Sunday, May 31, 2020

31 Mei 2020 Hari Raya Pentakosta


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Hari Raya Pentakosta 31 Mei 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung


Bacaan I Kis 2:1-11
Mazmur Tanggapan Mzm 104:1ab.24ac.29bc-30.31.34
Bacaan II 1 Kor 12:3b-7.12-13
Bacaan Injil Yoh 20:19-23

Saudara saudari yang terkasih,
setiap orang menjalani berbagai perubahan dan bisa hidup karena perubahan tersebut. Namun  tidak setiap orang suka akan perubahan, apalagi kalau sudah menikmati kenyamanan, keamanan dan ketentraman yang ia anggap normal. Ia tidak suka perubahan walaupun menjanjikan relasi, fungsi, lokasi dan situasi yang mungkin jauh lebih baik. Janin yang merasa nyaman dalam rahim ibunya, tak akan pernah menjadi manusia dewasa tanpa keluar dari rahim dan lahir ke dunia, menjalani sesuatu yang normal baru. Kita tak mungkin menikmati kemuliaan surgawi yang kita imani tanpa melewati kematian. Kehidupan seseorang, mulai bujangan punya kehidupan normal sendiri, kemudian berkeluarga, ada kehidupan normal baru, mempunyai anak, kehidupan normal yang lain, mempunyai mantu, lain lagi, mempunyai cucu, lain lagi. Itulah serangkaian new normal yang sebetulnya kita laksanakan. Keadaan normal baru yang harus dijalani sesuai dengan situasi dan kondisi agar dapat hidup lebih baik.
Pentakosta adalah suatu new normal bagi para murid Yesus yang biasa menjadi ‘anak bawang’ yang selalu mengikuti atau pemain cadangan yang tampil kalau dibutuhkan, kini harus menjadi Bapa Bangsa, pemimpin gereja, atau penjaga gawang pembela gereja yang ditandai dengan turunnya Roh Kudus. Pentakosta diwujudkan dengan cara hidup baru sebagai gereja sehati sejiwa, berbagi sukacita yang berpusat pada Ekaristi. Normalitas lama bisa menina bobokan para murid kalau tidak berubah, hingga sulit matang, tak berkembang, terus menjadi murid. Kapan menjadi guru dan gembala seperti yang diminta Yesus? Kapan menjadi Nabi dan Imam seperti yang dipanggil Tuhan? Maka dalam amanat perpisahan Yesus bersabda, “adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi, sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu”.

Saudara saudari yang terkasih,
ketika saya masih frater, saya diminta untuk memimpin ibadat pembukaan retret. Dalam Ibadat pembukaan, lalu ada nyanyian datanglah roh kudus …veni sancte spiritus, diulang-ulang … veni sancte spiritus… tiba-tiba di tengah ada satu orang tiba-tiba eee…eee…eee… saya lagi nyanyi, saya berpikir, ini minta datang Roh Kudus kok mengganggu, roh kudis yang ada, lalu saya keraskan … veni sancte spiritus makin keras eee… ooo… eee… saya bilang, ini sekarang yang datang roh kuda. Selesai ibadat semua keluar anak-anak itu, lalu ia tinggal sendiri, orangnya tinggi kurus, lalu saya tanya,
“ada apa?”
“Ya, saya mengalami sesuatu yang aneh”.
“Kenapa? apa yg terjadi? kamu punya jimat?”
Dia bilang, “ya, saya punya jimat”. Dia sebutkan jimatnya apa
“Untuk apa?”
“Saya ingin tenang. Saya ingin tentram. Saya terlalu banyak diejek, ‘kurus-kurus-peang- peang”, kata dia. Saya bilang,
“tidak bisa, kalau untuk mencari ketenangan, kamu harus mengakui Tuhan. Dengan memegang iblis kamu menolak kekuasaan Allah”
“Yaaa… tapi kalau punya jimat itu, kalau saya diejek, maka kalau saya marah seperti ada macan dalam diri saya. Maka orang yang saya pukul bisa mental!”
Saya bilang, “tidak!” Lalu saya berangkat ke pastor Sukarno, saya bilang, “Pastor, ini ada anak yang pakai jimat”.
Dia bilang, “yaa… dia harus mengaku dosa. Dia harus mengakui kembali kekuasaan Allah baru bisa. Coba tanya anak itu, mau mengaku dosa atau tidak”.
Saya balik lagi, saya bicara, anak itu mau mengaku dosa. Lalu mengaku dosalah anak itu dan didoakan oleh Pastor Sukarno, terjadi upacara pengusiran. Lalu anak itu mulai hidup tenang, tentram, ada new normal dengan hidup dikuasai oleh Roh Kudus. Membebaskan diri dari kekuasaan gelap. Itulah suatu normalitas baru yang dijalankan anak itu.

