Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Harian Kamis Prapaskah V 2 April 2020
Gereja Santo Michael Waringin Bandung
Bacaan I Kej 17:3-9
Mazmur Tanggapan Mzm 105:4-5.6-7.8-9
Bacaan Injil Yoh 8:51-59
Saudara saudari yang terkasih,
secara khusus juga pagi ini menyapa para
suster Penyelenggara Ilahi yang biaranya ada di sebelah gereja ini, yang hari
ini empat orang hadir di sini.
Setiap orang mempunyai janji tertentu. Entah
yang diucapkan resmi bersifat publik ataupun bersifat pribadi, tak resmi. Baik
janji itu diucapkan kepada sesama manusia ataupun dijanjikan kepada Tuhan. Janji
selalu mengandung nilai yang baik, yang membahagiakan, yang membawa damai
sejahtera, yang memberi harapan ke depan. Janji apa yang pernah kita sampaikan
pada sesama kita atau yang pernah kita ucapkan kepada Tuhan, baik resmi ataupun
tidak resmi?
Ada macam-macam janji, ada janji dua sejoli,
ada janji sahabat, ada kontrak kerja, ada janji perkawinan, ada janji baptis,
ada kaul religius, ada janji imamat, ada sumpah jabatan dan masih banyak janji-janji
lain. Apakah kita sudah menepati janji-janji tersebut dengan baik? Ada pepatah ‘merpati
tak pernah ingkar janji’, tapi kan kita bukan merpati jadi kadang-kadang lupa pada
apa yang dijanjikan.
Saudara saudari yang terkasih,
Allah mengadakan perjanjian dengan
Abraham, yang awalnya bernama Abram, yang berarti Bapa yang Dimuliakan. Pada
usia 99 tahun, Allah mengubah namanya menjadi Abraham, Bapa Segala Bangsa. Dalam
nama itu terkandung janji Allah, bahwa Abraham dan keturunannya mudah-mudahan
ingat akan janji Tuhan dan apa yang Tuhan minta dari mereka. Allah akan
memberkati Abraham dengan keturunannya, dengan banyak dan tanah yang luas,
subur, makmur. Kitab Suci beberapa kali menggambarkan tanah yang berlimpah susu
dan madu.
Janji Allah membuat Abraham damai dan
sejahtera. Allah tidak menuntut banyak dari Abraham, tetapi satu hal, gampang-gampang
susah, memegang janji untuk menjadikan Allah satu-satunya Tuhan dan menuruti firmanNya.
Dari pihakmu engkau harus memegang perjanjian, engkau dan keturunanmu turun
temurun.
Yesus adalah sabda yang menjadi manusia.
Perwujudan janji Allah yang sempurna. Ia hendak memperbaharui Pernjanjian Lama.
Dialah manusia yang taat pada apa yang
dijanjikan manusia pada Allah. Ia datang untuk melaksanakan kehendak Allah.
Dalam Injil hari ini Yesus mengingatkan
kita, mengingatkan para pendengarNya untuk menurutiNya agar tidak binasa sebagaimana
Dia sendiri menuruti firman Allah karena Ia sungguh mengenal Allah.
Saudara saudari yang terkasih,
kita tidak menghendaki social atau physical distancing ini, tetapi kita terpaksa menjalaninya demi
kebaikan bersama. Peristiwa yang tidak nyaman ini, bisa menjadi momen refleksi
akan apa yang pernah kita janjikan, baik kepada sesama atau Tuhan untuk hidup
saling mengasihi satu sama lain sebagai manusia sederajat. Momen ini menjadi
kesempatan bagi keluarga yang bersama-sama, untuk saling mendekatkan diri satu
sama lain. Suami istri mengingat kembali janji perkawinan mereka. Orangtua
mengingat kembali janji yang diucapkan di hadapan altar untuk mendidik anak-anak
dengan baik. Menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak. Demikian juga bagi kita
para imam, biarawan, biarawati, janji apa yang pernah kita janjikan di hadapan
Tuhan?
Berhadapan dengan kekejaman virus corona, covid19, tak ada orang kaya dan orang miskin,
tidak ada orang hitam, putih, kuning
ataupun bule, tidak ada orang Asia, Afrika, Eropa, Amerika atau Australia, semua
menjadi rentan untuk direnggut maut.
Saudara saudari,
semoga pengambilan jarak secara fisik, sosial distancing membentuk social caring, di mana orang menjadi peduli satu sama lain, dengan berbagi
hati, budi, materi, energi dan rejeki. Kita bersyukur ada begitu banyak donatur,
filantropi, orang-orang yang menaruh kasih pada manusia, yang membagikan
rejekinya. Lebih dari itu, saat ini ada begitu banyak artis, saya baca di media,
yang melelang barang-barang berharga dan kesayangannya, menghimpun dana
sedemikian besar dan hasilnya diberikan untuk donasi bagi pengentasan atau bagi
mereka yang membutuhkan dalam situasi seperti ini.
Semoga pengambilan jarak secara fisik melahirkan
kedekatan spiritual, di mana orang makin melekat satu sama lain secara
spiritual, saling mendoakan, apapun agama dan kepercayaannya, apapun kulit dan
latar belakang sosial.
Semoga ketidakmungkinan hadir dalam Ekaristi
ini juga membuat kita makin rindu, makin paham akan pentingnya hadir secara
aktif dalam Ekaristi yang adalah sumber dan puncak iman. Masa penutupan diri
baik secara sosial maupun secara personal kiranya menjadi saat refleksi, sejauh
mana saya sudah memenuhi janji atau sumpah saya kepada orang atau kepada Tuhan.
Dan sejauh mana kita mengenal Tuhan dan sungguh menuruti firmanNya, sebagaimana
Yesus hari ini bersabda, “sungguh, barangsiapa mengikuti firmanKu, ia tidak akan
mengalami maut sampai selama-lamanya”.
No comments:
Post a Comment