Friday, May 8, 2020

3 Mei 2020 Minggu Paskah IV Th A/II


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Minggu Paskah IV 3 Mei 2020
Gereja St. Petrus Katedral Bandung


Bacaan I Kis 2:14a.36-41
Mazmur Tanggapan Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6
Bacaan II 1 Ptr 2:20b-25
Bacaan Injil Yoh 10:1-10


Saudara saudari yang terkasih,
setiap orang mempunyai pekerjaan dan kewajiban. Dipanggil menjadi gembala bagi mereka yang berada di bawah tugas dan tanggung jawabnya. Namun tidak semua orang mempunyai relasi dan reaksi dengan kualitas yang sama, ada yang bertanggungjawab penuh dedikasi tinggi, tetapi ada juga yang bermalas-malasan atau asal-asalan, ada yang sangat menghiraukan tetapi sebagian tak peduli. Kualitas ini salah satunya tergantung dari besarnya rasa memiliki, sense of belonging, terhadap apa yang menjadi tugasnya dan niat untuk berdedikasi serta berkurban diri terhadap mereka yang dipercayakan kepadanya.

Saudara saudari, saya meneruskan anekdot minggu lalu, yang berakhir pada pesan Suster yang mendapat penampakan Yesus kepada Uskup. Pesannya adalah bertobatlah dan percayalah pada Injil, sampai situ.
Lalu Uskup itu berkata, “Suster, sana pulang! Kalau menampakkan diri lagi, katakan, sampaikan kepada Yesus bahwa saya sudah bertobat dan percaya pada Injil”. Pulang.
Minggu depannya datang lagi, “Bapa Uskup, Bapa Uskup, Yesus menampakkan diri lagi, dan memberi pesan kepada Bapa Uskup. Kata Yesus: bagus! Uskup bertobat dan percaya pada Injil!”
Mendengar itu,  baru kali ini Uskup lega dan senang, “sampaikan nanti terima kasih kepada Yesus, saya percaya bahwa Yesus sungguh menampakkan diri. Sekarang kamu pulang!”
“Tidak Bapa uskup, tapi begini… masih ada lanjutan”.
“Apa lagi tapi tapi?”
“Kata Yesus, bertobat dan percaya pada Injil saja tidak cukup!”
“Lalu?”
“Jadilah gembala yang baik!”
Mendengar itu Uskup bilang, “ah, Suster ini, saya kurang baik apa? Lihat! Saya itu sudah berbuat baik dan sebaik-baiknya”.
Suster menjawab, “betul Bapa Uskup, Bapa Uskup itu orang baik, bahkan sangat baik. Tapi sudahkah menjadi gembala yang baik?”
Mendengar itu ia berkata, “sudah pulang! Kalau ada penampakan lagi, nggak usah bilang--bilang lagi sama saya. Pulang!”