Saudara saudari yang terkasih,
Pentakosta adalah suatu saat dan kesempatan rahmat dalam sejarah keselamatan yang membuat umat Allah memasuki jaman baru, new normal, dengan ciri dan cara baru sesuai dengan kehendak Allah. Dalam sejarahnya, Paskah Perjanjian Lama dihayati sebagai pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir oleh Musa dan Pentakosta dihayati sebagai peristiwa bangsa Israel tiba di gurun Sinai dan menerima sepuluh perintah Allah yang tertera pada dua loh batu yang dibawa Musa dari gunung Sinai, yang ditandai oleh turunnya Allah dalam rupa api, seperti dikisahkan dalam Keluaran 19:18. Sejak saat itu bangsa Israel memasuki kehidupan baru sebagai bangsa yang hidup menurut sepuluh perintah Allah. Itulah normalitas baru yang harus dijalankan bangsa Israel hingga menjadi umat kesayangan Yahwe.
Paskah Perjanjian Baru dihayati sebagai penebusan, pembebasan manusia dari dosa oleh Yesus dan Pentakosta diimani sebagai peristiwa turunnya Roh Kudus atas para rasul dalam rupa api dengan bunyi dan tiupan angin keras. Roh Kudus dicurahkan kepada para murid. Hukum Allah dipatrikan tidak lagi pada dua loh batu tetapi pada loh hati manusia. Sejak itu para rasul hidup dalam normalitas baru sebagai kelanjutan dari penciptaan baru oleh Yesus yang menghembuskan dan mengutus mereka, “terimalah Roh Kudus, sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga Aku mengutus kamu”. Menjadi rasul, utusan yang hanya mengandalkan Tuhan dan membaktikan diri untuk kepentingan dan perkembangan gereja adalah new normal sebagai saat dan kesempatan rahmat. Suatu khairos, orangnya sama, tetapi mindset, heartset, handset, moral and spiritualsetnya berubah karena hukum cinta telah dipatri Roh Kudus dalam hati, hingga mereka hidup dan berkarya dalam bahasa cinta.

