Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Harian Senin Paskah II 20 April 2020
Gereja St. Petrus Katedral Bandung
Video : Senin Paskah II 20 April 2020
Bacaan I Kis 4:23-31
Mazmur Tanggapan Mzm 2:1-3.4-6.7-9
Bacaan Injil Yoh 3:1-8
Saudara saudari yang terkasih,
Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Baru
menceritakan banyak kisah mukjizat. Mulai dari mukjizat besar, seperti bangsa
Israel menyeberangi Laut Merah dan Yesus membangkitkan Lazarus, sampai dengan mukjizat
sehari-hari, antara lain Elisa menyembuhkan Na’aman Panglima Raja Arab dari kusta
dan Yesus menyembuhkan Mertua Petrus dari demam. Mukjizat ini juga terjadi
melalui karya para Rasul yang menyembuhkan pengemis lumpuh dan membangkitkan
Tabita atau Dorkas. Banyak orang bertanya, “apakah mukjizat-mukjizat seperti
dikisahkan dalam Kitab Suci masih juga terjadi sampai sekarang?” Bukankah Kitab
Ibrani 13:8 mengatakan: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya?” Betul! Kristus
tetap sama. Ia hidup dan tetap berkarya di antara kita. MukjizatNya tidak
pernah berhenti hingga saat ini, justru kemajuan teknologi - makin modern, keunggulan
intelektual - makin pintar dan keberhasilan ekonomi - makin kaya sering menutupi
mata kita untuk melihat mukjizat Tuhan, seakan semua keajaiban yang terjadi dan
dialami adalah hasil kerja manusia.
Ada satu ilustrasi kecil, seorang Nenek
bepergian naik pesawat, di sebelahnya seorang pemuda perlente, berdasi, tampak
berhasil secara intelektual, secara ekonomi. Lalu waktu giliran pramugari
menawarkan makanan, ada dua pilihan : ayam dan ikan. Pada hari itu masa Prapaskah,
Ibu/Oma itu memilih ikan, pemuda itu ikan, di sebelahnya juga ikan, di belakangnya
ada anak juga yang merengek meminta ikan. Ikan habis. “Maaf, ikan habis”.
Akhirnya Oma ini mengatakan kepada
pramugari, “Mbak, ini saya tidak jadi makan”,
ikan diberikan kepada anak itu, dan anak
itu berhenti menangis. Pemuda itu melihat kepada Nenek itu, lalu Nenek itu
bertanya, “kenapa?”
Lalu pemuda itu bilang, “Oma tidak
lapar? bukankah lapar juga?”
“Ya lapar, tapi orang harus berkorban
diri, harus memberikan kepada orang lain”.
“Untuk apa berkorban diri?”
“Ya … saya berharap tadi kamu yang
memberikan kepada dia, tapi kamu diam saja, orang muda!”
Lalu karena tidak mau berdebat panjang, Nenek
itu mengambil tasnya dan rupanya yang dibuka adalah Kitab Suci. Rupanya orang
sebelah juga percaya kepada Kristus, dia berkata, “apa itu, Kitab Suci?” atau
setidak-tidaknya tahu.
Ia bilang, “ya, baca Kitab Suci, Firman
Tuhan”.
“Untuk apa baca Firman Tuhan? Banyak
bohongnya. Dan banyak hal yang tidak logis. Coba itu … ada nabi Yunus, siapa
itu, Nabi yang tiga hari dimakan ikan?”
“Itu nabi Yunus”.
“Ya betul, masak tiga hari di dalam
perut ikan, hidup. Dan setelah itu dilemparkan, dan bisa hidup lagi. Tidak
mungkin! Tidak logis! Coba lihat, apakah dia juga masuk Surga? Yang setia pada
Tuhan!”
Oma itu berkata, “baik, nanti kalau saya
masuk Surga, saya akan tanyakan pada dia”.
“lha… bagaimana kalau di neraka?”
“Ya, saudara yang tanyakan kalau dia ada
di neraka”.
Saudara saudari yang terkasih,
Nikodemus adalah orang Farisi, pemimpin
orang Yahudi. Ia adalah orang yang terhormat, kedudukan sosialnya tinggi dan
keunggulan intelektualnya tak diragukan. Ia datang kepada Yesus pada malam
hari, sebagai simbol, sekalipun orang terhormat secara manusiawi, tetapi
mengalami kegelapan rohani. Maka ia datang kepada Yesus untuk mendapatkan
pencerahan, hingga menemukan jawaban saat pulang pada pagi hari sebagai simbol
penerangan spiritual. Ia terbuka pada Yesus yang diyakininya sebagai pribadi yang
diutus Allah, sebab, “tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang
Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya”.
Nikodemus yakin bahwa mjukjizat-mukjizat
yang dilakukan oleh Yesus terjadi karena Allah menyertaiNya. Nikodemus adalah
contoh orang yang berhasil secara manusiawi, mengalami kemakmuran material, mengalami
keunggulan intelektual, tetapi tetap haus kesejahteraan rohani yang
mengantarnya pada keselamatan Surgawi.
Saudara saudari yang terkasih,
semoga kemajuan ilmu dan teknologi serta
kemakmuran materi tidak menjauhkan kita dari Allah Yang Mahakuasa, yang menciptakan
langit dan bumi, yang membuat berbagai mukjizat lewat kemajuan dan kemakmuran yang
boleh kita nikmati. Mungkin caranya tidak seperti yang kita pikirkan, bukankah
berbagai kemajuan itu adalah mukjizat, tanda kehadiran Allah yang menyertai
manusia? Tetapi mengapa manusia kadang tak mengakuinya sebagai sesuatu yang
berasal dari Allah? Ketidak berdayaan mencegah virus corona saat ini mengajak kita untuk berefleksi, ternyata kita lemah
dan rapuh. Hidup manusia bisa melayang seketika. Kita butuh Allah yang memiliki
kehidupan. Kita butuh mukjizatNya. Kita perlu mengakui Kemahakuasaan. Tuhan,
buat kami percaya akan mukjizatMu setiap hari, saya masih hidup, itulah
mukjizat. Buatlah kami melihat dan mengalami mukjizat itu.
No comments:
Post a Comment