Friday, May 8, 2020

5 Mei 2020 Selasa Paskah IV


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Harian Selasa Paskah IV 5 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus 
Wisma Keuskupan Bandung



Bacaan I Kis 11:19-26
Mazmur Tanggapan Mzm 87:1-3.4-5.6-7
Bacaan Injil Yoh 10:22-30


Saudara saudari yang terkasih,
kita kadang mendengar ada orang atau kelompok yang radikal atau fundamental. Mereka hanya mau mendengarkan apa yang mereka ingin dengarkan, entah benar atau salah. Kalau ada sesuatu yang di luar kehendak mereka, mereka segera menutup telinga, tak mau mendengarkan. Yesus berhadapan dengan orang-orang macam ini yang tertutup hatinya pada kebaikan Tuhan dan tertutup budinya pada kebenaran Ilahi. Mereka bukannya kawanan domba, maka suka ngomel dan maunya protes karena tak mengenal dan tak mendengarkanNya. Sebaliknya pengikut Yesus secara utuh tanpa pilih-pilih dan tanpa pilah-pilah mendengarkan apa yang dikatakan dan dilakukan Yesus semasa hidupNya. Hidup mereka disebut Kristen, yaitu pengikut Kristus.

Saudara saudari yang terkasih,
Yesus Sang Gembala Baik mengajar para muridNya untuk menjadi gembala yang baik sekaligus menjadi domba yang baik. Domba yang baik mendengarkan, mengerti, mengikuti gembalanya. Domba yang baik mengalami at home bersama gembalanya, sedangkan domba yang nakal atau mereka yang bukan termasuk domba, tidak betah, bahkan segera menolak gembalanya. Kata-kata baik penuh belas kasih ditangkap sebagai penghinaan yang menyinggung perasaan mereka yang tak mau mendengarkan secara utuh. Maka mereka bertanya kepada Yesus tentang kebenaran, “apakah Engkau Mesias?” Yesus sudah menjelaskan, tetapi mereka tidak percaya juga, karena mereka tidak mendengarkan apa yang mereka harapkan. Para murid diminta mendengarkan secara utuh, tidak sepotong-sepotong. Mereka yang mengikuti dan menghidupi perkataan dan perbuatan Yesus secara utuh disebut sebagai Kristen sejak di Anthiokia, sebagaimana kita dengarkan dalam bacaan pertama. Merekalah yang menjadi cikal bakal gereja, sekelompok orang yang percaya, kawanan domba Yesus yang mendengarkan dan mewujudkan Sabda Yesus secara utuh.

Saudara saudari yang terkasih,
kita biasa menerima Surat Gembala yaitu seruan pastoral, moral dan spiritual Uskup kepada umatnya. Pernah ada surat domba kepada gembala, yang berisi keluhan dan kritikan pada gembala tertentu. Ini tak biasa, tapi kok sekarang agak jadi biasa. Pernah saya diperlihatkan oleh rekan Uskup, sebuah WA dari aktivis Katolik yang terhormat, yang tak setuju dengan gembalanya. Saya kaget, karena isi WAnya tak enak dibaca, tak pantas didengar dan tak nyenyak dibawa tidur. Dilihat mata pedas, didengar telinga panas. Dalam hati saya, kok bisa umat sekarang menghujat gembalanya, salah siapa ini? Saya hanya berpikir, apakah kita salah mendidik, membuat orang makin pintar, makin kaya, makin terkenal dan makin berhasil, tapi apakah kita juga sudah menggembalakan umat hingga makin beriman akan Gereja, akan misteri, akan sakramen? Apakah sudah membuat mereka makin kudus? Tugas gembala memang membawa domba makin kudus, makin damai dan sejahtera. Rupanya ada domba yang bermata serigala, bertaring singa dan berjiwa radikal, seakan dialah yang paling tahu teologi, yang paling paham Kitab Suci, paling mengerti Gereja dan paling-paling yang lain. Lebih gawat lagi jika ada serigala berbulu domba, ada domba jadi-jadian yang bukan hanya akan mengancam kawanan  domba tetapi juga nyawa gembala dan hidup Gereja. Ada domba yang menuntut gembala dan memaksakan kehendaknya begini dan begitu. Kalau begitu, Gereja macam apa yang hendak dihidupi?

Syukur kepada Allah kita punya banyak domba-domba yang sangat baik, yang kalau mendengar ajaran yang berat hanya berkata, “Romo, Bapa Uskup, ajaran ini berat, tapi susah untuk dilaksanakan”. Nggak apa-apa susah ini adalah ciri-ciri domba yang baik. Tapi domba yang nakal, “wah itu salah, itu keliru” karena memang tidak sesuai dengan dirinya. Kemarin ada kesalahan membaca Injil, banyak sms domba-domba yang baik, hanya bertanya, “apakah betul bacaannya? Kok tidak sama dengan yang ditulis dengan itu?” Jadi bertanya, apakah, apakah, apakah. Jadi memang suatu ciri ketika ada sesuatu yang tidak sesuai bertanya dengan baik-baik, siapa tahu kita juga saling bisa salah.

Maka saudara saudari terkasih, kita domba dan gembala, mari bermawas diri,  bagaimana kita menjadi gembala yang baik sekaligus menjadi domba yang baik. Jangan sampai ada doa, “Tuhan, dombakanlah gembala kami karena belum berbau domba” atau “Tuhan, gembalakanlah domba kami karena masih berjiwa serigala”. Saudara-saudari setiap orang dalam perannya menjadi gembala, tetapi juga pada saat yang sama menjadi domba di hadapan orang lain yang Tuhan percayakan untuk menggembalakan kita. Rasanya tidak mungkin seorang menjadi gembala yang baik kalau ia tak bisa menjadi domba yang baik.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...