Saudara saudari yang terkasih,
akhir-akhir ini setelah kita mengalami masa lockdown yang memprihatinkan, kita digembar gembor dengan konsep a new normal. Ada banyak reaksi, tetapi mari kita sambut new normal itu sebagai khairos. Dalam bahasa Yunani ada dua kata waktu, kronos itu waktu, hari ini, besok, kemarin, waktu, waktu. Sedangkan khairos itu adalah waktu ya saat kesempatan rahmat, yang harus segera disambut. Ketika tidak disambut, lewatlah rahmat itu. Orang bilang itu hoki, orang siap, kita sambut, itu rahmat. Khairos, maka new normal bisa menjadi khairos bagi kita, saat dan kesempatan rahmat untuk menjadikan hidup dan dunia kita lebih baik dari sebelumnya. Pandemik covid19 bisa menyadarkan kita bahwa di balik kemajuan dunia yang patut kita syukuri, ternyata ada hal-hal yang harus kita perbaiki. Kita diajak untuk menjadi lebih humanis dan ekologis bagi kesejahteraan bersama, serta tahu diri dan tahu batas, dengan hidup lebih rapi, bersih, sehat dan hemat, sebagai cerminan dari kehidupan yang baik, benar, santun dan kudus, yaitu kehidupan yang penuh hikmat yang membawa berkat dan selamat. New normal adalah kehidupan dengan perubahan pola pikir mindset tadi, sikap hati - heartset, cara kerja - handset, dan semangat moral serta penghayatan spiritual yang diperbaharui oleh Roh Kudus. Dari perspektif yang lebih egois jadi makin altruis, mengarahkan diri pada orang lain, dari orientasi individual menjadi makin solider dengan sesama, dari mengandalkan kehebatan manusia menjadi berserah diri pada kekuasaan Allah.
Mari kita sambut new normal dengan  semangat Pentakosta sebagai orang yang dicurahi oleh Roh Kudus, Roh Pembaharu dengan tujuh karuniaNya dengan aktivitas, kolektivitas, mentalitas, moralitas dan spiritualitas yang diperbaharui. Ingat nasihat Yesus, “tetapi anggur yang baru disimpan dalam kantung yang baru pula. Dan dengan demikian, terpeliharalah kedua-duanya. Sebab kalau disimpan di kantung yang lama dengan cara lama, akan koyaklah kantung dan terbuanglah anggur itu”.
Mari kita wujudkan perubahan pola pikir, sikap hati, cara kerja, jalan hidup kita dengan mengembangkan gagasan, kesadaran dan gerakan humanis dan ekologis, sebagai ungkapan iman dan syukur atas karunia Roh Kudus yang dicurahkan kepada kita. Untuk hanya berbicara dan berbuat dalam bahasa cinta. Hidup sesuai dengan buah-buah Roh Kudus: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabararan, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri. Karunia itu sudah dicurahkan, apakah buah-buah itu sudah ada? Kalau buah-buah itu masih kecil, mari kita tumbuhkan. Kalau buah-buah itu sudah matang, mari kita bagikan.
Selamat Hari Raya Pentakosta.







Saturday, May 30, 2020

30 Mei 2020 Sabtu Paskah VII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Sabtu Paskah VII 30 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 25:13-21
Mazmur Tanggapan Mzm 103:1-2.11-12.19-20ab
Bacaan Injil Yoh 21:15-19

Saudara saudari yang terkasih,
dalam filsafat agama dikenal istilah dari seorang ahli bernama Rudolf Otto “Misterium Tremendum et Fascinosum” yaitu misteri yang menggetarkan dan menentramkan. Orang beragama percaya, takut pada Allah, karena berjumpa dengan pengalaman realitas yang membuatnya, ia gentar, merasa kecil dan tak berdaya. Misalnya berada di atas gunung yang tinggi, yang diliputi oleh awan, atau berada di laut lepas, merasa kecil dan sendiri tapi sekaligus pengalaman yang mengasikkan, menentramkan. Itulah misteri yang menggetarkan dan menyejukkan, bersama dengan realitas alam ciptaan Allah. Maka orang berkata, siapa di balik realitas itu jika bukan yang kudus, yang Ilahi. Bisa juga kita bertemu dengan realitas yang menggetarkan dan menentramkan, ketika bertemu dengan peristiwa malapetaka, sakit, kematian, tetapi kemudian ada hiburan, ada rahmat yang kita peroleh. Itulah contoh-contoh ketakutan akan Allah yang bisa membuat orang menyadari betapa besarnya Allah, betapa sucinya Allah. Saya yang tidak pantas, kok dikabulkan doanya. Saya yang tidak pantas, kok dibersihkan dosanya. Dan betapa kecilnya manusia, betapa kotornya kita. Ini tidak membuat orang menyembunyikan diri atau lari dari Allah, seperti Adam dan Hawa yang berdosa, menyembunyikan diri dan lari karena dosa, tapi pengalaman bertemu dengan realitas yang dahsyat itu mendorongnya berbakti pada Allah dengan mempersembahkan sesaji atau agar tetap terberkati. Roh takut akan Allah memampukan kita takut dan hormat kepada Allah karena kita mengasihi Allah.

