Wednesday, May 6, 2020

29 Maret 2020 Minggu Prapaskah V Th A/II

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Minggu Prapaskah V 29 Maret 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung

Video : Minggu Prapaskah V 29 Maret 2020

Kuasa Allah, Iman dan Kepercayaan

Bacaan I Yeh 37:12-14
Mazmur Tanggapan Mzm 130:1-2.3-4ab.4c-6.7-8
Bacaan II Rm 8:8-11
Bacaan Injil Yoh 11:1-45

Saudara saudari yang terkasih,
ada keadaan yang disebut dengan situasi batas, di mana kita tidak bisa berbuat apapun kecuali menerima fakta. Yang termasuk dalam situasi batas adalah sakit yang membawa maut, kematian dan dosa. Wabah corona bisa digolongkan sebagai salah satu situasi batas. Menghadapi situasi seperti itu, sering kita menjadi tawar hati, kecewa, berat, gelap, tak tertanggungkan karena tiada lagi harapan. Pintu sepertinya tertutup, jalan menjadi buntu, di situlah iman kita ditantang. Bagi orang beriman tiada hal yang mustahil, yang tak ada harapan. Yesus adalah harapan dalam situasi batas, di mana ada jalan buntu, di mana yang ada hanya keputusasaan.

Saudara saudari yang terkasih,
saya mendengar banyak kesaksian orang tentang mukjizat Ekaristi. Sepasang suami istri yang sudah tidak memiliki anak 12 tahun, pergi kemana-mana. Ke dokter, usaha ke sana ke mari, memohon pada saat perayaan Ekaristi secara khusus. Ketika hosti diangkat, ketika piala diangkat, “Tuhan, jikalau Engkau berkenan, berbelas kasihlah kepada kami, perkenankan kami menjadi orangtua”. Setelah ujud misa itu tidak lama kemudian mereka dikaruniai anak.
Orang yang sakit jantung, yang dinyatakan ada diduga penyumbatan dengan prosentasi yang luar biasa tinggi, setelah perayaan Ekaristi, dokter menyatakan bersih seratus persen. Ada banyak mukjizat lain, mungkin kita sendiri mengalami mukjizat-mukjizat itu, itulah saat di mana pintu-pintu tertutup, dibuka.

Tahun 2010 Pastur Heribertus Kartono, OSC menerbitkan buku dengan judul ‘Ketika Semua Jalan Tertutup’ yang berisi 14 kisah kesaksian nyata orang yang mengalami jalan buntu, tetapi iman kepada Allah membuka jalan tersebut hingga terbuka.
  • Seorang pelayan mengalami jalan buntu dibukakan jalan, ada dana, ada dukungan.
  • Seorang yang mempunyai sakit kanker dapat bertahan hidup bahkan menjadi orang yang memberi pelayanan kepada mereka yang sakit.
  • Orang yang mengalami suaminya meninggal dunia, buntu, tak berdaya tapi selalu ada jalan.
Ada banyak kisah lain dan mungkin itu adalah kisah kita sendiri.

Saudara saudari yang terkasih,
dalam bacaan pertama Yeheskiel menggambarkan situasi tanpa harapan bangsa Israel yang tidak mungkin diperbaiki. Itulah situasi hancur lebur, luluh lantak berantakan tak karuan, tidak ada harapan untuk menata dan menyusun kembali. Akan tetapi kuasa Allah mengatasi kekuatan insani, melampaui pikiran manusiawi dan memberi jalan keluar di kala jalan sudah buntu. Tulang kering yang berserakan di mana-mana, tak ada daging sebagai lambang situasi batas yang tak mungkin dibangkitkan, kini dihembusi oleh Roh Allah. Di situ Allah menjadi harapan, tulang tanpa dagingpun hidup menjadi manusia kembali.

Saudara saudari yang terkasih,
dalam kebudayaan Yunani ada keyakinan bahwa jiwa orang mati akan tetap tinggal dalam tubuh selama tiga hari sejak kematian. Maka ada orang-orang ‘pintar’ yang masih bisa membangkitkan orang mati, batas maksimal tiga hari, setelah tiga hari tidak mungkin orang macam apapun, tidak mungkin bisa melakukannya.
Maka pada hari keempat jiwa itu pergi dari tubuh selamanya dan tak pernah kembali. Tubuh mulai hancur dan menimbulkan bau yang tidak enak. Itulah keadaan hancur lebur manusia kembali ke tanah, di mana tiada lagi harapan sedikitpun akan kesembuhan, kepulihan apalagi kebangkitan.

