Sunday, June 14, 2020

14 Juni 2020 Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus 
14 Juni 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung


Bacaan I Ul 8:2-3.14b-16a
Mazmur Tanggapan 147:12-13.14-15.19-20
Bacaan II 1 Kor 10:16-17
Bacaan Injil Yoh 6:51-58

Saudara saudari yang terkasih,
pada hari ini kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Tubuh dan darah adalah anasir fisik yang paling berharga bagi kita. Tubuh dan darah adalah kita sendiri, yang tanpanya kita tidak ada. Yang paling berharga yaitu Tubuh dan Darah Yesus sudah dikorbankan di salib dan kini dianugerahkan kepada kita secara sakramental dan riil dalam roti dan anggur agar kita bersatu dan menjadi serupa dengan Kristus.
Ada orang bertanya, “mengapa istri saya sering misa, bahkan dulu setiap pagi, tapi hidupnya tidak berubah?” Lain lagi pertanyaan, “mengapa suami saya yang prodiakon kok masih kasar? Lalu apa efek komuni yang diterima dan dibagikannya”.

Saudara saudari yang terkasih,
Musa mengingatkan umatnya akan penyertaan Yahwe yang setia dan penuh belas kasih dengan memberikan manna dari Surga untuk menjamin mereka agar mereka hidup. Karena betapa besar kasih Allah pada manusia, Ia mengutus Putra TunggalNya yang terkasih ke dunia. Dialah roti hidup sejati yang turun dari Surga yang lebih mulia dari manna. Yesus menghendaki ada Ekaristi sebagai perjamuan Tubuh dan DarahNya agar para murid bersatu denganNya dan hidup karenaNya. Maka Perayaan Ekaristi adalah puncak dan sumber iman kita. Para murid atau para pendengar pada waktu itu tidak percaya bagaimana Yesus memberikan dagingNya untuk dimakan dan darahNya untuk diminum. Ini sesuatu yang membuat mereka bertengkar, bahkan akhirnya beberapa pergi meninggalkan mereka. Yesus sangat tegas, tidak mau kompromi dalam soal ini, iya - iya, tidak - tidak. Yesus meyakinkan mereka bahwa apa yang dikatakannya bukanlah bahasa simbol atau metafor, tetapi sungguh apa adanya.
Kita ingat peristiwa Yesus berbicara dengan Nikodemus pada Yohanes 3:45, ketika Yesus berkata “barang siapa tidak dilahirkan kembali, ia tidak akan masuk dalam Kerajaan Surga”, lalu Nikodemus berkata, “bagaimana orang yang sudah tua dilahirkan kembali? Haruskah ia masuk ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan kembali?” Tapi Yesus berkata, ”tidak! Barang siapa tidak dibaptis oleh air dan roh, ia tidak akan masuk Kerajaan Surga”. Dengan kata lain Yesus berkata, “tidak! yang Kukatakan bukan bahasa sesungguhnya, yang Kukatakan adalah bahasa metafor, bukan dilahirkan masuk lagi, bukan! Tapi dilahirkan oleh air dan Roh Kudus”. Tapi dalam Injil hari ini Yesus berkata, “tidak! Aku berkata sungguh-sungguh!” Bahkan ia berkata, “sungguh! Betulan, bahwa barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup kekal”. Bukan metafor bukan simbol, tapi “sungguh dagingKu dan darahKu, dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir jaman. Siapa saja yang makan  dan minum darahKu, ia tinggal di dalam aku dan aku di dalam dia. dengan demikian siapa saja yg memakan Aku, ia akan hidup oleh Aku”.
Apa yang dikatakan oleh Yesus menjadi nyata dalam pengalaman iman Paulus dalam Bacaan Kedua, dalam mereka yang ambil bagian, ada aktif, ambil bagian, partisipasi dalam Tubuh dan Darah Kristus akan mengalami diri communio, persatuan, satu anggota, satu gereja, satu keluarga. Kesatuan mistik dengan Tuhan dinyatakan secara kongkrit dalam persatuan epis dengan sesama. Maka partisipasi menyantap Tubuh dan Darah Kristus tampak nyata dalam kontribusi membangun hidup menggereja dan terlibat dalam masyarakat.