Saudara saudari yang terkasih,
Yohanes disebut murid kesayangan, kiranya bukan karena Yesus pilih kasih. Ia disebut murid terkasih karena kasihnya kepada Yesus yang luar biasa. Dan bagaimana ia mengalami dikasihi oleh Yesus. Di manapun Yesus berada, kita tahu Yohanes ada di situ, terutama di saat-saat penting, saat Yesus dimuliakan di atas gunung Tabor, saat Yesus berada dalam sakratul maut di taman Getsemani, dan saat Yesus menghembuskan nafas di kayu salib serta saat Yesus bangkit, Yohanes tiba di kubur mendahului Petrus dan percaya. Ada relasi dekat dan akrab dengan Yesus. Saat yang lain takut atau segan bertanya, tentang siapakah pengkhianat Yesus, Petrus memberi isyarat kepada murid yang dikasihi dan bersandar pada Yesus untuk bertanya, pada Yohanes 13:23-25, Yohanes pun tanpa takut dan tanpa ragu pun bertanya, “Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?” Keberanian ini muncul karena kasih Yohanes kepada Yesus dan kasih Yesus yang dialami oleh Yohanes. Karena kasihnya kepada Yesus, Yohanes menulis Injil yang berisi kesaksian iman yang benar. Di balik kasihnya ada ketaatan penuh, dan itulah yang disebut dengan Roh Takut akan Allah, karena ada kasih, orang taat tak behenti untuk bersaksi.
Sebagaimana kita dengar dalam Bacaan Pertama, Paulus dalam keadaan apapun, dalam keadaan dipenjara di rumah, dalam keadaan, tetap terus memberi kesaksian tentang Kristus, karena ia mengalami kasih Kristus, sehingga ia mengalami takut, hormat karena kasih kepada Yesus.

Saudara saudari yang terkasih,
Roh Takut akan Allah bukanlah ketakutan yang menyebabkan kita lari dari Allah, tetapi yang membuat kita kagum akan Allah dan akan ciptaanNya, hingga Ia memenuhi pikiran dan hati kita. Takut di sini adalah pengakuan akan kehadiran Allah yang kudus, Sang Kasih. Yang kita lihat dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, kalau ada kata takut, cermatilah di situ ada Allah yang hadir, di situ ada pengakuan akan kemuliaan Allah dan akan kekecilan manusia. Musa ketika mendekati semak yang berduri, menyadari kehadiran Allah, ia menutupi muka dan takut.  Dalam Perjanjian Baru, ketika Yesus menghardik angin dan menenangkan danau, para murid mengalami ketakutan, karena mengalami kehadiran dan keMahaKuasaan Allah dalam diri Yesus. Sedangkan manusia mengalami ciptaan yang dipanggil untuk hidup kudus dalam kasih.

Roh Takut membuat kita mampu menghormati dan mengakui Allah Tritutunggal dan misteri kasihNya, Roh Takut akan Allah membuat kita homat, yang lahir dari kasih pada Allah karena pengalaman dikasihi itu, hingga kita tidak mau berdosa, bukan karena takut, tetapi karena cinta dan hormat pada Allah. Kita tidak mau berdosa, menjauhi dosa karena tidak mau melukai Allah yang kita kasihi. Maka ini bukanlah ketakutan budak yang membuat kita lumpuh tidak berdaya, tapi keseganan seorang anak yang dikasihi oleh orangtuanya. Ia dekat dengan orangtuanya tetapi ia begitu hormat dan berhati-hati, jangan sampai ia melukai orangtuanya dengan melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh orangtuanya. Itulah Roh Takut akan Allah di hadapan Allah. Roh Takut akan Allah adalah roh kasih pada Allah, maka boleh juga diganti Roh Takut akan Allah dalam kacamata kita Roh Kasih pada Allah. Maka siapa yang rela jauh dari pribadi yang dikasihinya, siapa yang tega mengecewakan pribadi yang dikasihinya. Kalau mengasihi Allah dengan segenap hati, budi, dan energi pasti kita berusaha menjauhkan diri dari yang jahat dan menghindari diri dari dosa. Orang yang takut akan Allah tak takut iblis, orang yang takut akan Allah ditakuti iblis, orang yang takut akan Allah akan terus digoda oleh iblis, karena iblis benci. Maka orang yang takut akan Allah ditakuti oleh iblis. Kita ingat dulu ada film yang disebut dengan ghost buster maka orang yang takut akan Allah itu saya sebut evil buster, jadi pembasmi iblis. Maka orang yang takut akan Allah itu membasmi iblis, mengusir iblis, membuat iblis ketakutan, ketar ketir. Kasih pada Allah membuat kita menyadari kehadiran yang kudus dalam hidup dan mendorong kita untuk selalu hadir di hadiratNya. Jangan sampai sesaatpun kita terpisah pada Allah. Orang  yang takut akan Allah atau kasih pada Allah akan menjadikan hidupnya sebagai Injil seperti Yohanes, murid terkasih, tulisan kisah kasih dengan Allah. Roh Takut akan Allah membuat kita makin menaruh hormat dan bakti pada Allah dengan melakukan apa yang berkenan padaNya dan hidup dalam pertobatan. Roh Takut akan Allah menjadikan kita murid yang terkasih yang selalu bersandar pada Yesus.

