Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Hari Jumat Pekan Biasa 12 Juni
2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
video : Jumat Pekan Biasa X 12 Juni 2020
Bacaan I 1 Raj 19”9a.11-16
Mazmur Tanggapan Mzm 27:7-8a.8b-9abc.13-14
Bacaan Injil Mat 5:27-32
Saudara saudari yang terkasih,
ada peribahasa yang kita sudah ketahui
baik, “dari mata turun ke hati”, yang bisa diartikan karena orang melihat, maka
jatuh cinta. Ada orang yang tidak setuju, kalau begitu cinta hanya untuk orang cantik dan tampan saja, karena biasanya orang
tertarik pada yang indah dan gagah hingga tersentuh hatinya, padahal ada orang
yang memiliki inner beauty,
kecantikan rohani daripada beautiful body,
kecantikan badani, hingga orang bisa klepek- klepek jatuh cinta padanya
walaupun tidak tampan, tidak cantik, tetapi memiliki kecantikan rohani. Untuk
itu seharusnya peribahasa itu menjadi “dari hati turun ke mata” atau “dari hati
naik ke mata”. Apa yang ada pada jiwa, menggerakkan organ fisik seseorang untuk
mewujudkan pikiran - cipta, perasaan - rasa dan kehendak. Itulah pesan Yesus
dalam Injil hari ini, bahwa kita harus menguduskan hati, karena hati yang tak
kelihatan adalah sumber yang menggerakkan organ yang kasat mata.
Saudara saudari yang terkasih,
ada seorang suami yang bertanya, “apakah
saya berdosa, kalau saya menyukai istri teman saya, hanya dalam hati, tak
pernah diungkapkan, tidak lebih dari itu? Bukankah saya tidak menyeleweng walau
kadang membayangkan dia? Saya sungguh mencintai istri saya dan keluarga saya,
kami hidup harmonis”. Lain lagi cerita, ada istri yang bertanya, “saya sangat sayang
pada keluarga, saya harmonis dengan suami saya, tapi kenapa saya sering ingat
pacar saya?” Silakan saudara saudari renungkan dan jawab sendiri pertanyaan
itu.
Persoalan ini menjadi perhatian Yesus
saat mengajarkan betapa luhur dan mulianya perkawinan karena menuntut kemurnian
hati. Kesetiaan badan itu bagus dan harus, tapi ada jauh yang lebih penting,
yaitu kesetiaan rohani. Kesetiaan badani bisa diganggu oleh kecantikan fisik, tapi
kesetiaan batiniah tak tergoyahkan oleh keindahan tubuh apapun karena di
dalamnya ada inner beauty. Orang bisa
bertahan untuk tidak berzinah sesuai dengan norma sosial, tetapi orang yang
sama bisa melanggar norma spiritual yaitu melupakan kemurnian hati pada
pasangan yang sudah menjadi komitmen yang diucapkan, bukan hanya di depan umat
tetapi juga di hadapan Allah. Kalau orang sudah tidak murni hatinya tetapi
dipengaruhi, bahkan dikendalikan oleh nafsu seksual, walaupun ingat akan
komitmen dan sadar akan imannya, bisa mencari cara untuk mewujudkan nafsu
tersebut. Entah melalui perasaan: senang kalau bertemu, mendapat WA, bete kalau ada di rumah kalau tak jadi
ke rumah, WA tak dijawab atau dalam pikiran: lega kalau memikirkannya, marah
kalau ditanya oleh pasangan hidup, suami atau istri, atau melalui kehendak: puas
kalau bisa memenuhi nafsu dan atau menjadi garang kalau merasa dihambat. Maka Yesus
berkata, “kamu telah mendengar firman jangan berzinah!” Dulu orang fokus pada tindakan
penyelewengan fisik, apa yang kelihatan, ada yang lebih berbahaya, yaitu
akarnya, hati yang tidak kelihatan, yang dikuasai oleh nafsu seksual. Ingat
kisah Daud ketika melihat Betsyeba, mata, tetapi yang lebih menjadi masalah, hatinya
terlebih dahulu. Yesus bersabda, “maka itu Aku bersabda, setiap orang yang memandang
perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hati”. Di
situlah pasangan suami istri pun dituntut kaul kemurnian dalam perkawinan. Bukan
soal hanya tidak berzinah, tidak menyeleweng, dan tidak ada orang ketiga,
tetapi apakah hati, budi, materi dan energi yang telah dijanjikan untuk
keluarga itu terbagi sebagai biaya, bukan donasi, biaya, untuk memuaskan nafsu
seksualnya. Entah sekedar melihat, entah berjumpa atau malah menyentuh yang
bukan pasangan hidupnya. Maka Yesus dengan tegas sekali berkata, “kalau organ
fisik tidak dapat dikendalikan oleh hati dan budi, hingga mencelakakan hidupmu,
lebih baik organ itu disingkirkan!” Yesus
hanya mau menekankan betapa penting, luhurnya perkawinan itu.
Saudara saudari yang terkasih,
Yesus mengajak kita mempunyai hati yang
kudus, agar pikiran sehat serta mampu mengontrol organ tubuh kita dan
mengendalikan hidup sesuai dengan iman dan komitmen kita.
Saudara saudari yang terkasih,
kemurnian hati tak mungkin dimiliki
tanpa relasi dengan Allah, sumber kekudusan itu. Orang yang makin dekat dengan Tuhan,
makin kudus, makin murni, maka ia akan makin setia dalam komitmen dan iman. Artinya
ia pun akan setia pada pasangan hidupnya, dalam perkawinan atau setia pada
gereja dalam hidup selibatnya, bukan karena sudah berjanji secara publik dalam
sakramen perkawinan atau sakramen tahbisan atau kaul religius, tetapi karena
kaul kemurnian hati pada Allah yang ditunjukkan dalam kesetiaan, entah pada
keluarga atau pada gereja. Di situlah hati yang kudus menentukan kesetiaan kita,
kemurnian dalam membangun keluarga kudus atau dalam melayani gereja secara
total. Kemurnian hati ini yang dibangun lewat doa setiap hari adalah keutamaan
hidup Kristiani dalam soal relasi. Keutamaan bukan soal sekedar tindakan baik yang
dapat dilihat orang, tetapi sesungguhnya keutamaan adalah hati yang kudus yang
diketahui oleh Allah.
No comments:
Post a Comment