Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Peringatan Wajib Santo Karolus
Lwanga dkk
3 Juni 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung
Bacaan I 2 Tim 1:1-3.6-12
Mazmur Tanggapan Mzm 123:1-2a.2bcd
Bacaan Injil Mrk 12:18-27
Saudara saudari yang terkasih,
pemahaman, keyakinan dan iman akan hidup
akhirat mempengaruhi hidup kita di dunia saat ini. Jika kita memiliki gambaran
hidup kekal yang optimis, kita pun akan bersemangat dalam hidup, kini dan di
sini, sebagai persiapan menuju ke kehidupan nanti. Ada orang yang membayangkan
kehidupan di akhirat seperti kehidupan di dunia ini dengan segala kesenangan
dan apa yang dimiliki, apa yang dilakukannya. Wajar, karena kita memang tidak
pernah tahu kehidupan di Surga nanti. Maka kadang ada perbedaan pendapat
tentang apa yang akan dimasukkan ke dalam peti jenazah saudara yang meninggal,
“nanti ini dibawa”
“nanti ia cari”
“apalah ia membutuhkan barang itu?”
“oh jangan nanti kebanyakan, keberatan”.
Kadang-kadang ada hal-hal semacam itu.
Pernah terjadi ada seorang yang menangis,
berdoa sedih, karena merasa bersalah kepada ibunya. Sebelum meninggal ibunya
berpesan,
“nanti kalau pada suatu hari Mama
meninggal, tolong doakan dengan agama yang Mama yakini”.
Anak-anaknya semua sudah Katolik, sehingga
tidak sempat mendoakannya menurut agama yang diyakini mamanya. Maka ia sedih. Lalu
saya tanya,
“kenapa Bu?”
“Ya saya merasa bersalah, karena Mama
pasti sedih karena tidak didoakan menurut keinginan sebelum meninggal”
Saya berkata,
“ingat sabda Yesus hari ini, bahwa orang
yang sudah meninggal itu akan hidup bagaikan malaikat, tidak mempunyai keingian
seperti kita. Jadi pasti mama juga sudah berbahagia”. Demikian juga kalau kita
mendoakan arwah, kalau ada yang terlewat, yang di surga sana tidak akan merasa apa-apa.
Tapi mungkin di kita, “aduh kok kelewat ya. Tidak disebut ya?” Nah itu
keinginan kita, tapi orang yang sudah meninggal, disebut dan tidak disebut
juga, mereka tahu, mereka sudah seperti malaikat.
Hari ini saudara saudari, Santo Karolus Lwanga
kita peringati beserta dengan teman-temannya. Mereka memberi kesaksian kehidupan
bagaikan malaikat, yang tidak dikuasai nafsu dan naluri, tetapi mengikuti
kehendak Tuhan. Sebagai orang-orang yang baru percaya kepada Yesus, mereka
melawan praktek satanik di Uganda, perdagangan budak, poligami, pemerkosaan
anak-anak. Semua itu pekerjaan nafsu dan naluri yang dilawan Karolus Lwanga. Akhirnya
Karolus Lwanga sebagai pelayan dan pekerja kerajaan dibunuh bersama dengan
teman-temannya. Waktu akan dibunuh mereka tidak gentar sedikitpun, karena yakin
akan memperoleh kehidupan kekal yang lebih membahagiakan. Bagaikan hidup
seperti malaikat-malaikat.
Saudara saudari yang terkasih,
Yesus berhadapan dengan orang Saduki yang
adalah kelompok elit, beberapa Imam Kepala yang tak percaya pada kebangkitan. Kelompok
yang namanya berasal dari Imam Besar jaman Salomo, Zadok, sangat memegang teguh
Kitab Musa, dengan tafsiran sangat harafiah dan bersifat yuridis. Mereka ingin
membenarkan keyakinan mereka, dengan membuat Yesus, Guru yang disegani pada waktu
itu, tidak berkutik melalui kasus yang sulit terjadi, walaupun dimungkinkan
dalam Hukum Musa yaitu Ulangan 25:5-10, bahwa seorang laki-laki harus mengawini
kakak iparnya, apabila kakaknya mati tanpa meninggalkan keturunan. Tapi tidak
disebut tujuh, hanya kalau ada. Orang Saduki membawa persoalan cerita tujuh. Bayangkan
tujuh saudara laki-laki mati tanpa keturunan setelah menikahi wanita yang sama.