Friday, May 29, 2020

29 Mei 2020 Jumat Paskah VII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Jumat Paskah VII 29 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 25:13-21
Mazmur Tanggapan Mzm 103:1-2.11-12.19-20ab
Bacaan Injil Yoh 21:15-19

Saudara saudari yang terkasih,
Paus Fransiskus menulis anjuran Apostolik Gaudete et Exultate, bersukacitalah dan bergembiralah, panggilan kepada kekudusan di jaman now tanggal 19 Maret 2018, Hari Raya Santo Yosef. Bersama Maria, Yosef menjadi teladan bagi Yesus bagaimana berdoa, beriman dan bertindak sesuai kehendak Allah. Bapa Suci mengajak kita menjadi kudus dalam kehidupan sehari-hari karena setiap orang dipanggil hidup kudus tak bercacat di hadapanNya. Ada banyak orang kudus, bukan hanya Santo Santa, tetapi juga orang-orang di sekitar yang memberi teladan kesalehan. Saya mengutip dari dokumen Gaudete et Exultate no 8, “Saya senang melihat kekudusan yang ada dalam kesabaran umat Allah, dalam diri orangtua yang membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang yang sangat besar, dalam diri laki-laki dan perempuan yang bekerja keras untuk menafkahi keluarga mereka, dalam diri mereka yang sakit, dalam diri kaum religius lanjut usia yang tetap tersenyum. Mereka mencerminkan kehadiran Allah. Kekudusan dikaitkan dengan kehidupan yang mencerminkan kehadiran Allah.

