Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Harian Selasa Oktaf Paskah 14 April 2020
Biara Santa Maria Cimahi Bandung
Bacaan I Kis 2:36-41
Mazmur Tanggapan Mzm 33:4-5.18-19.20.22
Bacaan Injil Yoh 20:11-18
Saudara saudari yang terkasih,
saat ini banyak orang mengalami
kehilangan. Ada rupa-rupa reaksi atas kehilangan, tergantung dari apa yang
hilang dan bagaimana relasinya dengan kita. Jika uang, barang atau binatang yang
hilang begitu berharga, orang akan panik, sedih, bahkan berduka. Sebaliknya
kalau barang atau binatang itu kurang berharga, orangpun menanggapinya dengan
enteng, “ya sudah, kalau hilang mau apa lagi. Nanti kita cari lagi, kita beli
lagi yang lebih baik”. Bagaimana kalau orang yang hilang? Itupun tergantung
dari relasi kita dengan orang itu. Kalau orang yang dikasihi hilang, dunia serasa
runtuh. Orang bisa pusing tujuh keliling bagaikan orang yang berjalan luntang
lantung, lari tunggang langgang, bagaikan orang sinting dalam dunia yang sedang
gonjang ganjing. Jika masih ada harapan, orang mulai
memasang poster, menyebar WA, Ig, FB tentang kehilangan. Kehilangan kucing. Yang
menemukan hubungi … dapat imbalan sekian, di bawahnya tertulis, ‘aku tak dapat
hidup tanpa dia’.
Saudara saudari yang terkasih,
ada ilustrasi kecil, sekarang ini banyak
orang kehilangan. Kehilangan kesempatan ngafe, pergi ke kafe, bertemu, shopping, olah raga, mancing, kehilangan
semua, nggak ada. Ada satu contoh, sebut saja namanya Yus yang biasa mancing
setiap Sabtu. Ia dilarang ibunya,
“ga usah! sekarang lagi musim virus. Ga
usah mancing!”
Tapi kelekatan anak ini pada mancing sudah
sangat, dia merasa hilang kalau Sabtu tidak mancing.
“Tidak boleh!”
Tapi ia maksa, dan mengancam, karena ia
pernah kabur dari rumah,
“kalau saya tidak boleh mancing, lebih
baik saya kabur dari rumah ini!”
Ibunya takut kehilangan anak itu. Maka
daripada kehilangan, ia bilang,
“hayuk cepat! boleh mancing. Jangan lama-lama.
Di sekitar sini banyak, di pesantren ini
banyak kolam ikan.
“Pergi! Jangan lama-lama!”
“Nggak bu, biasa 4 jam”.
“4 jam! Musim virus! Sana pergi! Tapi
cepat!”
“Tidak bu 4 jam”.
Ngga lama, kemudian pulang,
“Ngapain pulang? Nggak jadi? Virus ya?”
“Bukan. Waktu mancing, ikan-ikannya pake
masker, bu”.
Saudara saudari yang terkasih,
jangan kita tidak melakukan sesuatu
karena ada sesuatu yang mengontrol kita, tapi bagaimana kita mengontrol diri untuk
menjaga sesuatu walaupun dengan resiko kita kehilangan kesempatan, tapi demi
kebaikan.
Saudara saudari yang terkasih,
kita ingat akan peristiwa bagaimana Yesus
pada usia 12 tahun hilang. Bisa dibayangkan bagaimana Maria dan Yosef panik karena
kehilangan titipan Allah yang berharga dan bagaimana leganya waktu mereka
menemukan Yesus di Bait Allah. Dalam Injil
Lukas 15 ada banyak kisah kehilangan/perumpamaan : anak yang hilang, dirham yang
hilang, domba yang hilang. Bagaimana orang-orang panik ketika hilang, tapi bagaimana
gembira ketika menemukannya.
Dalam Injil hari ini Maria Magdalena
menangis tersedu-sedu karena kehilangan jenazah Yesus yang baginya adalah
kenangan fisik terakhir. Jenazah Yesus dan kuburanNya menjadi memori yang
mengingatkan pengalaman kasih. Kalau jenazah sudah tidak ada lagi, kuburan
menjadi tak berarti untuk dikunjungi. Maria sungguh terpukul, dunia serasa
runtuh saat kehilangan Yesus yang wafat di salib. Tangisan telah melelahkannya,
menangis pun sudah tak ada tetesan airmata lagi. Bagi Maria, Yesus adalah Guru
dan Tuhan yang menyelamatkan. Kehilangan Tuhan bagi Maria adalah kiamat. Maka
saat bertemu Yesus yang bangkit, Maria meloncat sukacita sampai ia lupa daratan,
langsung ingin memegang Yesus dan berseru akrab ‘Rabuni’ artinya guru.
Saudara saudari yang terkasih,
ketika kita kehilangan orang yang kita
cintai, kita akan menangis tersedu-sedu hingga makan tak selera. Rasa
kehilangan atas uang, barang, binatang ataupun orang menunjukkan relasi yang
dekat dengan orang itu dan kelekatan dengan barang dan binatang tertentu. Maka
tak jarang mereka yang kehilangan orang, barang atau binatang yang disayanginya
menjadi sangat emosional. Relasi dengan orang yang masih ada terganggu,
pekerjaan terbengkalai dan tugas terlupakan.
Kalau kehilangan uang, barang dan
binatang kita boleh menangis, tapi jangan sampai karena reaksi emosional kita, kita
pun jadi kehilangan orang yang kita cintai. Kalau ditinggal pergi orang yang
kita kasihi, kita boleh menjerit tapi jangan sampai kemarahan kita menyebabkan
kita juga kehilangan Tuhan. Apakah Tuhan begitu berharga, sehingga saat kehilangan
Tuhan kita sungguh merana?
Semoga kita menangis terlebih kalau kita
kehilangan Tuhan. Tuhan hilang dari hidup kita. Mari kita gunakan kesempatan di
rumah untuk makin dekat dan melekatkan diri kepada Tuhan, sehingga kita
berusaha agar Tuhan tidak pernah hilang dari hidup kita.
Mari kita akrabkan diri kita dengan
mereka yang Tuhan anugerahkan kepada kita, keluarga kita, sahabat dan kerabat
kita, sebagai sesama yang berharga, agar mereka tidak hilang.
No comments:
Post a Comment