Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Ibadat Jumat Agung 10 April 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung
video : Jumat Agung 10 April 2020
Bacaan I Yes 52:13-53:12
Mazmur Tanggapan Mzm 31:2.6.12-13.15-16.17.25
Bacaan II Ibr 4:14-16;5:7-9
Bacaan Injil Yoh 18:1-19:42
Saudara saudari yang terkasih,
pada hari Jumat Agung ini kita
mengenangkan, menghormati kisah sengsara dan Salib Tuhan, sekaligus
mempersembahkan salib kita sendiri. Yesus bersabda kepada para murid, “setiap
orang yang mau mengikut Aku ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan
mengikut Aku.
Kisah Sengsara Yesus adalah contoh
kongkrit dari SabdaNya. Yesus adalah Putra Allah dan dalam keadaan sebagai
manusia Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib, tanpa kesalahanNya dan bukan karena dosaNya. Yesus menderita untuk
kita. Di taman Getsemani Ia takut hingga berpeluh darah, “ya BapaKu, jikalau
sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu daripadaKu”. Ia menyangkal diriNya, Ia
mau taat kepada BapaNya, “bukan kehendakKu, tetapi kehendakMulah terjadi”. Kesengsaraan
di jalan salib begitu berat, Ia jatuh berkali-kali. Ia dilemparkan ke atas
salib, yang Ia peluk sebagai altar persembahan hidup kepada BapaNya demi keselamatan
manusia. Ia menjerit akibat paku kesalahan manusia. Ia meronta menahan luka duri-duri
dosa manusia. KesengsaraanNya tak tertahankan lahir batin, hingga Ia merasa
sepi, sendiri, serasa ditinggalkan Allah, “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” Ada saat-saat di mana kita juga berteriak kepada Allah, “Allahku,
Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku? Ternyata Allah tak meninggalkanNya. Masakan
seorang Ayah, yang melihat AnakNya menderita tak tega dan tak mencucurkan air
mata? Ia melihat BapaNya ada di sana, Ia melihat BapaNya juga mencucurkan
airmata. Dalam tetes darah dan cucuran airmata, di mana terungkap kasih Allah
pada manusia, Yesus melihat terang kebangkitan, hingga Ia berserah diri kepada BapaNya,
dalam tenaga yang masih tersisa, “ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”.
Waktu menyaksikan penderitaan Yesus hingga wafatNya, kepala pasukan pun
bersaksi, “sungguh Orang ini adalah Anak Allah!”
Saudara saudari yang terkasih,
semoga dalam hidup dan mati, dalam sehat
maupun sakit, dalam untung ataupun malang, dalam keadaan jaya ataupun terpuruk,
hidup kita sedemikian mengikuti Yesus sendiri, hingga orang berkata, “orang ini
anak Tuhan, orang ini murid Yesus”. Itulah pengalaman Santo Paulus, “jika kita
hidup, kita hidup untuk Tuhan. Jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik
hidup ataupun mati kita adalah milik Tuhan”. Di situlah penderitaan kita ada
artinya, di situlah sengsara kita, kalau kita sengsara, kita memuliakan Tuhan,
kita membahagiakan sesama dan menyelamatkan diri sendiri.
No comments:
Post a Comment