Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Hari Raya Tritunggal Maha Kudus 7
Juni 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung
Bacaan I Kel 34:4b-6.8-9
Mazmur Tanggapan Dan 3:52-56
Bacaan II 2 Kor 13:11-13
Bacaan Injil Yoh 3:16-19
Saudara saudari yang terkasih,
kiranya wajar kalau orang beriman
bertanya siapakah Allah yang aku imani atau siapakah Allah bagi kita, bagiku. Kita
tak dapat memahaminya secara penuh tetapi dapat mengalamiNya. Pada Hari Raya Tritunggal
Mahakudus ini, bacaan-bacaan Kitab Suci mewartakan siapakah Allah itu bagi
manusia. Ia adalah Allah yang panjang sabar dan penuh kasih setiaNya. Karena kasihNya
yang begitu besar kepada manusia, Allah mengutus Putra TunggalNya. Allah itulah
yang diwartakan oleh Paulus dalam sapaan kepada umatNya, kasih karunia Tuhan Yesus,
Kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. Setiap hari kita
mengungkapkan misteri Allah Tritunggal dengan membuat Tanda Salib: Bapa, Putra
dan Roh Kudus. Beberapa orang yang berhasil dalam bidang olahraga atau bidang lain
ketika menjadi juara, menang, langsung membuat Tanda Salib, itulah Allah Tritunggal.
Walaupun tak dimengerti betul, tetapi rupanya dekat dan akrab dengan manusia. Misteri
Allah Tritunggal ini merupakan pusat dari misteri iman kita. Orang mengira Ekaristi,
Ekaristi adalah sakramen yang adalah puncak dan sumber, tetapi ajaran misteri
iman, puncaknya ada pada misteri Tritunggal Mahakudus. Katekismus Gereja Katolik
no 234, gampang dihapal, menulis demikian, misteri Tritunggal Mahakudus adalah
rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Itulah misteri kehidupan batin Ilahi,
dasar pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya. Itulah
yang paling mendasar dan hakiki dalam hirarki kebenaran iman. Seluruh sejarah
kesalamatan tidak lain adalah sejarah jalan dan upaya yang dengan perantaraanNya,
Allah yang satu dan benar, Bapa, Putra dan Roh Kudus mewahyukan diri,
memperdamaikan diriNya dengan manusia yang berbalik dari dosa dan mempersatukan
mereka dengan diriNya.
Allah yang satu dengan tiga pribadi,
mewahyukan diri dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan mencapai puncaknya dalam Kitab
Suci Perjanjian Baru yaitu dalam misteri inkarnasi dan Pentakosta, turunnya Roh
Kudus atas para rasul. Dalam Perjanjian Lama ada tanda yang mengarah pada Allah
Tritunggal, dalam Bacaan Pertama hari ini, Tuhan turun dalam awan. Awan adalah
simbol Roh Kudus. Tuhan dalam Perjanjian Baru, selalu ditujukan pada pribadi Allah
yang kedua, yaitu Putra. Tuhan adalah gambaran dan bayangan Allah Putra yang
akan sempurna menjelma menjadi manusia nanti dalam diri Yesus dalam misteri
inkarnasi. Maka sejak awal, Allah Tritunggal ada, bukan berarti bahwa inkarnasi
sudah terjadi pada Perjanjian Lama, tidak! Tetapi tanda, clue, bayangannya, hadir. Maka kalau ada selalu ada awan dan Tuhan,
di situlah Roh Suci, Roh Kudus dengan Allah Putra dalam kesatuan dengan Bapa.