Saudara saudari yang terkasih,
dalam Injil hari ini kita mendengar bagaimana Yesus menyerahkan gerejaNya hanya kepada orang-orang saleh, orang-orang kudus, yang ciri mutlaknya adalah mencintai Yesus. Ia bertanya kepada Petrus, “Apakah engkau mencintai Aku lebih daripada mereka ini?” Dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris tidak kelihatan, kata cinta sama, tetapi sebetulnya ada perbedaan, dalam bahasa Yunani kata yang digunakan ‘cinta’ di sini adalah kata ‘agape’, cinta agapaō, artinya Yesus bertanya, “apakah engkau mencintai Aku hingga berani mati demi Aku dengan cinta agapaō itu?” Petrus kaget, gelagapan, karena sebelumnya telah menyangkal Yesus tiga kali. Bagaimana mungkin ia mencintai Yesus, mengakui saja malu. Bagaimana mungkin ia bisa mengabdi Yesus, mengikuti saja tidak setia. Bagaimana mungkin ia berani mati demi Yesus, membela saja takut. Ia berpikir dalam hati demikian. Akhirnya dalam kelemahannya, Petrus menjawab, “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mencintaiMu lebih daripada mereka”. Di sini Petrus menggunakan kata cinta lain bukan agape tapi filia, ia mengatakan phileō, aku mencintai Engkau sebagai sahabat, artinya aku mencintai Engkau sebagai sahabat, aku tidak berani mati untuk Engkau. Yesus tahu bahwa Petrus mengasihiNya sebagai teman, tetapi telah menyangkalNya karena tak berani mati sebagai gembala, hingga Yesus memahaminya cukup mencintainya sebagai teman, φιλο me, Yesus bertanya untuk kedua kalinya αγαπας me, cinta agapaō, jawaban Petrus sama dengan filia. Akhirnya Yesus pada pertanyaan ketiga menurunkan standar cinta dengan mengganti kata agape dengan filia, φιλεις me. “Petrus, apakah engkau mencintai Aku sungguh sebagai sahabat, tidak usah berani mati”. Disitulah Petrus sedih, karena Yesus menurunkan standar cintaNya. Ia sedih, ia berkata, “Tuhan, sungguh aku mencintai Engkau hanya sebatas sebagai sahabat”. Yesus berkata, “gembalakanlah domba-domba!”
Nanti, kelak, Roh Kudus akan mengubah Petrus dari memiliki cinta filia, sebagai sahabat, menjadi seorang yang memiliki cinta agape kepada Yesus, sehingga rela mati. Maka pada saat diminta berhenti mengajar tentang Yesus yang bangkit, Petrus dan Yohanes di hadapan Mahkamah Agama bersaksi, “kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia”, di dalam Kisah Para Rasul 5:29. Saat itu Petrus sudah berani mati demi Yesus, ia sudah memiliki cinta agape. Roh Kudus mengubah Petrus, meningkatkan cintanya, dari cinta filia menjadi cinta agape. Hanya orang saleh yang mencintai Allah pantas menggembalakan domba-dombaNya. Yesus berpesan, gembalakanlah domba-domba.

Saudara saudari yang terkasih,
Roh Kesalehan, Karunia Roh Kesalehan membuat kita mencintai Allah sebagai pencipta dan mengasihi sesama sebagai saudara yang diciptakan Allah. Roh Kekudusan menyadarkan kita sebagai anak-anak Allah yang dikasihi oleh Bapa untuk selalu datang kepadaNya dan memanggilNya Abba ya Bapa (Roma 8:15). Roh ini menyadarkan kita akan hubungan kasih dengan Allah melalui Yesus Kristus, akan ‘hubungan darah’ dengan Allah dan seluruh ciptaan, karena manusia diciptakan sama, satu derajat dari satu Allah yang sama. Roh ini menyadarkan kita akan kekudusan Allah dan mendorong kita untuk ambil bagian dalam kekudusan Allah. Hingga kita menyukai hal-hal rohani yang tampak dalam kebiasaan  dan kegembiraan berdoa secara rutin dan sebisa mungkin, bagai orang bertemu dengan soulmate, belahan jiwa, belahan hati, pribadi yang dicintai dan mencintainya. Ada kerinduan bertemu dengan Allah dalam doa, devosi, adorasi dan Ekaristi. Maka karunia Roh Kesalehan menggerakkan kita untuk beribadat dan  menyukai hal-hal rohani, karenanya disebut juga Roh Ibadat. Kedekatan dengan Allah ini makin membuat kita beraroma Allah, yang penuh belas kasih dan murah hati. Orang saleh tak perlu diingatkan jam doa, tak perlu disuruh membaca Kitab Suci, atau diajak ikut Ekaristi. Ia akan mencari kesempatan bahkan menyisihkan waktu yang terbaik untuk memiliki saat dan kesempatan bersua dengan Allah. Orang saleh tak usah diminta membantu sesama, disuruh berbuat amal atau diundang berulang kali. Ia akan mencari cara bagaimana menghadirkan Allah yang murah hati dan penuh belas kasih. Santo Santa disebut kudus bukan hanya karena mereka menjadi bayangan Yesus, dimana Yesus ada, di sana mereka ada, tetapi sungguh menjadi cermin kekudusan Yesus, cermin Yesus, bukan hanya bayangan gelap, tapi cermin bayangan yang berwarna, yang sungguh menggambarkan Yesus, menjadi alter Kristus. ‘Orang-orang kudus menjadi soulmate’, belahan jiwa, belahan hati Yesus yang sehati sejiwa dengan Yesus menghadirkan Kerajaan Allah memancarkan kasihNya.

