Thursday, May 7, 2020

9 April 2020 Kamis Putih

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Kamis Putih 9 April 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung

video : Misa Kamis Putih 9 April 2020

Bacaan I Kel 12:1-8.11-14
Mazmur Tanggapan Mzm 116:12-13.15-16bc.17-18
Bacaan II 1 Kor 11:23-26
Bacaan Injil Yoh 13:1-15

Saudara saudari yang terkasih,
hidup kita sesungguhnya adalah perjalanan menuju Allah dengan mempertahankan nilai-nilai Kristiani. Melaksanakan kehendak Allah dan berusaha menjadi sempurna seperti Bapa sempurna adanya. Tak jarang dalam perjalanan tersebut kita mengalami apa yang saya sebut penyakit L : lemah, letih, lesu, leuleus, lunglai dan letoy hingga kitapun berteriak ‘cape deh’, mungkin ‘cape deh’ ini menjadi guyonan, tetapi bagi orang yang mengalami sungguh-sungguh, sungguh capek hidup ini, mau apa lagi. Atau orang berkata dalam tingkat yang lebih parah dan berkata : ‘sakitnya di sini’. Dan sungguh bagi orang yang mengalami bukan lagi guyonan, sungguh-sungguh orang mengalami sakit. Pada saat itu kita butuh diperbaharui agar kekuatan awal muncul, semangat baru tumbuh.
Yesus menetapkan Ekaristi utk merestorasi hidup spiritual kita agar kita dapat bertahan sebagai murid-muridNya. Melalui Ekaristi, Ia memberikan diriNya sebagai bekal perjalanan sebagai murid Tuhan.

Saudara saudari yang terkasih,
seorang pelayan restoran menawarkan menu kepada para tamunya, dan ia mulai berkata, “silakan, ini makanan enak-enak”.
Lalu sang tamu berkata, “mahal sekali, mbak”.
“Ya namanya juga enak, makanya mahal”.
“Yang ini bagaimana, mbak?”
“Yang ini enak”.
“Kalau yang itu?”
“Enak juga”.
“Yang ini?”
“Enak juga”.
Lalu tamu itu berkata, “mbak pernah coba?”
“Ya belum dong, mana mungkin saya bisa kebayar segitu. Ya belum cukup”.
“Bagaimana mungkin tahu enak tetapi belum mencicipi?”

Saudara saudari yang terkasih,
pada zaman Yesus hidup di Palestina itu berat dan keras, berbatu-batu, berdebu, berbukit-bukit dengan iklim yang panas dan kering. Biasanya rakyat mengadakan perjalanan dengan berjalan kaki. Hanya orang kaya atau saudagar yang mengadakan perjalanan dengan naik unta atau keledai. Bisa dibayangkan, kalau mengadakan perjalanan orang bisa sampai ke tujuan beberapa hari. Untuk itu diperlukan tempat menginap, berteduh dan makan. Para pejalan kaki membutuhkan tempat istirahat. Biasanya pelayan langsung mencuci kaki para tamu yang kelelahan. Kaki direndam air hangat, dipijit-pijit, seperti refleksi saat ini. Hingga terjadi pemulihan, ada restorasi, ada pembaharuan kekuatan, agar bisa melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Dari situlah kita kenal kata restoran, tempat makan untuk memulihkan kekuatan, menghilangkan rasa lapar.
  
Saudara saudari yang terkasih,
salah satu makna Yesus membasuh kaki para Rasul adalah melepaskan rasa letih para murid dan memberi kekuatan baru lewat perjamuan. Makanan dan minuman yang disajikan dalam restoran Yesus adalah menu yang paling dibutuhkan oleh murid, agar dapat meneruskan perjalanan perutusannya yang kelak akan dipercayakan Yesus. Menu yang disajikan oleh Yesus adalah apa yang paling mahal yaitu hidupNya sendiri, “inilah TubuhKu, inilah DarahKu”. Siapa yang telah menyantapNya dapat melaksanakan apa yang Tuhan minta, yaitu meneruskan perjalanan, melayani sesama, mewujudkan kasih, menghadirkan Allah. Kata Yesus, “jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu”.

