Wednesday, May 6, 2020

5 April 2020 Minggu Palma

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Minggu Palma 5 April 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung

video Minggu Palma 5 April 2020

Hosanna berubah menjadi Durjana

Bacaan I Yes 50:4-7
Mazmur Tanggapan Mzm 22:8-9.17-18a.19-20.23-24
Bacaan II Flp 2:6-11
Bacaan Injil Mat 26:14-27:66

Saudara saudari yang terkasih,
biasanya setiap Minggu Palma ada suasana sukacita, sorak sorai di awal, menyanyi: “Yerusalem, Yerusalem”. Anak-anak, kaum muda, orang tua membawa daun palma menyambut Yesus masuk ke Yerusalem, menyambut Imam masuk ke Gereja, tapi hari ini sepi di mana-mana.

Saudara saudari yang terkasih,
dalam dunia politik bisa terjadi seorang yang kini menjadi kawan, nanti berbalik menjadi lawan, tergantung mana yang menguntungkan. Apakah ini terjadi karena ada orang yang bersikap oportunis, yang mau mencari untung, yang mau mencari mana yang lebih aman dan nyaman. Itulah sikap orang-orang Yahudi terhadap Yesus, yang awalnya bersorak, “Hosanna, Hosanna!”, akhirnya menghujat, “durjana, durjana!” Itulah yang dilakukan oleh Yudas, murid dan bendahara yang dipercaya Yesus, yang tadinya melayani akhirnya menjual Yesus.

Saudara saudari yang terkasih,
biasanya nanti pada Jumat Agung, beberapa televisi menayangkan film Passion karya Mel Gibson, di mana kalau kita menyaksikan penderitaan Yesus melalui film itu dengan sungguh, mungkin tak terasa air mata meleleh, berduka, terbawa pada peristiwa itu, apalagi orang yang menyaksikan pada waktu itu. Dan di beberapa tempat masih ada yang melakukan tradisi kisah sengsara Yesus bukan hanya didramakan tapi dilakukan seolah-olah sebagai suatu peristiwa nyata.

Pernah pada suatu hari saya ada acara  di suatu tempat di Keuskupan di luar pulau Jawa.
Seorang Imam bercerita pada saya, “Bapa Uskup”, kebetulan pada waktu itu masa prapaskah, “jalan salib di kami unik, kami lakukan seperti drama, berbukit, tetapi pernah ada kejadian seperti ini, normal kejadiannya, dan biasanya orang yang menyaksikan itu terbawa emosi apalagi ketika Yesus disesah, disiksa, orang pun ikut berteriak. Yesus jatuh pada perhentian ketiga, jatuh pertama kali, kemudian pada perhentian ketujuh, Yesus ditendang dan jatuh untuk kedua kalinya. Bukan hanya tersungkur tapi juga tertimpa salib dan inilah dramanya, Yesus geleng-geleng kepala, lalu Ia memalingkan mukaNya, memandang prajurit yang menendangNya, prajurit mulai mundur, Yesus melepaskan salibNya dan mengejar prajurit itu. Jalan salib selesai pada perhentian ketujuh karena Yesus mengejar prajurit”. Itu dalam drama bisa terjadi. Manusia bisa berubah menjadi beringas atau lari dalam drama tapi apakah kalau dalam kehidupan nyata juga manusia akan lari?

Yesus tidak pernah lari, malah mendekati Yerusalem untuk mengosongkan diri dan taat sampai mati di kayu salib. Yesus disambut sebagai Raja oleh orang Yahudi. Karena antusiasme yang bergelora, mereka rela melepaskan pakaian dan menghamparkannya sebagai permadani di jalan-jalan yang dilalui Yesus. Orang banyak bersorak gembira, “Hosanna bagi Anak Daud, diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan!” Luarbiasa! Orang yang tidak tahu pun ikut-ikutan bersorak sorai, mungkin pada waktu itu Emak-Emak pun sedang di dapur membawa centong nasi membawa sendok sayur, ke luar, menengok  di jendela, bukan pakai daun palma tapi pakai centong, “Hosanna, Hosanna!”

Suasana gemuruh gembira yang luarbiasa. Mereka menyambut Yesus sebagai Raja dan menerima Yesus dengan penuh semangat. Semua orang ingin mendekatiNya. Rupanya banyak orang yang ikut-ikutan karena sikap oportunis, bukan dari hati, terbukti dengan apa yang terjadi beberapa hari kemudian, pada Jumat Agung, yang kisah sengsaranya kita dengarkan hari ini, orang yang sama, yang memuja dan memuji Yesus kemudian menjauhi Yesus bahkan meninggalkan Yesus justru pada saat ia dinobatkan sebagai Raja di atas kayu salib dengan tulisan inilah Raja Orang Yahudi.

Orang yang tadinya mengelu-elukan kini mengutukNya, orang yang tadinya meluhurkan dengan lidahnya kini mencibirkan dengan bibirnya, orang yang tadinya bersorak memuji Yesus sebagai Raja kini berteriak mencaciNya sebagai penjahat. Teriakan sorak sorai, “Hosanna, Hosanna, Hosanna!” berubah menjadi gemuruh makian, “durjana durjana durjana, salibkanlah Dia!”

Peristiwa ini mengingatkan orang-orang yang antusias menerima dan membiarkan Yesus memasuki kota hati hidupnya, tetapi sayang akhirnya karena sikap oportunis, mau untung dan senangnya, mereka menolak Yesus. Pada mulanya dengan semangat mereka rela melepaskan kelekatan dan berkorban diri, sepertinya mereka menghamparkan pakaian untuk Yesus bagaikan permadani untuk memasuki hidupnya. Demi Yesus yang datang, tetapi kemudian sayangnya menolakNya, karena berpikir kedekatannya dengan Yesus, imannya kepadaNya, aktivitasnya di Gereja, ternyata mengancam rencana, kesukaan, karir dan hidupnya. Maka orang ini pun bisa tega menjauhi gereja bahkan menjelek-jelekkannya padahal di situlah ia dibaptis, di situlah ia dibesarkan, di situlah ia sukses, di situlah ia berhasil. Syukurlah di antara orang-orang oportunis masih ada orang-orang loyalis yang setia menemani Yesus di kayu salib, mungkin bisu tanpa kata, lidahnya kelu tak mampu berbicara.

Sikap oportunis ternyata bukan hanya ada di dunia politik tapi juga meresap di dalam kehidupan keluarga dan agama. Bisa jadi saudara sekandung menjadi musuh bebuyutan karena harta dan harga diri. Orang berpikir apa yang paling menguntungkan.
Kita yang ikut bersorak menyambut Yesus pada Minggu Palma, apakah kita juga akan setia sebagai seorang loyalis yang menemani Yesus hingga menghembuskan nafas terakhir pada Jumat Agung? Apakah Ia yang loyal kepada Allah, yang menyelamatkan kita, yang wafat menebus dosa kita, menyaksikan kita sebagai seorang loyalis yang setia menemaniNya hingga di bawah kaki salib. Saat orang banyak menyingkir dariNya dan mencibirkan Dia saat orang meninggalkan dan menyangkal Dia? Akankah Yesus melihat kita, seperti Ia menyaksikan Yohanes dan ibuNya, Bunda Maria, setia sampai di bawah kaki salib menemani Ia menghembuskan nafas terakhir, “ke dalam tanganMu kuserahkan nyawaKu”.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...