Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Harian Jumat Paskah II 24 April 2020
Kapel Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
Wisma Keuskupan Bandung
Video : Jumat Paskah II 24 April 2020
Bacaan I Kis 5:34-42
Mazmur Tanggapan Mzm 27:1.4.13-14
Bacaan Injil Yoh 6:1-15
Saudara saudari yang terkasih,
pada umumnya orang berusaha memenuhi
kebutuhan sendiri sebelum ia mau dan mampu memberikan dan membagikan apa yang ia
punyai. Jangankan memberi atau
membagikan hati, budi, energi dan materi
untuk sesama yang bukan kerabat dan sahabatnya, untuk diri saja kadang-kadang
merasa kurang. Kita sering merasa tak cukup, padahal Allah memberi apa yang
kita butuhkan meski mungkin bukan apa yang kita inginkan. Allah memberikan
sesuatu kepada kita, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk
menjadi berkat bagi banyak orang. Maka tak heran kalau dimintai bantuan, ada orang
yang menjawab, “maaf, saya belum bisa membantu. Karena untuk diri sendiri, untuk
keluarga sendiri saja tak cukup. Jadi mohon maaf, bagaimana bisa membantu”. Maka
suatu kampung yang sangat sederhana, ada warganya yang sakit dan harus dibawa
ke rumah sakit, tidak mampu. Masing-masing keluarga berkata, ”kami tidak
mungkin menyumbang untuk itu”. Tetapi ketika mereka dihimpun, tergerak hatinya oleh
belas kasih, mereka menyumbang sedikit apa yang mereka punyai. Seluruh warga
itu akhirnya bisa membiayai satu orang ke rumah sakit dan orang itu bisa
selamat. Membantu sendiri mungkin tidak mampu, tapi membantu dengan banyak orang
menjadi mampu.
Ketika merenungkan Injil hari ini, saya
teringat juga rencana misa online ini
sejak awal hanyalah satu bulan. Sampai tanggal 22 April. Tetapi sebelum tanggal
22 April sudah banyak yang kawatir. Ada yang meminta melalui Romo Sekretaris
atau Romo Vikjen untuk diteruskan. Tapi di lain pihak ada juga beberapa orang yang
memberi nasehat, entah apa maksudnya, pasti baik : “lebih baik Bapa Uskup tidak
usah misa lagi online, diam di rumah,
apalagi nanti masa PSBB”, “nanti kita digerebek, nanti kita malu, nanti kita
viral”. Ada juga yang mengatakan, “jangan, jaga kesehatan! lebih baik istirahat
saja selama ini”, “jangan lebih baik mereka disuruh berdoa sendiri-sendiri”. Tapi
rupanya ada orang yang usul, ”bagaimana kalau kita coba di wisma keuskupan dengan
HP saja yang sederhana, sementara kita mendukung program pemerintah, PSBB”. Akhirnya
dengan HP satu yang biasa digunakan untuk satu orang, sekarang bisa disaksikan
oleh ribuan orang, karena diberkati Tuhan. Karena ada belas kasih dan untuk itu
pun harus berdoa mati-matian, “Tuhan, tolong supaya live streaming ini lancar”.
Saudara saudari yang terkasih,
gampang untuk mengatakan sudah selesai,
dan itu paling gampang. Tetapi mungkin banyak orang yang juga meminta yang
sederhana, rakyat yang membutuhkan sabda Tuhan. Yesus ingin tahu sejauh mana para
murid peduli pada mereka yang mendengarkan dan mengikutiNya, rakyat biasa, umat
yang tidak mengharapkan apa-apa, hanya mau mendengarkan Sabda Tuhan .
Kata Yesus, “di manakah kita akan
membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?” Mungkin jawaban yang dinanti
adalah, “baik Guru, kita usahakan, agar mereka semua dapat makan”, “tenang Guru,
kami akan berusaha keras supaya ada makanan dan mereka kenyang, sehingga
kehendak dan keinginan Guru dapat terlaksana”. Tetapi Filipus menjawab, “waduuuh…
susah Guru, mahal, tidak mungkin. Lebih baik mereka disuruh pulang saja dan Guru
beristirahat”. Andreas membuka jalan, “di sini ada seorang anak yang mempunyai lima roti dan dua ikan, tetapi
apakah artinya itu untuk semua orang sebanyak ini?” Rupanya Andreas pun
pesimis, entah takut repot, entah takut apa dan mendukung Filipus bahwa mereka
lebih baik disuruh pulang saja. Mereka belum memahami bahwa kalau ada belas
kasih pasti ada jalan, karena dalam belas kasih tidak ada jalan buntu. Dalam
belas kasih selalu ada harapan, yaitu kepercayaan bahwa Tuhan akan memberkati
melalui usaha kita, melalui apa yang dipersembahkan. Saat mempersembahkan apa yang
dipunyai dan menyerahkan pada Tuhan, untuk diberkati sebelum dibagikan, lima
roti dan dua ikan ini menjadi sumber rejeki lebih dari lima ribu orang yang
juga berdoa pada hari itu, “berilah rejeki kami pada hari ini”.
Di tangan Tuhan apa yang sedikit menjadi
berkat, apa yang tidak cukup menjadi berlimpah. Yang penting adalah, bukan apa
yang kita miliki, tetapi sejauh mana kita percaya kepada kemurahan Allah dan
sejauh mana kita mempunyai belas kasih.
Saudara saudari yang terkasih,
sebuah ketapel, plintengan, di tangan saya hanyalah sebuah mainan. Tetapi di tangan
Daud bisa mengalahkan musuh, menumbangkan Goliat. Dua ikan lima roti di tangan
saya hanya akan menjadi sandwich
ikan, tetapi di tangan Yesus bisa memberi makan ribuan orang. Paku dan kayu di
tangan saya, hanya bisa membuat, mungkin kandang burung. Tetapi di tangan Yesus,
salib, paku dan kayu menjadi salib yang menyelamatkan banyak orang, yang
menyelamatkan kita semua. Sesuatu itu tergantung ada di tangan siapa dan untuk
siapa dimanfaatkan.
Seratus juta rupiah di tangan seorang penjudi
bisa lenyap seketika. Jangankan seratus juta, satu milyard pun bisa lenyap
dalam waktu cepat. Seratus juta di tangan seorang pelancong cukup untuk biaya rekreasi
ke Eropa. Seratus juta di tangan rentenir bisa menyengsarakan banyak keluarga.
Tetapi seratus juta di tangan seorang donatur bisa menyelamatkan ribuan orang. Saya
kemarin melihat program share the will
yang dikatakan bagaimana mengakhiri kelaparan dunia, hanya dengan 50 sen, bisa menghidupi
satu orang secara penuh, makanan sehat. Maka seratus juta di tangan mereka bisa
memberi makan secara sehat 14.285 orang sehari. Kalau hidup kita diletakkan di
tangan Allah dan diarahkan pada sesama, hidup kita akan berbuah baik. Karena
segala sesuatu tergantung di tangan siapa berada. Semoga apa yang ada di tangan
saudara, apa yang ada di tangan kita, sungguh dapat menjadi berkat pada siapapun.
Mari kita letakkan apa yang kita miliki, apa yang kita punyai, kita letakkan
hidup kita di tangan Allah. Karena segala sesuatu tergantung di tangan siapa ia,
sesuatu itu, berada.
No comments:
Post a Comment