Saudara saudari yang terkasih,
ada acara kuliner di televisi, banyak sekali, antara lain: OK food, demen makan, detektif rasa, wonderfood, masterchef dan lain-lain, baik di TV lokal, nasional maupun internasional. Apa yang kita rasakan ketika kita nonton sajian enak tanpa kita makan? Seperti pelayan menyajikan dan tahu enak tetapi tidak pernah merasakan enak. Saya search di internet ada banyak restoran yang menyajikan makanan mahal-mahal. Satu contoh, Las Vegas 5.000 dolar untuk satu orang, di Salermo 9.315 dolar untuk satu orang dan termahal di Fortress Resort Srilanka 14.500 dolar untuk sajian makan satu orang. Apa rasanya? Mungkin bagi orang yang pernah, asal gaya saja pernah makan di situ. Orang miskin tak bisa makan, atau orang yang punya uang pun kalau sakit tak bisa makan juga.
Ekaristi bisa dimaknai juga sebagai restoran spiritual bagi para murid Yesus. Bagai restoran enak yang dicari dan dinanti, hingga orang antri. Ekaristi pun dinanti dan dicari oleh kaum beriman yang sedang berziarah di dunia ini. Yang menjamu kita istimewa, Yesus, Ia menjadi tuan rumah yang menjamu di restoran itu. Maka sebagaimana kita diundang kita memberi hormat kepada tamu dan ketika perayaan Ekaristi kita juga memberi hormat, macam-macam reaksi kita, tergantung kita menanggapi. Ada orang kaget karena bunyi kring, baru memberi hormat. Apa yang kita tahu? Apakah sungguh kita memberi hormat kepada Yesus yang hadir di situ? Di mana hati budi kita? Pernah terjadi, suatu saat, ada seorang Ibu yang menyembah, membawa dua anak. Anaknya ribut menyanyi, “he… ho… he…, waktu kring, Ibunya menyembah, langsung begitu selesai memukul anak, menyembah lagi. Bagaimana mungkin seorang yang sungguh menyembah, menghormati, pada saat yang sama menyakiti anaknya?

Tanpa Ekaristi kita tidak mungkin hidup sebagai murid Yesus yang sejati. Melalui Ekaristi kita diteguhkan oleh Tuhan yang kita imani dan kita ikuti. Yesus mewariskan kepada kita malam ini, apa yang sungguh kita butuhkan. Yaitu bekal rohani yang mutlak untuk hidup. Yesus berkenan menyatu dalam diri kita, agar kita kuat melaksanakan perutusanNya. Harga menunya sangat mahal, tak terbayar, maka tidak ada harganya. Oleh karena itu semua orang boleh hadir dalam restoran Yesus, dalam perjamuan Ekaristi. Siapapun boleh datang, siapapun boleh ikut menyantap.

Saudara saudari yang terkasih,
marilah kita menjadi tamu yang menikmati Ekaristi sebagai santapan yang kita rindukan saat ini. Jangan sampai kita hanya menjadi seperti pelayan restoran atau penonton TV yang tidak pernah menikmati menu nikmat yang disajikan dalam Ekaristi. Sakramen Ekaristi luar biasa, segala sesuatu dapat diganti dengan teknologi yang baru, doa, puji-pujian, membaca kitab suci. Tetapi ikut serta di dalam perayaan Ekaristi tidak dapat tergantikan tanpa kehadiran kita di situ. Mudah-mudahan saat kita di rumah ini, streaming, adalah saat kita memaknai kembali Ekaristi. Merindukan Ekaristi, hingga suatu hari dapat menikmati Ekaristi itu dan menghormati Yesus yang menjadi tuan rumah sekaligus menjadi santapan dalam Ekaristi itu.

Jika kita alami, mengalami bahwa Ekaristi sebagai restoran spiritual yang tanpanya kita mati, yang tanpanya kita letih lesu, lemah tak berdaya, tentu ketika saatnya tiba, kita boleh ada kesempatan Ekaristi, kita akan selalu mengusahakan untuk bisa makan dalam restoran tersebut. Berapapun harganya, apapun usaha yang harus kita lakukan.
Mari kita rindukan Ekaristi dan ketika saatnya nanti tiba, ada kesempatan Ekaristi, mari kita sungguh-sungguh Ekaristi, sebagai warisan yang sangat berharga dari Yesus yang memberikan kepada kita, DiriNya, agar kita kuat dalam perjalanan menghadirkan Allah, menyelamatkan diri, membahagiakan kita semua, menunjukkan kasih satu sama lain.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...