Marilah kita menjadi teladan kekudusan dengan menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan berbakti kepada Allah, selalu punya waktu berdoa, punya hati pada sesama dan punya nyali untuk berkorban pada Yesus karena kasihnya pada Yesus. Di situlah kita bisa menjadi cermin Yesus, di situlah kita boleh mengaku sebagai soulmate, belahan hati, belahan jiwa Yesus. Itulah orang kudus, orang saleh.

Thursday, May 28, 2020

28 Mei 2020 Kamis Paskah VII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Kamis Paskah VII 28 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 22:30;23:6-11
Mazmur Tanggapan Mzm 16:1-2a.5.7-8.9-10.11
Bacaan Injil Yoh 17:20-26

Saudara saudari yang terkasih,
ada filsuf Inggris bernama Francis Bacon pada abad 17, dia dikenal dengan pernyataan “Knowledge is Power”, pengetahuan adalah kekuasaan. Orang yang tahu biasanya percaya diri karena merasa menguasai keadaan, berada di atas angin saat berhadapan dengan orang lain. Orang yang tidak tahu sesuatu yang dibutuhkan, yang relevan, cenderung minder, menyingkir bahkan menyembunyikan diri. Orang yang tahu sesuatu atau seseorang, bisa karena mempelajari atau mengalaminya. Apakah kita tahu Allah Tritunggal Mahakudus, rencana kehendakNya dan kasihNya? Roh Pengenalan akan Allah membuat kita mampu mengetahuiNya. Yohanes Pembaptis pernah berkata, “di tengah-tengahku ada Dia yang tidak kamu kenal”. Melalui Karunia Pengenalan, Roh Kudus menunjukkan pada kita, siapakah Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus, hingga kita kenal. Dalam perikop Pengadilan Terakhir, Matius 25:31-46, ketika Yesus menyamakan diri, hadir dalam orang-orang yang paling hina: yang telanjang, yang dipenjara, yang sakit, yang lapar, yang haus. Yesus menyebut mereka yang mengenaliNya dalam diri orang yang paling hina sebagai orang yang diberkati Bapa, sedangkan mereka yang tidak mengenaliNya disebut sebagai orang yang terkutuk. Yesus berdoa dalam Injil hari ini kepada BapaNya untuk mereka yang tahu dan percaya kepada Yesus dalam relasi dengan Bapa. Kesatuan Bapa dan Putra serta kesatuan mereka dengan Bapa dan Putra yang diutus Bapa, menunjukkan kasih Bapa kepada mereka, sama seperti Bapa mengasihi Putra. Bapa mengangkat para murid menjadi anak-anak terkasih, seperti Bapa mengasihi Putra. Kenyataan ini dikomunikasikan Yesus dalam doaNya agar diketahui, dikenal oleh para murid untuk diwartakan, seperti Yesus katakan hari ini, “agar dunia tahu  bahwa Engkau yang telah mengutus Aku, bahwa Engkau mengasihi mereka dan sama seperti Engkau mengasihi Aku”. Yesus memohon kepada BapaNya agar para murid tahu dan percaya bahwa Yesus adalah Putra Allah yang diutus Bapa sehingga mereka selalu ada bersama dengan Yesus. Sayangnya dunia tidak mengenal Bapa hingga tidak percaya. Kalau dunia tidak tahu Bapa, bagaimana mereka bisa percaya, bisa mengasihi Bapa? Maka kata pepatah, “tak kenal tak sayang”. Dilanjutkan “tak sayang tak mungkin terbayang-bayang”. Itulah maka sebagaimana kita menghadiri suatu pertemuan, ketika kita tidak kenal seseorang dan tidak ada yang mengenalkan, orang tidak tahu siapakah kita, maka kita butuh orang yang kenal untuk mengenalkan supaya ada komunikasi.

