Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Kamis Putih 9 April 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung
video : Misa Kamis Putih 9 April 2020
Misa Kamis Putih 9 April 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung
video : Misa Kamis Putih 9 April 2020
Bacaan I Kel 12:1-8.11-14
Mazmur Tanggapan Mzm 116:12-13.15-16bc.17-18
Bacaan II 1 Kor 11:23-26
Bacaan Injil Yoh 13:1-15
Saudara saudari yang terkasih,
hidup kita sesungguhnya adalah
perjalanan menuju Allah dengan mempertahankan nilai-nilai Kristiani. Melaksanakan
kehendak Allah dan berusaha menjadi sempurna seperti Bapa sempurna adanya. Tak
jarang dalam perjalanan tersebut kita mengalami apa yang saya sebut penyakit L
: lemah, letih, lesu, leuleus, lunglai dan letoy hingga kitapun berteriak ‘cape
deh’, mungkin ‘cape deh’ ini menjadi guyonan, tetapi bagi orang yang mengalami
sungguh-sungguh, sungguh capek hidup ini, mau apa lagi. Atau orang berkata
dalam tingkat yang lebih parah dan berkata : ‘sakitnya di sini’. Dan sungguh
bagi orang yang mengalami bukan lagi guyonan, sungguh-sungguh orang mengalami
sakit. Pada saat itu kita butuh diperbaharui agar kekuatan awal muncul,
semangat baru tumbuh.
Yesus menetapkan Ekaristi utk
merestorasi hidup spiritual kita agar kita dapat bertahan sebagai murid-muridNya.
Melalui Ekaristi, Ia memberikan diriNya sebagai bekal perjalanan sebagai murid Tuhan.
Saudara saudari yang terkasih,
seorang pelayan restoran menawarkan menu
kepada para tamunya, dan ia mulai berkata, “silakan, ini makanan enak-enak”.
Lalu sang tamu berkata, “mahal sekali,
mbak”.
“Ya namanya juga enak, makanya mahal”.
“Yang ini bagaimana, mbak?”
“Yang ini enak”.
“Kalau yang itu?”
“Enak juga”.
“Yang ini?”
“Enak juga”.
Lalu tamu itu berkata, “mbak pernah
coba?”
“Ya belum dong, mana mungkin saya bisa
kebayar segitu. Ya belum cukup”.
“Bagaimana mungkin tahu enak tetapi
belum mencicipi?”
Saudara saudari yang terkasih,
pada zaman Yesus hidup di Palestina itu berat
dan keras, berbatu-batu, berdebu, berbukit-bukit dengan iklim yang panas dan
kering. Biasanya rakyat mengadakan perjalanan dengan berjalan kaki. Hanya orang
kaya atau saudagar yang mengadakan perjalanan dengan naik unta atau keledai. Bisa
dibayangkan, kalau mengadakan perjalanan orang bisa sampai ke tujuan beberapa
hari. Untuk itu diperlukan tempat menginap, berteduh dan makan. Para pejalan
kaki membutuhkan tempat istirahat. Biasanya pelayan langsung mencuci kaki para tamu
yang kelelahan. Kaki direndam air hangat, dipijit-pijit, seperti refleksi saat
ini. Hingga terjadi pemulihan, ada restorasi, ada pembaharuan kekuatan, agar
bisa melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Dari situlah kita kenal kata
restoran, tempat makan untuk memulihkan kekuatan, menghilangkan rasa lapar.
Saudara saudari yang terkasih,
salah satu makna Yesus membasuh kaki
para Rasul adalah melepaskan rasa letih para murid dan memberi kekuatan baru
lewat perjamuan. Makanan dan minuman yang disajikan dalam restoran Yesus adalah
menu yang paling dibutuhkan oleh murid, agar dapat meneruskan perjalanan
perutusannya yang kelak akan dipercayakan Yesus. Menu yang disajikan oleh Yesus
adalah apa yang paling mahal yaitu hidupNya sendiri, “inilah TubuhKu, inilah DarahKu”.
Siapa yang telah menyantapNya dapat melaksanakan apa yang Tuhan minta, yaitu
meneruskan perjalanan, melayani sesama, mewujudkan kasih, menghadirkan Allah. Kata
Yesus, “jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka
kamupun wajib saling membasuh kakimu”.
