Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin,
OSC
Misa Senin Pekan Biasa X 8 Juni 2020
Kapel Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan
Bandung
video : Senin Pekan Biasa X 8 Juni 2020
Saudara saudari yang terkasih,
ada banyak hal yang menawarkan jalan
bahagia, ada lagu, salah benar don’t worry
be happy dari Bobby McFerrin yang mengajak kita untuk tidak kawatir. Setiap
orang mempunyai masalah hidup, saat kawatir persoalan itu menjadi dobel. Kebahagiaan
ditentukan bukan oleh unsur dari luar: barang, relasi, pekerjaan dan lain-lain,
tetapi ditentukan dari dalam diri sendiri, yaitu hati yang bebas dari kawatir. Yang
dalam bahasa Yesus adalah sukacita dan damai sejahtera, “Aku memberikan
sukacita dan damai sejahtera!” Kita harusnya bahagia bukan? Karena sukacita dan
damai itu sudah diberikan Yesus kepada kita. Kita dipanggil untuk mengalami kebahagiaan
batin, suka cita, sebagai dasar untuk bisa bergembira dalam hidup dan
bersemangat dalam bekerja. Itulah yang diajak Yesus dalam Sabda Bahagia. Dasar
kebahagiaan adalah miskin di dalam Roh, hanya mengandalkan Tuhan. Seperti kisah
Bacaan Pertama, Nabi Elia hanya mengandalkan Tuhan, atau dalam refrain lagu
antar bacaan, “Pertolonganku hanya dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi”.
Ada ilustrasi seorang Bapak ditanya oleh
anaknya yang akan menikah,
“Pak, saya kan akan menikah, berapa biaya
pernikahan?”
Bapaknya lupa, ia berkata, “Bapak lupa, yang
jelas mahal sekali, Nak. Kamu punya uang tidak?”
Jawab anaknya, “Bapak kok lupa, tapi
tahu Bapak, mahal!”
“Ya, Bapak lupa, 25 tahun yang lalu, yang
jelas kenapa Bapak tahu mahal, yang jelas setelah pernikahan 25 tahun yang lalu,
sampai sekarang Bapak itu masih nyicil hutang resepsi beserta bunganya”.
Lalu anaknya “jadi Bapak bahagia tidak?”
“Ya pikirkan sendiri, 25 tahun bersenang-senang,
sampai sekarang menderita terus, bahagia tidak? Makanya…”, kata Bapaknya, “ingat
pepatah, harusnya kita itu berakit-rakit dulu berenang-renang kemudian, bersakit-sakit
dahulu bersenang-senang kemudian. Bukan sebaliknya bersenang-senang dulu lalu
bersakit-sakit kemudian”.
Saudara saudari yang terkasih,
Yesus memberi pedoman dasar menjadi
murid, sebelum mampu menerima dan melaksanakan ajaranNya, seseorang harus
memiliki hati yang siap dibimbing oleh Roh Kudus, yaitu hati yang miskin
terdorong oleh Roh Kudus, untuk mengalami kebahagiaan yang tidak dipengaruhi
oleh unsur eksternal tapi unsur dari dalam. Dalam bahasa Yunani kata miskin dalam
Perjanjian Baru ada dua yang digunakan, yaitu pertama pene atau penês atau penikros, variasinya yang menggambarkan hidup miskin kekurangan, tetapi masih bisa
hidup karena berjuang dengan kekuatan sendiri. Miskin materi tapi masih bisa
berjuang, orang miskin yang masih bisa bekerja, bisa menghidupi dirinya
sendiri, miskin tetapi masih bisa hidup tanpa bantuan orang lain atau tanpa
menggantungkan diri pada org lain. Kedua ada kata ptôkhos yang menggambarkan hidup orang yang tak punya apa-apa dan
tak bisa berbuat apapun sehingga hidupnya tergantung dari kemurahan pihak lain.
Yesus menggunakan kata ptôkhos bagi
mereka yang mau menjadi muridNya. Dalam Injil hari ini berbahagialah mereka yang
miskin dalam Roh itu adalah yang digunakan kata ptôkhos, orang yang sungguh sangat menggantungkan hidupnya pada Allah.
Yang tanpa Allah habis hidupnya, mati hidupnya tak ada kebahagiaan, tak ada sukacita.
Di hadapan Tuhan, murid memang harus
miskin tergantung pada Allah semata. Sikap mengandalkan rahmat Allah ini adalah
dorongan Roh Kudus yang menyucikan hati. Orang ini terbuka pada Roh Kudus,
sehingga karya Roh Kudus itu mampu membuat seseorang itu menjadi makin dekat
kepada Tuhan, tunduk kepada Allah sehingga bisa berbuat seperti apa yang Allah
kehendaki. Allah menempatkan hati dan budiNya kepada manusia, sehingga ia
memiliki hati Ilahi, hidup suci dengan tak bercacat di hadapan Allah. Bagi Yesus
orang macam ini memiliki Kerajaan Allah. Sikap hati ini mengantar menjadi kudus,
menjadi bahagia. Kata yang digunakan makarios
yaitu sukacita yang tak dapat direbut oleh dukacita apapun, penderitaan, entah
diejek, entah dianiaya, atau difitnah, tetapi tetap dapat hidup lemah lembut,
berbelas kasih serta mengusahakan kebenaran dan perdamaian.
Saudara saudari yang terkasih,
dalam Gaudete et Exultate, anjuran apostolik Sri Paus Fransiskus
mengajak kita untuk menjadi orang suci dengan melakukan kegiatan harian dalam
iman pada Allah dan komitmen kepada gereja. Judul ini diambil dari Sabda Bahagia
hari ini yang terakhir, bersukacitalah dan bergembiralah. Sabda Bahagia adalah
pedoman menuju kekudusan yang didasari oleh hidup miskin terdorong oleh Roh Kudus
dengan hidup benar, lemah lembut, berbelas kasih, damai dan setia walau ada
kesulitan dan penderitaan. Bapa Suci mengajak kita untuk menyandingkan Sabda Bahagia
Matius 5:3-12 dengan kisah Pengadilan Terakhir Matius 25:31-46 yang adalah
memberi perilaku hidup kudus melalui belas kasih, yang adalah denyut jantung Injil
dan panggilan Kristiani. Sabda Bahagia adalah ajakan untuk menjadi kudus,
sedangkan kisah Pengadilan Terakhir adalah aturan perilaku kudus. Kesucian
diperlihatkan dengan kemampuan melihat dan melayani Yesus di dalam diri orang yang
paling hina, lapar, haus, orang asing, telanjang, sakit dan dalam penjara. Paus
berkata dalam no 109, kekuatan kesaksian para kudus terletak pada penghayatan Sabda
Bahagia dan norma perilaku Pengadilan Terakhir.
Saudara saudari yang terkasih,
Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus,
Paus Fransiskus mengajak kita, terutama anak-anak muda, jangan takut untuk
menjadi orang kudus, karena itu adalah panggilan kita, itu adalah hakikat murid-murid
Yesus. Maka saudara saudari yang terkasih, marilah kita hidup kudus, yaitu
hidup miskin di dalam Roh, hidup mengandalkan Allah. Maka kita akan mengalami
kebahagiaan batin yaitu sukacita yang tak akan direnggut oleh apapun dan tak dapat
direbut oleh siapapun.
No comments:
Post a Comment