Mungkin orang berpikir juga di sana, wanita macam apa ini, super womankah? Orang Saduki senyum-senyum karena yakin naa…kali ini
- kemarin Yesus oleh orang Herodian dan Farisi ternyata menang - sekarang mereka
senyum-senyum, sekarang pasti keok nih, pasti kalah telak. Mereka kaget waktu
mendengar jawaban Yesus, “kamu sesat! Justru kamu tidak mengerti Kitab Suci
maupun kuasa Allah”. Kaget, mereka merasa tahu betul Kitab Suci terutama
percaya kepada Hukum Taurat, lima Kitab Suci pertama, dan mengajarkan tentang Allah
bahkan mewakili Allah dalam ibadat. Orang Saduki sok tahu, ternyata tak tahu
menahu soal Kitab Suci dan soal Allah, hingga menolak kuasaNya dan tak percaya
kebangkitanNya. Yesus mengambil dari Taurat Musa supaya mereka tahu atau tidak,
apa yang ditulis di dalam keluaran 3:6 tentang semak yang terbakar, Allah dan
kuasaNya ada di sana. Allah adalah Allah orang hidup, Allah Abraham, Ishak, Yakub,
tiga Bapa Bangsa yang hidup di dunia sesuai dengan kehendak Allah. Dan sewaktu
hidup di dunia, mereka menghidupi apa yang akan terjadi di Surga, yaitu
mengikuti kehendak Allah. Hidup mereka ada dalam harmoni Allah. Mereka disebut
lagi untuk menyatakan bahwa mereka hidup dan waktu hidup di duniapun hidup
sesuai dengan kehendak Allah. Bayangkanlah kita akan hidup, kata Yesus, bagai
malaikat yang tidak akan mati lagi, bukan menjadi malaikat, jangan salah, bukan
menjadi malaikat tapi bagai malaikat. Tidak akan mati lagi, tidak akan kawin
dan dikawinkan, tidak akan mempunyai nafsu dan naluri seperti manusia. Maka
gambaran hidup di Surga itu dilaksanakan oleh para Imam, Biarawan, Biarawati dengan
hidup selibatnya, bahwa hidup yang tidak kawin dan dikawinkan itu dihidupi
sekarang ini, sebagai tanda nyata akan kehidupan yang akan datang.
Kalau ada orang baik, kita berkata, “wah
luar biasa! Hatinya seperti malaikat”. Kehidupan bagaikan malaikat itu akan
kita alami, kita akan menjadi orang yang tidak lagi dikuasai oleh nafsu dan
naluri, keinginan manusiawi, tetapi hanya akan digerakkan oleh kasih dan disinari
oleh Roh Allah sendiri. Maka Yesus menekankan, bahwa kehidupan para murid sekarang
ini harus disinari semangat kebangkitan Kristus, sebagai antisipasi kehidupan bersama
Kristus nanti. Maka kalau kita hidup, janganlah pesan-pesan tertentu. Kalau
tidak dilaksanakan pun tidak apa-apa, karena kan mereka itu tidak mempunyai
keinginan seperti kita, tapi justru tantangan
kita adalah melaksanakan apa yang telah dihidupi orang-orang baik itu, supaya
kita lanjutkan cita-citanya, amanatnya, pesannya. Nah itu jauh lebih penting,
bukan keinginan-keinginan manusiawinya.
Saudara saudari yang terkasih,
kalau kehidupan kelak begitu indah,
pantaslah kita menghidupi sekarang ini dengan hidup yang tidak dikuasai nafsu
dan naluri, tetapi digerakkan oleh kasih kepada Allah dan sesama, kepada alam
dan ciptaan. ‘Itulah kehidupan bagaikan malaikat’. Tujuh karunia Roh Kudus
telah dicurahkan kepada kita, dan kita doakan siapapun yang menghasilkan sembilan
Buah Roh dalam hidupnya, akan tampil bagaikan malaikat yang membawa sukacita
dimanapun dan kapanpun ia berada. Orang macam ini pasti dicari dan dinanti
banyak orang.
Marilah saudara saudari, kita hidup
bagaikan malaikat, bagi satu sama lain yang saling mengingatkan kasih Allah, saling
meneguhkan untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah, sebagai persiapan untuk
kehidupan nanti. Sehingga pada saat kita menutup mata, orangpun akan bersaksi,
bahwa kita mati dengan hati bagaikan malaikat.
No comments:
Post a Comment