Saudara saudari yang terkasih,
roti dan anggur melalui kata-kata transformatif formatif Imam dalam pribadi Kristus yang berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam misa, bukanlah simbol, tetapi kehadiran nyata Kristus seutuhnya: Tubuh, Darah, Jiwa dan KeilahianNya dalam persatuan dengan Allah Tritunggal. Maka dalam Doksologi diangkat dalam kesatuan Tritunggal. Bukankah ini anugerah luar biasa yang tidak pernah diberikan kepada siapa pun, dalam jaman apapun, kecuali kepada kita, sejak Perjamuan Malam Terakhir. Sejak saat itu Kristus yang bangkit hadir, Putra Allah berkenan ada di antara kita secara nyata. Sakramen Mahakudus communio yang paling suci di dunia ini. Ia adalah Tuhan sendiri, luar biasa! Kita diperkenankan bukan hanya menyentuh tetapi bersatu denganNya saat menyambut komuni. Ingat kisah seorang wanita yang duabelas tahun sakit pendarahan? Ia berkata dengan penuh iman, “asal kujamah saja jumbai jubahMu, aku akan sembuh!” Ia sembuh dan Yesus berkata, “teguhkanlah hatimu, hai anakku, imanmu telah menyelamatkan engkau”(Matius 9:22). Tuhan yang sama yang jubahNya disentuh, sekarang bukan hanya membiarkan jubahNya untuk kita sentuh, tetapi TubuhNya untuk kita pegang dan santap, sehingga Ia bersatu dengan kita dan kita akan menjadi tempatNya yang kudus, TabernakelNya yang kudus. Maka seharusnya hidup kita kudus, “imanmu meneguhkan engkau, sembuhlah!” Maka mintalah, sebelum kita menyambut komuni, “ya Tuhan saya tidak pantas, Tuhan datang kepada saya”, minta kesembuhan, “bersabdalah saja maka saya akan sembuh”. Kurang apa lagi? Kalau dengan komuni saja kita tidak mempan, bertemu dengan Tuhan saja kita tidak sadar-sadar, lalu dengan apa lagi kita harus bertobat? Siapa dan apa lagi? Tuhan sendiri yang hadir sudah dekat dengan kita, ada di depan kita.
Santo Maximilianus Kolbe berkata, “kalau malaikat bisa iri hati, ia akan iri hati kepada kita manusia, karena kita menerima Tubuh Kristus, memegang Tuhan sendiri, menyantap Daging Kristus, Tuhan yang utuh”. Itu juga yang ditulis oleh Santa Faustina, “momen yang paling khusyuk dalam hidup saya adalah saat saya menerima komuni suci. Jika malaikat dapat iri, mereka akan iri dua hal, salah satunya adalah menerima komuni suci, yang kedua karena manusia dapat menderita, sebagaimana Yesus dapat menderita, malaikat tidak”.
Ada seorang Ateis berkata, menyindir, tapi sindirannya bagus untuk kita renungkan. Ia berkomentar begini, “kalau orang Katolik percaya bahwa komuni itu Tubuh Kristus yaitu Tuhan yang mulia yaitu Tuhan yang utuh, yang diajarkan oleh Gereja Katolik, pasti mereka akan menyambut Tubuh Kristus sambil berjalan berlutut, karena Tuhan yang ada di depannya”. Maka orang Katolik seharusnya menyiapkan diri sekudus-kudusnya, sekhusyuk-khusyuknya menyambut Tubuh Kristus, bukan culang cileung, lalu udah di depan, amin, lalu disambut, lalu hai hei hai hei, lalu kaget, lalu oh, bukan amin juga, tapi ia menyebut oh. Maka ini kita butuh persiapan, kadang-kadang kita juga …
Hari ini kita diteguhkan kembali, para Imam juga, luar biasa! Dengan kata-kata formatif, permohonan Roh Kudus dalam Tubuh Kristus, inilah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, “inilah tubuhKu”, luarbiasa anugerah yang diberikan kepada para Imam, mudah-mudahan ini juga makin meneguhkan, hari ini, panggilan para Imam, umat kita, kita semua juga, luar biasa! Tuhan menawarkan diriNya sendiri kepada kita. Tidak ada karunia yang lebih besar daripada Ekaristi dalam hidup kita sekarang ini.
Mudah-mudahan kita sungguh disadarkan kembali, Yesus menyatakan diriNya secara riil dalam roti dan anggur, yang tanpaNya murid Kristus akan mati, akan kehilangan identitas dan kehabisan aktivitasnya. Keadaan Kristus dalam Tubuh dan Darah, dalam roti dan anggur itu tak terbagi, utuh, roti atau anggur utuh, Tubuh dan Darah utuh, jadi apa yang disantap Imam, Tubuh dan Darah Kristus itu utuh, sama dengan apa yang disantap oleh umat, Tubuh Kristus saja. Jangan berkata, “aduh! Kurang lengkap ini, Yesusnya setengah, tidak utuh”. Dalam bentuk kecil remah rotipun, sejauh itu masih bentuk roti, masih Tubuh Kristus. Maka itu disantap pelan-pelan, jangan digigit kayak menggigit donat, bukan! Sambut pelan-pelan, dibiarkan hancur oleh air ludah dan ditelan masuk dengan hormat, dan pada saat hilang, sudah bukan Tubuh Kristus lagi, hanya dalam rupa roti itu menjadi Tubuh Kristus.
Saat komuni kita tidak hanya pasif menerima, maka alasan tadi, pertanyaan “mengapa tidak berubah? Suami saya tidak berubah, istri saya tidak berubah, saya komuni tidak berubah”. Karena mungkin saat menerima komuni kita jangan hanya pasif menerima, kasih-menerima, tetapi juga aktif membuka diri, aktif bersekutu, aktif masuk dalam kehidupan Yesus, bersatu dengan Tuhan, sebagaimana Ia menawarkan diri,  hingga kita mengalami apa yang dijanjikanNya, yaitu hidup kekal. Kesadaran aktif ini, partisipasi, ambil bagian, inilah yang membuat kita makin hormat terhadap Sakramen Maha Kudus. Ada begitu banyak mukjizat Sakramen Maha Kudus. Ada bukunya: Mukjizat-Mukjizat Sakramen Maha Kudus.
Maka kita makin hormat, makin rindu menyambut Tubuh Kristus dan makin kudus dalam hidup sehari-hari dengan menghadirkan Kristus melalui perbuatan kasih. Di situlah kita akan terperangah mengalami, bagaimana komuni menyambut Tubuh Kristus itu ada efek nyatanya dalam hidup kita.

No comments:

Post a Comment

5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...