Musa mengalami bagaimana kasih Allah
menyertai bangsa Israel yang diselamatkan dari perbudakan Mesir dan dihantar
menuju tanah terjanji. Musa menyadari bagaimana umatnya berkeras hati, hingga
jatuh berkali-kali dalam dosa dan berhala. Tetapi sekaligus mengalami bagaimana
Allah itu sabar terhadap umatNya dan selalu mengampuni umatNya. Dosa umat
Israel tidak dapat mengalahkan, tidak dapat membatalkan belas kasih Allah yang
luar biasa. Dan itulah yang disampaikan Injil hari ini, mengapa Allah mengutus
PutraNya ke dunia? Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini. Ia datang
bukan untuk menghakimi, bukan untuk menghukum, tetapi untuk menyelamatkan
manusia. Sebelum wafat, Yesus menjanjikan Roh Kudus untuk menyertai muridNya, GerejaNya
sampai akhir jaman, berada di antara kita semua.
Kesatuan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus
itulah yang dialami dan diwartakan oleh Santo Paulus, yang sapaannya selalu
kita dengar dalam perayaan Ekaristi, setelah atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus,
para Imam biasa berkata, semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, Cinta Kasih Allah
- Paulus itu rumusan dari Paulus, Paulus tidak pernah menyebutkan Bapa selalu Cinta
Kasih Allah. Bapa oleh Yesus selalu diungkapkan, tapi itu merupakan pribadi Allah
pertama - Cinta Kasih Allah dalam persekutuan Roh Kudus besertamu. Paulus mengalami
Allah Tritunggal dalam hidupnya. Itulah Allah Tritunggal yang satu dalam tiga
pribadi: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Misteri ini sulit dipahami, tetapi dapat
dialami. Kita mengawali doa dengan rumusan Tritunggal Mahakudus, dalam nama Bapa,
Putra dan Roh Kudus. Walaupun masa pandemi ini kita berada di rumah, berapa
kali kita membuat Tanda Salib? Apa yang kita alami saat membuat Tanda Salib? Pertama-tama
bukan membuat Tanda Salib, yaitu mengingatkan apa yang dilakukan Allah dalam Yesus
untuk manusia, tetapi pertama-tama ketika kita membuat Tanda Salib adalah soal Trinitas,
soal Allah Tritunggal, yaitu tentang siapakah Allah yang kita imani. Kita tidak
mengerti betul, siapakah Allah Tritunggal, tetapi kita sungguh mengalami
kedekatan denganNya. Ada daya Ilahi yang menyertaiNya, ada kasihNya yang
melindungi kita, hingga kita merasa sreg, pas, aman dan nyaman saat setelah
membuat Tanda Salib. Untuk memohon berkat dan perlindungan, ketika kita takut, waktu
kecil atau waktu sekarang juga, ada tempat gelap, ada bunyi sesuatu, takut, langsung
buat Tanda Salib: Bapa, Putra dan Roh Kudus, Amin, merasa lebih tenang ada Allah
Tritunggal hadir di sana. Ketika kita sedih, ketika kita susah, ketika kita
menderita, atau bahkan ketika kita sukses, berhasil, bahagia, karena terwujud,
harapan terpenuhi dan doa terkabul. Itu seperti para juara, begitu menang langsung
Tanda Salib, untuk menyatakan Allah yang aku imani, Tritunggal: Bapa, Putra dan
Roh Kudus. Amin. Saat itu sebetulnya kita mengalami kehadiran Allah Tritunggal
yang sulit untuk dimengerti tetapi kasihNya sungguh kita alami. Kita berdoa kepada
siapa? Kepada Allah Tritunggal: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Lalu kita harus
berdoa kepada siapa? Kepada siapa saja, pribadi Allah pertama, Bapa, atau kedua
Putra atau ketiga Roh Kudus, sama saja. Ketika kita berdoa kepada Putra, kepada
Yesus, Bapa dan Roh Kudus tahu. Ketika kita memohon terang Roh Kudus, Bapa dan Putra
juga tahu dan kepadaNyalah kita berdoa. Lain dengan manusia, kalau saudara
menyampaikan intensi misa ke Romo Hilman, Romo Hilman tidak menyampaikan kepada
Romo Eddy, tidak akan tertulis. Kalau menyampaikan kepada saya tidak ditulis
maka tidak tertulis. Tetapi kepada Allah, berdoa kepada Allah siapapun, Allah Tritunggal
satu, tiga pribadi. Satu Allah yang Maha Kuasa dalam tiga pribadi itu.
