Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Senin Pekan Biasa XI 15 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
Bacaan I 1 Raj 21:1-16
Mazmur Tanggapan Mzm 5:2-3.5-6.7
Bacaan Injil Mat 5:28-42
Saudara saudari yang terkasih,
ada peribahasa yang berbunyi air susu
dibalas air tuba, yang berarti bahwa perbuatan baik dibalas perbuatan jahat. Kita
prihatin kalau perbuatan baik ditanggapi secara negatif, bahkan dibalas dengan
perbuatan jahat. Itulah kisah seorang anak yang diangkat sepasang suami istri,
hingga menjadi putra mahkotanya, tetapi karena konflik, ia membunuh kedua orangtua
angkatnya dengan sangat kejam. Lepas dari apa latar belakang konflik yang
terjadi, kita mungkin berkomentar: kurang apa kedua orangtua angkatnya terhadap
anak itu? Coba jika tidak diangkat anak, mau jadi apa anak itu? Ia disekolahkan
di luar negeri dan diberi fasilitas yang dibutuhkan. Bagaimana kalau kita yang
dijahati oleh orang lain, apakah kita boleh membalasnya? Bukankah Musa berkata,
“mata ganti mata, gigi ganti gigi bahkan tangan ganti tangan, kaki ganti kaki?”
Apakah Musa memberikan hukum balas dendam? Musa sebetulnya tidak mengijinkan
pembalasan, tetapi pengampunan. Hanya kalau demi keadilan, orang mau membalas
dan baru tenang setelah membalas, dibatasi oleh Musa tidak boleh melampaui kerugian
yang diterimanya. Jangan sampai putus gigi diganti putus nyawa, putus gigi
untuk seseorang diganti putus nyawa seluruh keluarga. Jadi Musa membatasi,
jangan membalas, tapi kalau membalas, jangan lebih. Kalau terjadi kecelakaan dan
gigi sesamamu ternyata tanggal setengah, jangan dibalas, kalau engkau mau
membalas, balas! Jangan lebih lagi, jangan dipukul lagi, jadi tanggal satu, kalau
tanggal satu, lebih dari setengah, temannya nanti boleh balas lagi setengah. Jadi
hanya memberi batas, jangan sampai pembalasan kita lebih dari apa yang
dirugikan. Hukum Musa adalah hukum pembatasan pembalasan berlebihan.
Yang diminta oleh Yesus adalah
menanggapi kejahatan tanpa pembalasan apapun tetapi dengan kemurahan hati yang
berlimpah. Kejahatan harus ditanggapi dengan kebaikan, untuk itu butuh
pengorbanan diri, korban hati, korban perasaan, korban gengsi dan korban lain-lain,
yang lahir dari kasih, bukan dari situasi karena takut atau memang karena tidak
berdaya. Yesus mengajak mereka berbuat untuk lebih proaktif dalam melakukan
kebaikan, bukan sekedar reaktif terhadap apa yang dilakukan orang terhadap
kita. Yang diutamakan di sana adalah martabat sebagai manusia yang bukan
binatang. Manusia dilengkapi hati nurani dan budi yang cerdas untuk melakukan
pertimbangan moral dan spiritual, sebelum berbuat sesuatu. Binatang biasanya
reaktif, buntut anjing diinjak, sedang tidur, maka mulut segera menyalak. Tapi
manusia harus berpikir terlebih dahulu sebelum berbuat.
Dalam kerumunan bis yang padat seorang
terinjak kakinya. Orang berkata,
“maaf Pak, Pak, maaf sekali, maaf Pak, kaki
saya terinjak”.
Luar biasa! Sudah terinjak masih maaf-maaf
juga dan yang menginjak malah marah,
“makanya taruh kaki jangan sembarangan,
supaya tidak diinjak!”
“Iya maaf Pak, maaf, terima kasih”.
Sikap itulah yang kurang lebih diminta oleh
Yesus, ekstrimnya, jika ditampar pipi kanan berikanlah pipi kirimu. Ditampar pipi
adalah penghinaan paling besar di depan publik dalam Perjanjian Lama. Orang yang
dihina seperti itu, kata Yesus, jangan membalas, beri pipi lain. Kata Yesus, ”berikanlah
pipi lain sebagai suatu tanda, coba apa, kenapa engkau menampar, memperlakukan
aku di dalam publik, menghina di dalam publik”. Yesus pernah ditampar pipiNya
di depan Pilatus, apakah Yesus memberi pipiNya yang lain? tidak! Karena bagi Yesus
meski kita harus berkorban, meski kita harus menanggung salib, meski kita harus
murah hati dalam menanggapi kejahatan tapi jangan memberikan diri diperlakukan
tidak adil, hormatilah martabat diri sendiri. Maka yesus berkata, membela
martabat, “jika Aku mengatakan sesuatu yang salah, tunjukkanlah kesalahanKu,
tetapi jika yang Kukatakan benar mengapa kamu menampar Aku? Yohanes 18:20. Yesus
tidak mengijinkan kita membiarkan diri diperlakukan tidak adil, Ia mengajak
kita untuk tidak melakukan kejahatan apapun, walau atas nama keadilan. Tetapi
kalau ada seseorang yang tidak diperlakukan adil, maka kita didorong untuk
membela keadilan itu. Tetapi jangan sampai untuk membela keadilan, kita
melakukan kejahatan. Jangan sampai karena mau membela keadilan, kita melakukan
kejahatan yang sama bahkan lebih parah lagi. Yesus sendiri telah memberi contoh
bagaimana kejahatan ditanggapi dengan kemurahan hati yang berlimpah, “Bapa,
ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan”. Di atas
salib Yesus mendoakan, memberi berkat bagi mereka yang melakukan kejahatan
terhadapNya.
Saudara saudari yang terkasih,
kalau kita diperlakukan tak menyenangkan
atau dijahati orang lain, bahkan oleh orang yang kita perlakukan dengan baik,
kita kecewa dan marah, wajar! Kadang ada godaan balas dendam bahkan niat untuk
lebih menyengsarakan orang lain. Hari ini kita diingatkan untuk bermurah hati
secara berlimpah, yaitu berbelas kasih yang mengatasi keadilan. Bersyukurlah
kepada Allah kalau selama ini kita telah melakukan apa yang diminta Yesus,
yaitu tetap berbuat kasih sebagai tindakan proaktif murid Yesus yang
bermartabat, sebagaimana telah dicontohkan Yesus. Kalau diberi air tuba marilah
kita beri susu murni, kalau orang membuat kita iba, berilah senyum kasih
sejati.
No comments:
Post a Comment