Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Harian Senin Paskah III 27 April 2020
Kapel Maria Bunda Yesus Wisma Keuskupan
Video : Senin Paskah III 27 April 2020
Bacaan I Kis 6:8-15
Mazmur Tanggapan Mzm 119:23-24.26-27.29-30
Bacaan Injil Yoh 6:22-29
Saudara saudari yang terkasih,
kesuksesan kehidupan jaman now sering diukur dengan kesibukan
seseorang, yang diperlihatkan oleh saratnya agenda, banyaknya aktivitas dan
padatnya perjalanan, bukan hanya luar kota tetapi juga luar negeri. Akibatnya
penghargaan terhadap orang yang bekerja di rumah atau duduk diam membaca serta
berdoa pun menjadi kurang. Orang tergoda untuk selalu beranjak dari tempat
duduk, pergi dari rumah tinggal, melancong berpindah-pindah tanpa fokus dan komitmen
yang utuh. Situasi ini membentuk mentalitas dan spiritualitas nomaden, berubah-ubah,
berpindah-pindah hingga tak ada lagi fokus tertentu dalam hidup. Mana yang
paling penting dan apa yang sungguh menyelamatkan.
Ada anekdot, seorang kutubuku dianjurkan
oleh sahabat dan kerabatnya untuk berlibur menikmati keindahan alam yang luar
biasa, Ia menolak karena lebih suka membaca. Ia berkata, “buku adalah sumber
kehidupan. Segala ilmu ada dalam buku. Tanpa ilmu kita mati”. Tetapi karena
didesak terus, akhirnya ia pergi. Apalagi teman-temannya berkata, “ayo pergi
sana! Rekreasi! Nikmati alam! Daripada kamu jadi autis!”
Akhirnya ia pergi, dan ia memilih pergi
ke pantai. Di pantai ia menyewa perahu yang membawanya ke taman laut. Tetapi dalam
perjalanan menuju taman laut, apa yg dilakukan? Ia membaca buku! Ia tidak
menikmati alam, sehingga orang yang mengantarnya itu greget dan berkata, “pak, mengapa tidak menikmati alam? Mengapa
membaca buku di dalam perahu? Bukankah membaca buku bisa di rumah?”
Lalu ia menjawab, “saudara, buku ini
penting, sumber ilmu dan lewat buku saudara tahu situasi politik. Saudara tahu
tidak?”
“Mana mungkin saya tahu”, kata nelayan yang
mengantar.
“Maka habislah seperempat hidupmu tanpa
tahu politik. Saudara tahu tentang matematik?”
“Tidak tahu”.
“ habis!”
“Saya hanya bisa menghitung uang”.
“Habis! Kalau tidak tahu matematik,
seperempat hidupmu habis. Saudara tahu tentang sejarah, kehidupan sosial?”
“Tidak tahu”.
“Ada dalam buku. Tanpa tahu, habis
seperempat hidupmu!”
Akhirnya nelayan itu diam, dan Bapak itu
terus membaca buku. Sesampai di tengah, tiba-tiba cuaca berubah. Ada badai. Lalu
mulailah mendung dan Bapak itu mulai panik. Nelayan berkata, “apakah Bapak
belajar berenang?”
“Tidak!”
“Habis seluruh hidupmu!” lalu nelayan
itu pun berenang
Saudara saudari yang terkasih,
setiap orang mempunyai prioritas. Dan
prioritas itu lain, di satu tempat di tempat lain, orang tertentu dengan orang
lain, berbeda satu sama lain. Demikian juga untuk menjadi murid Yesus ada
prioritas. Yesus menyadarkan para muridNya untuk mencari apa yang menjadi prioritas.
Untuk mencari apa yang paling penting dalam hidup. Roti dan makanan adalah
penting. Tetapi janganlah hidup untuk mencari makanan, tetapi makanlah untuk
hidup. Agar dapat menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga.
Yesus menyayangkan motivasi mereka yang
mengikutiNya, bukan karena melihat tanda-tanda ajaib sehingga percaya kepada Yesus,
bahwa Ia adalah Putra Allah. Yang karena cinta Allah pada manusia diutus ke
dunia untuk menyelamatkan manusia. Maka kata Yesus, “bekerjalah bukan untuk
makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada
kehidupan yang kekal. Yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu”.
Saudara saudari yang terkasih,
Stefanus adalah pengikut Kristus yang
tahu mana prioritasnya sebagai pengikut Kristus. Ia tahu apa yang paling
penting sebagai Pelayan dan Rasul. Ia hidup dalam Roh Kudus. Ia hidup dalam doa.
Ia melakukan karya yang dahulu dilakukan oleh Yesus. Ia mengajar para
pendengarnya, akan apa yang paling penting, yaitu bertobat dan percaya kepada Yesus.
Tetapi ia ditolak, sekalipun resiko hidupnya melayan, tapi ia tetap
melaksanakan apa yang menjadi prioritas dalam hidupnya, sehingga ia mengalami
rahmat, wajahnya pun seperti malaikat.
Saudara saudari yang terkasih,
dalam 24 jam sehari, kesibukan apa yang
paling banyak kita lakukan? Duduk. Apakah kesibukan tersebut mengantar kita
kepada apa yang sungguh kita kejar, kebahagiaan, kedamaian, sukacita? Jangan
sampai kita bekerja keras dan bergaul luas, tetapi tak mengalami sesuatu yang berarti,
yang sungguh kita cari. Tetapi tak mengalami apa yang sungguh kita rindukan. Malah
mengalami diri sepi sendiri, sekalipun ada dalam kerumunan, ada dalam
kebersamaan dengan orang banyak. Itulah orang yang sibuk dengan pekerjaan dan
mabuk dengan pergaulan, tetapi tanpa berakar pada relasi Tuhan yang kekal dan
tak berubah. Kesibukan apa yang sekarang kita lakukan pada masa pandemik ini? Apa
yang sesungguhnya kita cari? Yang paling menyelamatkan. Yang menjadi prioritas
dalam hidup kita, bukan sekedar menyenangkan tetapi sungguh menyelamatkan. Saat
berada dan bekerja dari rumah adalah kesempatan rahmat untuk merenungkan lagi, apa
yang paling penting bagi hidup kita, yang tanpanya habislah hidup kita.
No comments:
Post a Comment