Marta menganggap percuma apa yang akan dilakukan oleh Yesus, karena tubuh Lazarus sudah terbaring empat hari lamanya. Belum pernah ada orang sehebat apapun, sesakti dan sesuci apapun, mampu membangkitkan orang setelah empat hari. Justru dalam situasi insani yang tidak mungkin, Yesus tampil sebagai harapan bagi manusia yang berduka.  Apakah karena itu ia menunda kedatangan sampai Lazarus telah empat hari? Ketika para muridNya berkata Lazarus sakit, “biarlah”. Yesus sengaja menunda waktuNya untuk menyatakan, kalau nanti terjadi kebangkitan, bukan kekuatan manusiawi, bukan kehebatan insani, tapi kuasa Allah dan iman yang percaya dan mengandalkan Allah.

Di situ Yesus menyatakan Allah adalah harapan dan hidup. Di mana tiada harapan lagi, dan yang ada hanya kematian, bagi orang yang percaya, tidak mustahil bagi Allah. Yesus adalah pribadi yang mampu melepaskan manusia dari ikatan kematian. Lazarus dihidupkan, “Lazarus, segeralah keluar!” dan keluarlah ia, tetapi jalannya belum normal. Ia masih diikat oleh kain kafan - bayangkan bagaimana orang yang diikat bisa berjalan, mungkin lari seperti pocong - maka Yesus berkata, “lepaskanlah ikatan-ikatan itu!”, ia sudah dibangkitkan tetapi belum berjalan normal. Yesus mengundang keterlibatan manusia, partisipasi insani agar Lazarus bisa berjalan kembali, “buka”, padahal dengan kuasaNya pun Yesus bisa membuka kain kafan itu, tetapi Ia sengaja memberi kesempatan kepada manusia, kita, untuk terlibat dalam karya Ilahi dan di situlah mukjizat terjadi, “lepaskanlah ikatannya!”
Mukjizat berasal dari Allah, karena ada intervensi Ilahi tetapi selalu melibatkan kerja manusia melalui partisipasi insani. Allah menghargai kerja dan tanggung jawab manusia untuk keluar dari situasi tanpa harapan. Mukjizat terjadi juga karena kerja insani. Rahmat Ilahi harus ditanggapi dengan iman insani. Maka mari mohon, Tuhan tambahkanlah iman kami.

Ada saat-saat di mana kita mengalami situasi batas ini, saudara saudari, pikiran kacau karena jalan serba buntu. Ada banyak kisah :
  • Seorang ibu hamil tujuh bulan di Kalimantan mati kelaparan sementara anaknya yang lain sekarat, karena perut kosong, tubuh mengalami dehidrasi, mati bersama.
  • Seorang kaya menjadi gila karena anak kesayangannya menjadi pecandu narkotik.
  • Seorang pemuda mati bunuh diri karena ditolak cinta.
  • Seorang Bapak terpaksa berbuat dosa besar karena terpepet situasi.
  • Sepasang orangtua meringis menangis karena anak tunggalnya mati mendadak.

Ada deretan kekecewaan dan penderitaan, yang mungkin kita ketahui, atau bahkan kita alami, hingga bertanya, “di mana Tuhan?” Pertanyaan semakin gencar ketka kita berusaha menjadi anak Allah yang baik. Melakukan doa, pantang dan puasa serta amal. Dan dalam keadaan itu mungkin kita berteriak seperti Yesus di atas  salib itu, “Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku?” Yesus tidak pernah meninggalkan. Yesus adalah Tuhan yang tergerak hatinya.

Hari ini kita mendengar dalam Injil, Yesus menangis. Ia tidak malu menangis. Ada berapa banyak setiap orang yang meninggal, ada berapa banyak orang yang setiap hari berduka. Kita hari ini juga diajak untuk menangis, menangisi penderitaan, menangisi kesalahan kita, menangisi dosa kita, menangisi karena kekurang percayaan kita.

Yesus adalah harapan kita. Harapan itu justru bukan memaksakan kehendak manusia pada Allah, tetapi menyerahkan kepada kebijaksanaan Ilahi, karena yakin bahwa Allah mampu melakukan yang terbaik juga dalam situasi buntu, kecewa, mungkin putus asa tanpa harapan, penyebaran wabah covid. Kita diundang untuk berusaha dan bekerja keras sebisa mungkin, seraya percaya bahwa kuasa Allah akan nyata, Allah berkuasa dan Allah bisa berbuat apa yang terbaik untuk kita.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...