Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Paskah 12 April 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung
video : Misa Minggu paskah 12 April 2020
Bacaan I Kis 10:34a.37-43
Mazmur Tanggapan Mzm 118:1-2.16ab-17.22-23
Bacaan II Kol 3:1-4
Bacaan Injil Yoh 20:1-9
Saudara saudari yang terkasih,
ada saat di mana orang mengalami
terpuruk hingga tak berdaya seperti mati rasanya. Maka tak heran kalau ada orang
yang mati selagi ia masih hidup. Orang yang tak punya harapan butuh pribadi
atas peristiwa yang membangkitkannya, yang menyadarkan bahwa Allah begitu
mengasihinya dan selalu menyertai hidupnya.
Ada suatu ilustrasi kecil,
seorang kakek di Italia berusia 93 tahun
terjangkit virus corona. Pada saat
pulih, para dokter memberi tahu bahwa ia diselamatkan karena ventilator dan
diberi tahu juga berapa harga sewa ventilator. Ia menangis tersedu-sedu. Para
dokter tenaga medis mulai menghiburnya, dan berkata, “jangan kawatir soal
bayaran”. Ia berkata, “saya menangis bukan karena harus membayar 5000 euro per
hari, tetapi saya menangis karena selama ini, 93 tahun saya diberi oksigen oleh
Tuhan dan saya tidak tahu terima kasih. Berapa yang harus saya bayar untuk
oksigen bersih selama 93 tahun pada Tuhan?” (93 tahun kali 365 atau 366 sekitar
34.000 kali 5000 euro sekitar 170 juta kali 17 ribu sekian kurs hari ini
sekitar 3 trilyun). Mendengar itu dokter turut menangis. Di bawah itu ditulis,
kebenaran cerita tidak dapat diverifikasi. Tetapi kata-kata dari kisah itu yang
menarik, berapa besar hutang kita kepada Allah. Bahwa penyakit dan kesembuhan
itu menyadarkan ia bahwa Tuhan menyertainya dan Tuhan mengasihinya. Itulah
kebangkitan. Itulah paskah, menyadari kebaikan dan kasih Allah yang begitu
besar kepada kita.
Saudara saudari yang terkasih,
peristiwa kematian Yesus telah
menyebabkan para Rasul berduka dan tinggal dalam suasana kematian, takut, tanpa
semangat. Tetapi warta kebangkitan Tuhan mendorong para Rasul untuk bangun dari
duka, serta berlari mencari Yesus yang bangkit. Murid terkasih, Yohanes,
ternyata tiba di kuburan lebih dahulu. Apa yang membuat ia bisa cepat sampai? Adalah
tarikan cinta yang dialami bersama Yesus. Jadi balapan dengan Petrus tapi
duluan, entah motong jalan, entah lari lebih dahulu. Dan itulah simbol. Simbol ketuaan,
simbol spiritualitas yang tergopoh-gopoh untuk sampai dan datang kepada Yesus yang
bangkit pun, sementara gairah cinta Yohanes yang berkobar-kobar, begitu
mendengar bangkit, sebetulnya sudah yakin Tuhan sungguh bangkit. Murid itulah yang
pertama percaya ketika melihat kain kafan. Murid itu tidak perlu masuk karena
memang sudah mengalami kebangkitan Yesus dalam perjalanan. Ia tidak butuh masuk
ke dalam kubur, tetapi akhirnya ia masuk juga ke dalam kubur, bukan untuk membuktikan
bahwa Yesus bangkit, tetapi untuk menarik keluar, untuk mengajak kembali Rasul
lain yaitu Petrus dari kubur. Jangan berdiam diri dalam kubur, terpesona dalam
lubang kematian. Melainkan harus pergi, jauh meninggalkan lubang kubur itu, agar
bisa hidup bersama dengan Yesus yang bangkit, bukan Yesus yang mati, yang
tubuhNya tadi terbaring di sana. Yesus tidak ada lagi di dalam kubur. Ia ada
dalam kehidupan. Apa yang menyebabkan Yohanes bisa lebih cepat dari Petrus? Adalah
cinta dan kesetiaan Yohanes pada Yesus. Murid terkasih itu adalah murid yang
paling setia mendampingi Yesus kapan, di mana dan dalam keadaan apapun. Dalam keadaan
gembira ketika berkeliling berbuat baik, dalam keadaan pesta, dalam keadaan
berduka saat sakratul maut di taman Getsemani, saat menderita, wafat dan menghembuskan
nafas di kayu salib, Yohanes hadir di situ. Karena itulah Yohanes disebut murid
yang terkasih.
Saudara saudara,
kebangkitan Yesus bukan hanya pewartaan tetapi
pengalaman langsung para murid yang ikut juga bangkit. Ada transformasi
kehidupan, dari loyo menjadi semangat, dari duka menjadi sukacita, dari takut
menjadi berani, dari orientasi kepentingan duniawi menjadi kebutuhan surgawi. Ada
pengalaman, Yesus hidup dan mengasihi, seperti kisah Opa Italia yang menyadari
kasih Allah melalui oksigen selama 93 tahun. Oksigen yang memungkinkannya
hidup. Hidup kita tidak lepas dari ikatan kematian dan dosa. Ada perbuatan dan
perkataan buruk yang membuat kita mungkin tetap tinggal dalam lubang kematian
sehingga kita merasa susah dan gelisah. Yesus mengajak kita untuk bangkit meninggalkan
lubang kematian, meninggalkan pengalaman dosa, kegagalan pada masa lalu, sakit
hati, dendam, luka batin. Kebangkitan berarti membebaskan diri dari rasa takut
akan siapa dan pada siapa saja, hanya takut pada Tuhan. Kebangkitan berarti
mencari Tuhan di tempat yang memberi kehidupan, bukan di tempat-tempat yang
membuat kita terpuruk, jatuh dalam dosa. Kebangkitan bukan sekedar ajaran atau
pewartaan, tetapi harus menjadi pengalaman pribadi, yaitu saya hidup baru dalam
tobat dan cinta, saya mengalami bahwa Yesus hidup. Ia mengasihi kita, Allah
selalu menyertai kita.
Orang yang mengalami kebangkitan, akan
hidup seperti murid terkasih. Mengalami dicintai Tuhan dan sungguh mencintai Tuhan.
Itulah yang dialami oleh Yohanes, murid yang terkasih, sehingga ia setia pada Yesus
kapan dan di manapun juga. Dalam situasi susah maupun senang, dalam suka dan
duka. Semoga saudara saudari yang terkasih, dalam keadaan apapun kita setia pada
Yesus sebagaimana Ia telah setia dan mengasihi kita terlebih dahulu.
No comments:
Post a Comment