Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Minggu Prapaskah V 29 Maret
2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung
Bacaan I Yeh 37:12-14
Mazmur Tanggapan Mzm 130:1-2.3-4ab.4c-6.7-8
Bacaan II Rm 8:8-11
Bacaan Injil Yoh 11:1-45
Saudara saudari yang terkasih,
ada keadaan yang disebut dengan situasi
batas, di mana kita tidak bisa berbuat apapun kecuali menerima fakta. Yang
termasuk dalam situasi batas adalah sakit yang membawa maut, kematian dan dosa.
Wabah corona bisa digolongkan sebagai
salah satu situasi batas. Menghadapi situasi seperti itu, sering kita menjadi
tawar hati, kecewa, berat, gelap, tak tertanggungkan karena tiada lagi harapan.
Pintu sepertinya tertutup, jalan menjadi buntu, di situlah iman kita ditantang.
Bagi orang beriman tiada hal yang mustahil, yang tak ada harapan. Yesus adalah
harapan dalam situasi batas, di mana ada jalan buntu, di mana yang ada hanya
keputusasaan.
Saudara saudari yang terkasih,
saya mendengar banyak kesaksian orang tentang
mukjizat Ekaristi. Sepasang suami istri yang sudah tidak memiliki anak 12 tahun,
pergi kemana-mana. Ke dokter, usaha ke sana ke mari, memohon pada saat perayaan
Ekaristi secara khusus. Ketika hosti diangkat, ketika piala diangkat, “Tuhan,
jikalau Engkau berkenan, berbelas kasihlah kepada kami, perkenankan kami
menjadi orangtua”. Setelah ujud misa itu tidak lama kemudian mereka dikaruniai
anak.
Orang yang sakit jantung, yang
dinyatakan ada diduga penyumbatan dengan prosentasi yang luar biasa tinggi, setelah
perayaan Ekaristi, dokter menyatakan bersih seratus persen. Ada banyak mukjizat
lain, mungkin kita sendiri mengalami mukjizat-mukjizat itu, itulah saat di mana
pintu-pintu tertutup, dibuka.
Tahun 2010 Pastur Heribertus Kartono, OSC
menerbitkan buku dengan judul ‘Ketika Semua Jalan Tertutup’ yang berisi 14
kisah kesaksian nyata orang yang mengalami jalan buntu, tetapi iman kepada Allah
membuka jalan tersebut hingga terbuka.
- Seorang pelayan mengalami jalan buntu dibukakan jalan, ada dana, ada dukungan.
- Seorang yang mempunyai sakit kanker dapat bertahan hidup bahkan menjadi orang yang memberi pelayanan kepada mereka yang sakit.
- Orang yang mengalami suaminya meninggal dunia, buntu, tak berdaya tapi selalu ada jalan.
Saudara saudari yang terkasih,
dalam bacaan pertama Yeheskiel
menggambarkan situasi tanpa harapan bangsa Israel yang tidak mungkin diperbaiki.
Itulah situasi hancur lebur, luluh lantak berantakan tak karuan, tidak ada
harapan untuk menata dan menyusun kembali. Akan tetapi kuasa Allah mengatasi kekuatan
insani, melampaui pikiran manusiawi dan memberi jalan keluar di kala jalan
sudah buntu. Tulang kering yang berserakan di mana-mana, tak ada daging sebagai
lambang situasi batas yang tak mungkin dibangkitkan, kini dihembusi oleh Roh Allah.
Di situ Allah menjadi harapan, tulang tanpa dagingpun hidup menjadi manusia
kembali.
Saudara saudari yang terkasih,
dalam kebudayaan Yunani ada keyakinan bahwa
jiwa orang mati akan tetap tinggal dalam tubuh selama tiga hari sejak kematian.
Maka ada orang-orang ‘pintar’ yang masih bisa membangkitkan orang mati, batas
maksimal tiga hari, setelah tiga hari tidak mungkin orang macam apapun, tidak
mungkin bisa melakukannya.
Maka pada hari keempat jiwa itu pergi
dari tubuh selamanya dan tak pernah kembali. Tubuh mulai hancur dan menimbulkan
bau yang tidak enak. Itulah keadaan hancur lebur manusia kembali ke tanah, di
mana tiada lagi harapan sedikitpun akan kesembuhan, kepulihan apalagi
kebangkitan.