Saudara saudari yang terkasih,
ada … saya mengakhiri dengan ilustrasi
dari Santo Agustinus yang terkenal. Kisah Santo Agustinus setelah bertobat merenungkan
Allah Tritunggal, berjalan-jalan di tepi pantai, sulit mengerti apa itu Allah Tritunggal.
Siapa? Ia yang luar biasa pintar, ingin memahami betul Allah Tritunggal. Ia
berjalan-jalan, tiba-tiba ia melihat seorang anak sedang sibuk, lalu ia tanya,
“lagi apa, Nak?”
“Main”
Lalu dia lewat, dia lihat lagi, bolak
balik anak itu,
“Nak, apa yang kaulakukan?”
Dia bilang,
“saya sedang berusaha memindahkan air
laut itu, ke dalam lubang kecil, sumur kecil ini”.
Agustinus tertawa, “hahahaha”.
Lalu katanya,
“kenapa tertawa?”
“Bagaimana mungkin”, kata Agustinus, “engkau
mau memindahkan air yang begitu luas ke dalam lubang sumur yang engkau buat, tidak
mungkin!”
Anak kecil itu berkata,
“itulah yang Bapak lakukan, bagaimana
mungkin mau memindahkan kebesaran dan kemuliaan Allah yang begitu agung ke
dalam otak Bapak yang begitu kecil?”
Agustinus tersentak, berhenti lalu ia
berkata, “Tuhan, ampunilah aku …”.
Anak kecil itu tiba-tiba lenyap.
Setelah kejadian itu Agustinus tidak
lagi mau mencari tahu dan mau menguasai Tuhan dengan pengetahuannya, tetapi berserah
diri kepada Tuhan sepenuhnya dalam hidup. Maka di hari-hari berikutnya Agustinus
berkata, “kalau dia itu bisa dimengerti secara penuh, bisa masuk akal,
diuraikan berdasarkan logika, secara rasional dan orang mengerti betul, dia itu
bukan Allah”. Allah itu selalu ada misteri yang tidak kita ketahui. Allah itu
melampaui apa yang kita tanyakan. Allah itu mengatasi pikiran kita. Maka godaan
untuk mengecilkan realitas Allah adalah ketidak percayaan kita kepada Allah. Bagaikan
kalau kita melihat objek yang tinggi, ada Borobudur besar, luar biasa, candi, lalu
ada gantungan kunci Borobudur, ingin menggenggam. Ada menara Eiffel di Paris,
besar, lalu ada gantungan kuncinya, menara Eiffel kita genggam. Itulah
kecenderungan dan godaan kita, mau menguasai Allah yang begitu besar,
menggenggamNya dalam tangan kecil, menguasaiNya dalam otak.
Maka saudara saudari, saat pikiran tidak
mampu memahami, mari kita buka pintu iman. Allah itu besar, agung, transenden,
jauh, tetapi imanen, dekat di hati, ada menyertai kita, wujudNya tidak
kelihatan, efeknya kita alami.
Renungkanlah apa yang saudara alami
sekarang, bagaimana kehadiran Allah ketika kita membuat Tanda Salib: Bapa, Putra
dan Roh Kudus. Amin. Lihatlah kesaksian orang-orang kudus yang mengalami
kehadiran Allah tanpa sungguh memahami Allah Tritunggal itu.
Mari kita pahami sebagaimana Allah
mewahyukan dan mari kita imani Ia Allah Tritunggal: Bapa, Putra dan Roh Kudus, Allah
yang berbelas kasih, Allah yang selalu menyertai dan mencintai kita. Ia jauh,
besar, tapi dekat ada di hati kita. Amin.
No comments:
Post a Comment