Saudara saudari yang terkasih,
bertobat dan percaya pada Injil, bagus! Tapi kemudian apa yang kita lakukan? Tidak cukup hanya bertobat dan percaya kepada Injil, tapi komitmen apa sebagai wujud iman dari pertobatan dan kepercayaan kita itu? Dalam Injil, Yesus menjelaskan perbedaan antara pemilik dengan upahan. Kedua-duanya gembala, tetapi kualitasnya sangat berbeda.
  • Perbedaan pertama : ada rasa memiliki. Kualitas ini menyebabkan pemilik punya rasa tanggung jawab dan dedikasi yang lahir dari cinta, sedangkan upahan, mungkin punya dedikasi, tapi tidak berasal dari kasih tetapi dari motivasi ekonomis untuk mendapatkan sesuatu, yaitu upah. Maka hanya pemiliklah yang sebenarnya layak disebut gembala.
  • Perbedaan kedua:  adalah kualitas cinta. Gembala punya agape, yaitu cinta habis-habisan demi domba, cinta agape itu memberi dan memberi sedangkan upahan memiliki eros yaitu cinta rayuan, cinta guna mendapatkan imbalan, mungkin ia bekerja keras tetapi agar mendapatkan sesuatu yang lebih.
  • kualitas ketiga : adalah berani berresiko. Gembala mengambil resiko bahkan rela kehilangan nyawa demi dombanya sedangkan upahan tidak ambil pusing dengan nasib domba karena ada jarak antara domba dengan dirinya. Ia berusaha berbuat baik, bukan demi domba tetapi demi tuan pemilik domba agar mendapat upah lebih. Ia tidak mau mengambil resiko. Kalau ada serigala datang atau perampok masuk, lebih baik lari, lebih baik kehilangan pekerjaan daripada kehilangan nyawa, mati.
Yesus hari ini menyatakan: “Akulah gembala yg baik”, ada tujuh pernyataan Yesus ‘Akulah’. Hari-hari biasa kemarin, satu minggu, ‘Akulah Roti Kehidupan’. Tadi disebut juga : ‘Akulah Pintu’ dan yang sekarang ketiga : ‘Akulah Gembala Yang Baik’. Ia rela mati di kayu salib demi manusia dombaNya, sebagaimana kita dengar dalam bacaan pertama.
Sabda Yesus “Akulah”, dalam Injil Yohanes berarti juga bagi para murid : ‘kamulah gembala yang baik’. Para murid Kristus dipanggil untuk memantapkan identitasnya dan berkata, “kamilah gembala yang baik”. Namun pernyataan ini bukan sekedar semboyan atau pernyataan atribut, tetapi suatu aktivitas yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari ‘kamilah gembala yang baik’. Untuk dapat menjadi gembala yang baik, orang dituntut untuk bersumber kepada Sang Gembala Baik dan mengakar pada Sang Pokok Anggur. Yesus menyerahkan domba-dombaNya kepada mereka yang mencintaiNya. Maka sebelum Yesus memberikan tugas penggembalaan kepada Petrus, Yesus bertanya kepada Petrus, “Simon anak Yohanes, apakah engkau mencintai Aku?” Setelah tiga kali dengan pertanyaan yang sama dan jawaban yang sama, jawaban Petrus adalah, “ya Tuhan, aku mencintai Engkau”. Yesus berkata, “gembalakanlah domba-dombaKu. Hanya kepada mereka yang mencintai Tuhan, Tuhan berkenan menyerahkan domba-dombaNya untuk digembalakan.

Saudara saudari yang terkasih,
kita dipanggil untuk menjadi gembala yang baik bagi mereka yang dipercayakan kepada kita. Dalam arti sempit, gembala adalah para Imam, hirarki : Uskup, Kardinal, Paus, gembala kita. Dalam arti luas, setiap orang dari kita adalah gembala. Orangtua menjadi gembala bagi anak-anak, dan kelak anak-anak menjadi gembala bagi orangtua yang sudah lansia. Guru bagi murid, pegawai bagi bawahan, pejabat bagi rakyat. Kita menjadi gembala bagi siapa?

Tuhan akan menyerahkan domba kepada penggembalaan kita yang berkomitmen menjadi gembala yang baik. Hal ini tergantung sejauh mana kita mencintai Sang Gembala Baik dan bersatu dengan Yesus Sang Pokok Anggur. Maka sebelum menggembalakan sesama kita, kita patut menjawab pertanyaan Yesus, “apakah engkau mencintai Aku?” Kalau kita menjawab, “ya Tuhan, aku mencintaiMu”, maka kita layak mendapat kepercayaan untuk menggembalakan domba-domba yang Tuhan percayakan kepada kita. Kalau kita menjawab “ya”, Tuhan makin mempercayakan. Kalau kita makin dipercaya makin lebih banyak orang yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Dan Tuhanpun akan berkata, “gembalakanlah domba-dombaKu!” Menjadi gembala yang baik bagi Sri Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium 24 dan pada kesempatan-kesempatan lain, jadilah gembala yang berbau domba. Berbau domba artinya bau-baunya tuh domba, dekat dengan domba. Yaitu gembala yang berada di belakang domba mendorong yang lemah, berada di tengah menyemangati yang berjalan bersama serta berada di depan memimpin sebagai teladan yang baik.

Mari menjadi gembala yang baik bagi mereka yang dipercayakan Tuhan kepada kita.
Mari berdoa bagi para Imam, calon gembala. Mari berdoa bagi Hirarki yang menjadi gembala di Gereja Katolik. Mari berdoa bagi mereka semua yang dalam arti luas diserahi Tuhan menjadi gembala bagi domba-dombaNya.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...