47:2-3.6-7.8-9
Bacaan II Ef 1:17-23
Bacaan Injil Mat 28:16-20
Saudara saudari yang terkasih,
kadang kita merasa hidup dalam dunia
asing, di mana kita merasa tidak kerasan. Bisa jadi kita merasa asing karena berada
bukan dalam dunia nyata, dunia kita. Mungkin kita terlena dan terbius oleh
angan-angan, indah tapi palsu, hingga kita seolah merasa tenang dan senang,
padahal lari dari kenyataan, di mana hati gelisah karena masalah ternyata belum
selesai. Kita boleh jadi terasing karena kita tenggelam dalam kegelapan dan
kesulitan, hingga tidak dapat melihat adanya harapan. Peristiwa Kenaikan Tuhan mengajak
kita realistis yaitu berharap tanpa tergelincir pada angan-angan kosong, berani
menjalani kehidupan nyata yang sering penuh perjuangan, bahkan salib, tanpa
harus kehilangan harapan.
Pernah sudah lama sekali seorang Imam
bercerita bahwa di suatu Paroki ketika merayakan Ekaristi Kenaikan Tuhan, seperti
biasa, berbaris lalu menghadap Altar untuk memberikan hormat dan ia melihat biasanya ada salib besar di
sana, salibnya tidak ada. Dia bertanya-tanya salib besar itu ke mana? Jadi
selama misa, ia berpikir, “salib kok tidak ada, siapa yang mengambil? Siapa yang
menurunkan? Siapa yang memindahkan?” Selesai misa, ia bertanya kepada koster,
“Pak, salib itu kemana, kok tidak ada?”
“Saya turunkan, Romo”.
“Lho! Kenapa diturunkan?”
“Hari ini Yesus naik ke Surga, tidak disalib
lagi. Kita tidak boleh terlena pada salib!”
Saudara saudari yang terkasih,
dalam bacaan pertama diceritakan dua orang
yang berpakaian putih menegur para murid yang terlena pada peristiwa naiknya Yesus
ke Surga, Yesus terangkat. Para murid seolah lepas dari kenyataan yang ada di
hadapannya, dan hanya ingin berasyik-asyik
dengan pengalaman indah bersama Allah. Pengalaman dekat dengan Allah penting,
dan harus selalu kita usahakan, tetapi mengapa para malaikat mengingatkan para
murid lewat pertanyaan, “mengapa kamu takjub memandang ke langit?” Jangan terus
memandang ke atas, tetapi hadapilah
kehidupan dengan berani.
Relasi dengan Allah bukanlah suatu
pelarian, melainkan suatu kekuatan dan harapan agar berani terlibat secara
penuh dalam hidup sehari-hari untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Kejadian ini
mengingatkan kita akan peristiwa Yesus berubah wajah di atas Gunung Tabor. Para
murid mengalami asyik, mengalami ketenangan rohani, merasa senang, sampai-sampai
Petrus ingin tetap tinggal di gunung dengan mendirikan kemah. Tetapi pada waktu
itu Yesus berkata dan mengajak mereka, “mari kita turun, kita hadapi hidup
nyata, kita bekerja dan berkarya”. Pada hari Yesus naik ke Surga atau terangkat
ke Surga, para murid diminta jangan terlena dan berhenti pada keasyikan saat
berdoa, beribadat, berjumpa dengan Allah, karena mengalami relasi yang dekat dengan
Tuhan. Pengalaman bersama Allah jangan dinikmati secara egois untuk diri
sendiri tapi untuk diwartakan kepada semua bangsa. Pengalaman ini menjadi
kekuatan untuk berkarya. Maka Yesus memberikan perintah untuk menjadikan semua
orang, pertama-tama menjadi murid. Murid adalah pribadi yang mengikuti seseorang.
Murid Yesus adalah pribadi yang mengikuti jejak perjalanan hidup Yesus, yaitu
mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah serta mewartakan dan menyatakan Kerajaan
Allah lewat perbuatan kasih yang mungkin tak lepas dari salib, yang adalah
bagian dari perjalanan Yesus naik ke Surga. Maka para murid ditugaskan untuk
menjadikan setiap orang sebagai murid yang menjalankan perintah cinta dengan cara
dan bentuk apapun, agar Kerajaan Allah yang cirinya adalah adanya perubahan
kesejahteraan, material, spiritual, moral, hadir di antara kita.
Saudara saudari yang terkasih,
kadang kita ditanya mengapa memasang
salib, bukankah salib lambang penderitaan dan hukuman? Kita tidak memuja
penderitaan, tetapi kebangkitan dan kemuliaan. Koster yang diceritakan tadi
salah tangkap, ingin memisahkan peristiwa salib dari Kenaikan Tuhan. Tanpa
salib tidak ada perjalanan Kenaikan Tuhan seperti yang dirayakan hari ini. Salib
adalah cara yang tak terelakkan untuk mencapai kemenangan, ketika tiada jalan
lain yang lebih bijaksana. Salib kita tempuh untuk tujuan luhur, bukan untuk
penderitaan itu sendiri. Hidup kita tidak lepas dari kesulitan dan penderitaan,
dan hidup itu diteguhkan lewat salib yang adalah perjalanan hidup Yesus untuk
mencapai kemuliaan. Bagi orang beriman, salib bukanlah jalan sia-sia. Salib
memberi semangat dan harapan untuk tetap berjuang, suatu saat nanti kita akan
mengalami kemuliaan Kristus. Kepalanya telah mengalami, maka anggota-anggotanya
pun akan turut mengikuti. Kenaikan Yesus ke Surga adalah jaminan yang memberi
semangat untuk berjuang, bukan untuk meninabobokan kita dari kebahagiaan semu
atau dari penderitaan yang membuat kita jemu. Kenaikan Yesus ke Surga adalah
sebuah kenyataan yang memberi harapan, bahwa hidup dan karya yang dijalankan dalam
nama Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Bahwa menyangkal diri, memanggul salib
setiap hari dan mengikuti Yesus akan berbuah keselamatan, akan menghasilkan
anugerah kemuliaan.
No comments:
Post a Comment