Saudara saudari yang terkasih,
ada acara kuliner di televisi, banyak
sekali, antara lain: OK food, demen
makan, detektif rasa, wonderfood, masterchef dan lain-lain, baik di TV lokal,
nasional maupun internasional. Apa yang kita rasakan ketika kita nonton sajian
enak tanpa kita makan? Seperti pelayan menyajikan dan tahu enak tetapi tidak
pernah merasakan enak. Saya search di
internet ada banyak restoran yang menyajikan makanan mahal-mahal. Satu contoh, Las
Vegas 5.000 dolar untuk satu orang, di Salermo 9.315 dolar untuk satu orang dan
termahal di Fortress Resort Srilanka 14.500 dolar untuk sajian makan satu orang.
Apa rasanya? Mungkin bagi orang yang pernah, asal gaya saja pernah makan di
situ. Orang miskin tak bisa makan, atau orang yang punya uang pun kalau sakit
tak bisa makan juga.
Ekaristi bisa dimaknai juga sebagai
restoran spiritual bagi para murid Yesus. Bagai restoran enak yang dicari dan
dinanti, hingga orang antri. Ekaristi pun dinanti dan dicari oleh kaum beriman
yang sedang berziarah di dunia ini. Yang menjamu kita istimewa, Yesus, Ia
menjadi tuan rumah yang menjamu di restoran itu. Maka sebagaimana kita diundang
kita memberi hormat kepada tamu dan ketika perayaan Ekaristi kita juga memberi
hormat, macam-macam reaksi kita, tergantung kita menanggapi. Ada orang kaget
karena bunyi kring, baru memberi hormat. Apa yang kita tahu? Apakah sungguh
kita memberi hormat kepada Yesus yang hadir di situ? Di mana hati budi kita? Pernah
terjadi, suatu saat, ada seorang Ibu yang menyembah, membawa dua anak. Anaknya
ribut menyanyi, “he… ho… he…, waktu kring, Ibunya menyembah, langsung begitu selesai
memukul anak, menyembah lagi. Bagaimana mungkin seorang yang sungguh menyembah,
menghormati, pada saat yang sama menyakiti anaknya?
Tanpa Ekaristi kita tidak mungkin hidup sebagai
murid Yesus yang sejati. Melalui Ekaristi kita diteguhkan oleh Tuhan yang kita
imani dan kita ikuti. Yesus mewariskan kepada kita malam ini, apa yang sungguh
kita butuhkan. Yaitu bekal rohani yang mutlak untuk hidup. Yesus berkenan
menyatu dalam diri kita, agar kita kuat melaksanakan perutusanNya. Harga
menunya sangat mahal, tak terbayar, maka tidak ada harganya. Oleh karena itu
semua orang boleh hadir dalam restoran Yesus, dalam perjamuan Ekaristi. Siapapun
boleh datang, siapapun boleh ikut menyantap.
Saudara saudari yang terkasih,
marilah kita menjadi tamu yang menikmati
Ekaristi sebagai santapan yang kita rindukan saat ini. Jangan sampai kita hanya
menjadi seperti pelayan restoran atau penonton TV yang tidak pernah menikmati
menu nikmat yang disajikan dalam Ekaristi. Sakramen Ekaristi luar biasa, segala
sesuatu dapat diganti dengan teknologi yang baru, doa, puji-pujian, membaca
kitab suci. Tetapi ikut serta di dalam perayaan Ekaristi tidak dapat
tergantikan tanpa kehadiran kita di situ. Mudah-mudahan saat kita di rumah ini,
streaming, adalah saat kita memaknai
kembali Ekaristi. Merindukan Ekaristi, hingga suatu hari dapat menikmati Ekaristi
itu dan menghormati Yesus yang menjadi tuan rumah sekaligus menjadi santapan
dalam Ekaristi itu.
Jika kita alami, mengalami bahwa Ekaristi
sebagai restoran spiritual yang tanpanya kita mati, yang tanpanya kita letih
lesu, lemah tak berdaya, tentu ketika saatnya tiba, kita boleh ada kesempatan Ekaristi,
kita akan selalu mengusahakan untuk bisa makan dalam restoran tersebut. Berapapun
harganya, apapun usaha yang harus kita lakukan.
Mari kita rindukan Ekaristi dan ketika
saatnya nanti tiba, ada kesempatan Ekaristi, mari kita sungguh-sungguh Ekaristi,
sebagai warisan yang sangat berharga dari Yesus yang memberikan kepada kita, DiriNya,
agar kita kuat dalam perjalanan menghadirkan Allah, menyelamatkan diri,
membahagiakan kita semua, menunjukkan kasih satu sama lain.
No comments:
Post a Comment