Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Rabu Pekan Biasa X 10 Juni 2020
Kapel Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan
Bandung
video : Rabu Pekan Biasa X 10 Juni 2020
Saudara saudari yang terkasih,
kehadiran orang baru membawa dampak, entah
positif, netral atau negatif. Tak jarang orang yang hendak membawa pembaharuan
bagi institusi atau diri kita, justru dianggap pengacau suasana adem ayem dan perusak
tradisi pendahulu. Orang itu biasanya disingkirkan agar tak betah, segera
mundur, dan pergi jauh, hingga kita tetap menikmati status quo. Padahal ia mau meningkatkan kualitas pribadi dan memajukan
organisasi kita yang membuka jalan bagi kesejahteraan yang lebih baik. Ia
tampil sebagai pembaharu yang kreatif, inovatif, yang membawa apa yang lama dan
biasa menjadi usang. Jangankan dalam organisasi kemasyarakatan atau kenegaraan,
kadang-kadang dalam institusi gerejapun terjadi demikian. Ketika ada pemilihan,
orang memilih bukan yang terbaik bagi kesejahteraan bersama, tetapi siapa yang
menguntungkan saya. Bisa jadi yang dipilih bukanlah yang terbaik tetapi siapa yang
paling populer, yang membuat saya tetap aman dan nyaman dalam keadaan sekarang
ini.
Saudara saudari yang terkasih,
kehadiran Yesus bagi orang Farisi dan
ahli Taurat, yang menjunjung tinggi hukum Taurat, menjadi gangguan yang
mengobrak abrik hukum Taurat. Ia dipandang sebagai provokator yang melecehkan
Taurat dengan bertindak seakan-akan tak memperhatikan tulisan, kata demi kata yang
tertera jelas dalam hukum Musa, yang berjumlah 613 dengan 365 larangan, setiap
hari ada larangan, dan 248 anjuran. Padahal Yesus datang hendak membawa perubahan
inovatif dan kreatif demi pemenuhan hukum Taurat seperti yang dikehendaki Allah,
dan dibawa serta dihayati Musa, sehingga hukum Taurat sungguh menjadi lebih inspiratif
untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengasihi sesama. Bukan menjadi alat
represif mereka yang menikmati status quo.
Maka Yesus berkata, “Aku datang bukan untuk meniadakannya, hukum Taurat dan Kitab
Para Nabi, melainkan untuk menggenapinya”. Mungkin Yesus berkata, “kalian
membaca Taurat tetapi tak mengerti atau kalian memahami tetapi tidak mengajarkannya
dengan benar. Justru”, kata Yesus, mungkin, “Aku membaca, mengerti dan mau
mengajarkan dengan benar, sesuai dengan maksud Allah yang bersabda melalui Kitab
Suci. Aku datang untuk memberantas orang dari buta huruf terhadap hukum Allah, tetapi
kalian telah membuat mereka buta terhadap hukum kasih Allah”.
Injil Matius seperti kita ketahui
saudara saudari, dibuat untuk orang-orang Yahudi dan untuk mewartakan bahwa Yesus
adalah pemenuhan Kitab Suci Perjanjian Lama yang dalam kacamata Yahudi adalah Taurat
dan Kitab Para Nabi. Maka Matius mengawali karya Yesus di depan umum dengan
menampilkan Yesus sebagai Musa baru yang memenuhi hidup dan ajaran Musa dengan
naik ke atas gunung dan mengajar Sabda Bahagia seperti Musa naik ke atas gunung
untuk menerima Sepuluh Perintah Allah. Yesus ingin mengembalikan hukum Taurat
kepada intinya dan mengungkapkan maksud asli dan tujuan mulianya. Hari-hari
berikutnya kita akan merenungkan beberapa ayat, bagaimana Yesus mengembalikan
hukum Taurat. Contoh dalam Matius 5:21-22, “kamu telah mendengar apa yang
difirmankan kepada nenek moyang kita, Taurat, jangan membunuh, siapa yang
membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata”, kata Yesus, “setiap orang yang
marah terhadap saudaranya harus dihukum”. Orang mungkin berkata, saya tak
membunuh. Yesus mengajak mereka untuk memahami maksud yang lebih dalam dari
aturan jangan membunuh. Pembunuhan adalah suatu tindakan bejat yang berawal
dari kebencian karena orang marah. Hati yang marah, kata marah di sini ada dua
macam, tapi yang digunakan oleh Penginjil Matius di sini adalah orge yaitu kata yang marah bisa
tersimpan lama menjadi kebencian dan
menjadi dendam dengan menjadi niat untuk membunuh. Ada kata lain marah, thymos, itu marah yang meledak-ledak,
tidak baik tetapi tidak berbahaya. Misalnya orang marah spontan, gebrak meja,
keluar binatang semua, setelah itu menyesal, mohon maaf. Tidak baik, tetapi
tidak berbahaya. Sedangkan orge, marah,
menyimpan dendam, sehingga menjadi suatu kemarahan yang berujung pada niat bagaimana
mencelakakan orang itu. Nah itulah yang digunakan, kalau hatinya marah, maka itu
saja sudah tidak boleh, sama dengan dosa pembunuhan. Agar tak jadi pembunuhan,
orang harus menjaga hati dengan mengendalikan diri terhadap apa yang dilakukan
sesama. Maka orang yang sabar dan penuh
belas kasih seperti Allah tak akan mempunyai kemarahan, orge, kebencian tadi dan tak berniat jahat apalagi membunuh terhadap
mereka yang sudah mengecewakan dirinya. Maka dengan mengembalikan maksud asli dan
tujuan mulia dari Sabda Allah itulah, Yesus memenuhi hukum Taurat dan Kitab Para
Nabi. Yesus adalah pembaharu kreatif dan inovatif yang menantang orang-orang yang
ada pada waktu itu untuk memenuhi hukum Taurat secara baik dan benar, sesuai dengan
maksud aslinya. Yesus adalah penyempurna dari hukum-hukum yang berlaku.
Saudara saudari yang terkasih,
jika bertemu dengan seorang pembaharu yang
mengajak kita maju, walau mungkin tak nyaman, mari kita sambut sebagai sahabat
bukan dibabat habis bagaikan musuh bebuyutan. Kalau kita tidak mencermati dan
menerima suatu tantangan dan kesempatan untuk memperbaiki diri, memulai gaya
inovatif dan cara inspiratif, new normal
misalnya, mungkin kita akan mengalami kemerosotan, ketinggalan, kegagalan. Marilah
kita menjadi seorang pembaharu inspiratif dengan gaya inovatif, seraya tetap
mempertahankan nilai-nilai Kerajaan Allah bukan hanya agar kita dapat hidup,
agar kita dapat eksis, bukan! Tetapi excellence
exist agar kita dapat hidup sebagai militan, garam dan terang dunia.
Mari kita menjadi pembaharu yang mau dan
mampu membawa perubahan atau menerima pembaharu yang mau memperbaiki dan
membaharui kita, mulai dari rumah kita, tempat kerja, gereja dan masyarakat.
No comments:
Post a Comment