Marta menganggap percuma apa yang akan dilakukan
oleh Yesus, karena tubuh Lazarus sudah terbaring empat hari lamanya. Belum
pernah ada orang sehebat apapun, sesakti dan sesuci apapun, mampu membangkitkan
orang setelah empat hari. Justru dalam situasi insani yang tidak mungkin, Yesus
tampil sebagai harapan bagi manusia yang berduka. Apakah karena itu ia menunda kedatangan
sampai Lazarus telah empat hari? Ketika para muridNya berkata Lazarus sakit, “biarlah”.
Yesus sengaja menunda waktuNya untuk menyatakan, kalau nanti terjadi
kebangkitan, bukan kekuatan manusiawi, bukan kehebatan insani, tapi kuasa Allah
dan iman yang percaya dan mengandalkan Allah.
Di situ Yesus menyatakan Allah adalah
harapan dan hidup. Di mana tiada harapan lagi, dan yang ada hanya kematian,
bagi orang yang percaya, tidak mustahil bagi Allah. Yesus adalah pribadi yang
mampu melepaskan manusia dari ikatan kematian. Lazarus dihidupkan, “Lazarus,
segeralah keluar!” dan keluarlah ia, tetapi jalannya belum normal. Ia masih
diikat oleh kain kafan - bayangkan bagaimana orang yang diikat bisa berjalan, mungkin
lari seperti pocong - maka Yesus berkata, “lepaskanlah ikatan-ikatan itu!”, ia
sudah dibangkitkan tetapi belum berjalan normal. Yesus mengundang keterlibatan
manusia, partisipasi insani agar Lazarus bisa berjalan kembali, “buka”, padahal
dengan kuasaNya pun Yesus bisa membuka kain kafan itu, tetapi Ia sengaja
memberi kesempatan kepada manusia, kita, untuk terlibat dalam karya Ilahi dan
di situlah mukjizat terjadi, “lepaskanlah ikatannya!”
Mukjizat berasal dari Allah, karena ada
intervensi Ilahi tetapi selalu melibatkan kerja manusia melalui partisipasi
insani. Allah menghargai kerja dan tanggung jawab manusia untuk keluar dari
situasi tanpa harapan. Mukjizat terjadi juga karena kerja insani. Rahmat Ilahi
harus ditanggapi dengan iman insani. Maka mari mohon, Tuhan tambahkanlah iman
kami.
Ada saat-saat di mana kita mengalami
situasi batas ini, saudara saudari, pikiran kacau karena jalan serba buntu. Ada
banyak kisah :
- Seorang ibu hamil tujuh bulan di Kalimantan mati kelaparan sementara anaknya yang lain sekarat, karena perut kosong, tubuh mengalami dehidrasi, mati bersama.
- Seorang kaya menjadi gila karena anak kesayangannya menjadi pecandu narkotik.
- Seorang pemuda mati bunuh diri karena ditolak cinta.
- Seorang Bapak terpaksa berbuat dosa besar karena terpepet situasi.
- Sepasang orangtua meringis menangis karena anak tunggalnya mati mendadak.
Ada deretan kekecewaan
dan penderitaan, yang mungkin kita ketahui, atau bahkan kita alami, hingga
bertanya, “di mana Tuhan?” Pertanyaan semakin gencar ketka kita berusaha
menjadi anak Allah yang baik. Melakukan doa, pantang dan puasa serta amal. Dan
dalam keadaan itu mungkin kita berteriak seperti Yesus di atas salib itu, “Allahku mengapa Engkau
meninggalkan aku?” Yesus tidak pernah meninggalkan. Yesus adalah Tuhan yang
tergerak hatinya.
Hari ini kita
mendengar dalam Injil, Yesus menangis. Ia tidak malu menangis. Ada berapa
banyak setiap orang yang meninggal, ada berapa banyak orang yang setiap hari berduka.
Kita hari ini juga diajak untuk menangis, menangisi penderitaan, menangisi
kesalahan kita, menangisi dosa kita, menangisi karena kekurang percayaan kita.
Yesus adalah harapan
kita. Harapan itu justru bukan memaksakan kehendak manusia pada Allah, tetapi
menyerahkan kepada kebijaksanaan Ilahi, karena yakin bahwa Allah mampu
melakukan yang terbaik juga dalam situasi buntu, kecewa, mungkin putus asa
tanpa harapan, penyebaran wabah covid.
Kita diundang untuk berusaha dan bekerja keras sebisa mungkin, seraya percaya bahwa
kuasa Allah akan nyata, Allah berkuasa dan Allah bisa berbuat apa yang terbaik untuk
kita.
No comments:
Post a Comment