Tuesday, May 12, 2020

12 Mei 2020 Selasa Paskah V


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Harian Selasa Paskah V 12 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 14:19-28
Mazmur Tanggapan Mzm 145:10-11.12-13ab.21
Bacaan Injil Yoh 14:27-31a

Saudara saudari yang terkasih,

warisan adalah bagian dari kehidupan manusia sebagai mahluk sosial bahwa kita tidak pernah hidup sendirian. Apa yang kita alami saat ini, bukanlah semata-mata hasil murni dari diri kita. Tetapi apabila direnungkan, ada kaitan dengan orang lain. Yang karena jasa dan cintanya atau karena perjumpaan dan kebersamaannya diberikan kepada kita. Maka ada orangtua yang berpikir, warisan apa yang hendak kita berikan kepada anak-anak atau anak berpikir dapat warisan apa. Ada juga yang sama sekali tidak berpikir.

Ada satu anekdot: sebut saja ada seorang anak tunggal bernama Edun. Diminta pulang oleh pamannya karena ayahnya sakit parah. Ia tidak mau, memang sudah lama tidak pulang. Tapi karena mendengar akan ada warisan yang disampaikan ayahnya, Edun segera pulang. Mencari tiket, lalu pulang. Begitu tiba, ia tak sabar mendengar pesan ayahnya. Lalu ayahnya berkata dengan suara terbata-bata, “Edun, maafkan Bapak, kalau Bapak mati, Bapak ingin mewariskan kepadamu”. Edun berkata, “sadar pak, jangan pak”, tapi dalam hati, “warisan apa nih?” karena dia tidak pernah mendengar ada warisan. Katanya, “Bapak mau menitipkan vila, kebun dan sapi. Tolong dipelihara semuanya!” Mendengar itu Edun berbinar-binar senang, “iya, Pak”, pura-pura menangis, “nanti janji, Edun pelihara sebaik mungkin warisan berharga dari Bapak”. Lalu ia tanya, “Pak, vila, kebun dan sapinya ada di mana?” Bapaknya terdiam, dan ia berkata lagi dengan terbata, “Nak, semuanya ada di Facebook, Bapak main Farmville nanti Bapak kasih email dan passwordnya”.

Saudara saudari yang terkasih,
apa yang ditinggalkan itulah yang seringkali kadang-kadang muncul. Pada waktu orang meninggal, Yesus saat akan meninggal, wafat, Ia meninggalkan warisan rohani pada para muridNya yaitu damai sejahtera yang tidak diberikan oleh dunia. Damai, kenyamanan, kenikmatan dari dunia bersifat sementara dan tak jarang membuat manusia gelisah dan susah, karena hanya mengandalkan kekuatan manusiawi. Kita ingat dosa Adam dan Hawa yang mengandalkan kekuatannya sendiri, ingin lepas dari kekuatan Allah, kehilangan damai sejahtera. Damai sejahtera adalah buah hubungan baik antara manusia dengan Allah. Damai sejahtera adalah buah kasih kepada Allah dan kepada sesama, seperti kepada diri sendiri. Hingga manusia saling menjaga, saling membela. Damai sejahtera ini dialami saat Allah tinggal dekat dengan manusia, saat manusia mengandalkan kekuatan Allah. Damai sejahtera diwariskan oleh Yesus, juga melalui perayaan Ekaristi. Password akses damai sejahtera itu adalah kasih. Setelah bangkit, Yesus menghembuskan damai sejahtera itu kepada para muridNya. Damai itu mengubah para murid menjadi manusia yang penuh semangat mewartakan kabar gembira di mana-mana dan meneruskan warisan rohani Yesus dan sampailah kepada kita saat ini.

Saudara saudari yang terkasih,
ada rupa-rupa warisan. Warisan material: harta dan kekayaan. Warisan sosial: status dan kekuasaan. Warisan kultural: adat kebiasaan dan kebudayaan. Warisan biologis: etnis dan perawakan. Warisan moral: nilai-nilai luhur. Warisan spiritual: agama dan masih ada juga bahkan warisan ekologis: bumi dan alam kita ini. Setiap orang mewariskan sesuatu dan mendapatkan warisan entah apa itu bentuknya. Warisan apa yang hendak kita harapkan dari orangtua dalam keluarga atau generasi sebelumnya dari organisasi, korporasi atau institusi? Warisan yang baik adalah berkat, maka jangan ditolak. Dengan rendah hati kita berterima kasih, yang tanpa mereka yang mendahului kita, yang hidup sebelum kita, yang hidup berada di balik kita, kita tidak bisa seperti saat ini. Mungkin yang diwariskan bukan harta dan kuasa, tetapi makna dan cinta yang menjadi kekuatan hidup kita sekarang. Warisan apa yang hendak kita berikan kepada anak cucu dan generasi berikutnya?
Semoga warisan itu, apapun bentuknya, harta, kuasa, agama membuat generasi berikutnya mengalami damai sejahtera, rukun sauyunan. Faktanya ada yang mendapat warisan orangtua tapi hubungan keluarga jadi berantakan. Ada anak yang tak mau terima warisan atau ayah/orangtua/ibu tidak mau memberikan warisan kepada anak-anaknya karena relasi orangtua tak harmonis.
Warisan harta sebanyak apapun, kuasa sebesar apapun, karya seluhur apapun, bisa lenyap seketika oleh anak yang tidak sekaligus diberi warisan rohani. Jika damai sejahtera dari Yesus yang kita wariskan, ada harta tidak ada harta, anak cucu kita akan hidup baik dan benar serta santun dan kudus.
Mari kita investasikan damai sejahtera Yesus, warisan rohani untuk diwariskan kepada anak cucu kita, generasi mendatang, sehingga mereka sungguh dapat menjadi orang. Bekal rohani yang matang adalah warisan yang mendorong anak cucu menjadi lebih baik dari kita, lebih membanggakan daripada yang mungkin kita bayangkan dan kita harapkan.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...