Friday, May 8, 2020

6 Mei 2020 Rabu Paskah IV


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Harian Rabu Paskah IV 6 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus 
Wisma Keuskupan Bandung



Bacaan I Kis 12:24-13:5a
Mazmur Tanggapan Mzm 67:2-3.5.6.8
Bacaan Injil Yoh 12:44-50


Saudara saudari yang terkasih,
ada cerita, seorang buta baru saja berkunjung ke rumah temannya. Tak terasa hari sudah malam saat ia pamit. Waktu pamit temannya berkata,
“tolong bawa lentera ini agar kamu tidak bertabrakan dengan orang lain di jalan, karena malam ini gelap sekali tak ada bulan”.
Jawab temannya yang buta tersebut,
“saya tidak butuh lentera, karena saya buta. Saya sudah hapal di jalan, gelap dan terang sama saja bagi saya”.
Tapi temannya menjawab,
“tidak! Kamu harus membawa lentera ini. Bukan untuk menerangimu, tetapi untuk menerangi orang yang tidak buta, supaya tidak menabrak kamu”.
Akhirnya ia menerima lentera itu. Dalam perjalanan pulang termyata ia bertabrakan dengan satu orang dan ia marah, karena merasa membawa lentera,
“dasar! Apakah kamu buta? Kamu tidak melihat aku!”
Mendengar reaksi marah itu, orang yang bertabrakan itupun marah juga,
“apakah kamu yang tidak buta? Kamu membawa lentera, tetapi lenteranya mati!”
Lalu ia menyadari, karena tidak tahu lenteranya mati,
“mohon maaf, saya memang buta”.
Menyadari itu, lalu orang yang bertabrakan minta maaf juga dan menyalakan lenteranya. Dalam perjalanannya, ia yakin sekarang lenteranya sudah menyala. Ia jalan cepat-cepat dan bertabrakan lagi. Lalu ia merasa bahwa ada panas, bahwa lenteranya pasti tidak mati, kenapa orang tidak melihat, lalu ia berkata,
“hei! Apakah kamu tidak melihat lentera saya? apakah kamu buta?”
Dan orang yang bertabrakan itu pun menyahut,
“kamu juga! Apakah kamu tidak melihat lentera saya? Apakah kamu buta?”
Lalu yang satu menjawab,
“ya, saya buta”.
“Ya saya juga buta”.
Dua lentera ternyata tidak berguna untuk dua orang yang buta.

Saudara saudari yang terkasih,
kebutuhan kita akan cahaya meningkat saat kita memasuki malam dan berada di tempat tertutup. Kebutuhan akan cahaya menjadi lebih besar lagi saat kita berada atau mencari sesuatu di tempat gelap. Cahaya justru diredupkan, dibuat gelap remang-remang pada tempat tertentu, agar aktivitas yang sedang berlangsung tidak kentara jelas dan identitas pelakunya tidak nyata terlihat. Orang yang berniat jahat biasanya menyukai kegelapan. Orang yang tak mau bertobat, menolak Yesus Terang Dunia. Yesus menyatakan diri, “Akulah Terang Dunia”, dua kali dalam Yohanes 8:12; 9:5 pernyataan Yesus yang keempat, Akulah terang dunia, lanjutnya, “barang siapa yang mengikuti Aku tidak berjalan dalam kegelapan melainkan ia akan mempunyai terang hidup”. Yesus datang ke dunia membawa terang di tengah dunia yang diliputi oleh kegelapan dosa. Anehnya mengapa orang yang berada dalam gelap tidak menyukai terang. Karena normalnya orang mencari terang. Siapa yang tidak terusik, kalau perbuatan dosanya digugat, jangankan digugat, disentilpun emosinya bisa naik. Rupanya ada orang yang sudah terbiasa hidup di dalam kegelapan, dikuasai oleh nafsu dan naluri, menyukai kelemahan dan menikmati dosa. 

Yesus terus meyakinkan para pendengarNya, dalam Injil hari ini berkata, “Aku datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepadaKu jangan tinggal di dalam kegelapan”. Percaya mengandaikan pertobatan. Meninggalkan kegelapan dosa adalah buah pertobatan. Akhirnya orang bukan hanya hidup dalam terang, mengikuti dan menghidupi Sabda Yesus saja seperti yang terjadi pada para murid bacaan pertama, Paulus dan Barnabas, tetapi juga menjadi terang bagi sesama, membawa pertobatan banyak orang, sehingga bukan dirinya saja yang selamat, tetapi juga orang lain mendapat berkat. Paulus, Saulus sebelum bertobat, ia merasa melihat, sebagaimana kita dalam kegelapan, begitu keluar dari ruang gelap, memasuki ruang yang terang, kita merasa silau. Itulah yang dialami Saulus dalam Kisah Para Rasul 9, ia hidup dalam kegelapan, berjumpa dengan Yesus Terang Kehidupan secara ajaib dan ia mengalami silau dan mengalami kebutaan. Akhirnya ia mengalami penglihatan yang sejati setelah ia bertobat menjadi Paulus, ia menjadi terang dunia seperti yang diamanatkan Yesus kepada para muridNya, “kamu adalah terang dunia”. Yang diibaratkan oleh Yesus bagaikan kota yang terletak di atas gunung, tidak mungkin tersembunyi. Di tengah kegelapan kita akan melihat kota yang di atas gunung, terang benderang.

Saudara saudari yang terkasih,
seorang murid Yesus yang mempunyai terang hidup akan menarik banyak orang, walau tak bicara eksplisit tentang Tuhan dan tak ada maksud memberi kesaksian iman. Orang akan merasa ada cahaya yang memancar dari hidupnya, hingga orang terdorong mengikutinya atau setidaknya mencari tahu apa rahasia di balik hidupnya. Ternyata ada Tuhan yang menerangi jalan hidupnya. Ada lentera. Dalam keadaan fisik apapun, dalam keadaan sosial ekonomi apapun, ada terang kehidupan yang menjadi cahaya yang menuntun perjalanan hidupnya. Cahaya orang baik dan benar membuat kegelapan orang disekitarnya menjadi lebih kentara, yang mudah-mudahan membuat orang-orang tersebut melek akan kelemahannya dan sadar akan dosanya hingga berbalik kepada Tuhan. Marilah kita hidup sedemikian rupa, hingga kita tidak menjadi batu sandungan yang membuat orang saling bertabrakan, tetapi menjadi cahaya yang saling menerangi kehidupan bersama.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...