Saudara saudari yang terkasih,
Karunia Roh Pengetahuan memampukan kita melihat Allah dalam seluruh ciptaan dan semua kejadian serta meyakinkan kita bahwa semua ciptaan tersebut adalah ketiadaan tanpa Allah. Sebagaimana semesta itu awalnya kacau tanpa Allah, chaos, berubah menjadi teratur, menjadi kosmos, setelah Roh Allah memberkati. Roh Pengenalan akan Allah ini membuat kita tahu, siapakah pencipta kita, Sang Khalik dan bagaimana rencana kasihNya kepada manusia.
Roh Pengenalan ini memampukan kita mengetahui dan mengakui, bahwa sungguh agunglah karya penciptaan Allah dan lebih agung lagi karya penebusanNya melalui Yesus Kristus yang kita doakan dalam Malam Paskah. Dengan karunia ini kita tergerak untuk memuji Allah karena penciptaan dan penebusanNya, hingga kita hanya menghendaki Allah-lah yang berkuasa di dalam diri kita dan bagaimana mewujudkan kehendakNya di dalam hidup kita. Pengenalan akan Allah seharusnya diwartakan dan dihidupi setiap hari, sehingga menjadi sifat karakter kita atau malah tatalaku kebiasaan kita. Roh Pengenalan ini membuat kita mau dan mampu mengetahui siapakah Allah, makin mencintai Allah yang mengasihi kita lebih dahulu dan melaksanakan kehendak Allah. Orang yang mengenal Allah akan makin percaya diri, makin PD sebagai anak Tuhan dan makin PD sebagai murid Yesus, hingga hidupnya berani dan penuh sukacita. Di balik pengetahuan yang baik, kenal betul, ada hubungan pribadi yang dekat.

Marilah kita belajar, entah dari pengetahuan buku atau pendengaran atau pengalaman hidup atau dari kedua-duanya untuk makin mengenal Allah serta memperdalam kebenaran iman dan melaksanakannya dalam hidup sehari-hari. Makin kenal Allah makin sayang pada Allah. Makin sayang pada Allah, makin terbayang-bayang pada Allah hingga kita menjadi bayangan, makin mirip dengan Allah. Maka Yesus dalam Injil hari ini, “ya Bapa, Aku mau supaya di mana Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku”. Saya membayangkan jalan-jalan, ada selalu yang bersama-sama dengan kita, yaitu bayangan kita. Bayangan kita selalu ada pada kita, demikianlah Yesus menghendaki kita menjadi bayanganNya. Sebagaimana bayangan, kalau orangnya besar, besar, orangnya kecil, kecil, orangnya tinggi, tinggi bayangannya, orangnya pendek, pendek. Bayangan itu sama dengan aslinya, tergantung dari perspektif mana. Demikianlah kita diminta juga untuk menjadi bayangan, di mana kita menghadirkan Allah. Yesus ada di sana, demikianlah itu harapanNya, “di mana Aku berada, di sana muridKu, mereka yang percaya kepadaKu ada juga bersama-sama dengan Aku”. Maka kita makin mirip dengan Allah yang dikenal dan yang kita bayangkan.
Mari kita berdoa pada Roh Kudus, agar Roh Pengenalan akan Allah ini sungguh tumbuh dalam diri kita, “Roh Kudus ajarlah dan bimbinglah kami untuk mengenali Bapa dan Putra dalam karya penciptaan semesta alam serta karya penebusan umat manusia, hingga kami hanya menggunakan barang sekular untuk kepentingan sakral, tidak terbuai pada kemegahan duniawi tetapi terpincut pada kemuliaan Surgawi.

Wednesday, May 27, 2020

27 Mei 2020 Rabu Paskah VII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Rabu Paskah VII 27 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 20:28-38
Mazmur Tanggapan Mzm 68:29-30.33-35a.35b.36c
Bacaan Injil Yoh 17:11b-19

Saudara saudari yang terkasih,
Roh Keperkasaan atau Roh Kekuatan adalah Karunia yang membuat kita teguh mempertahankan iman, kekudusan gereja dan kemuliaan Allah Tritunggal, dari berbagai godaan dunia sekular dan ancaman kekuatan iblis.
Pada abad ketiga, ketika gereja masih dalam jaman penganiayaan, misa masih diadakan di Katekombe, di kuburan-kuburan bawah tanah. Pada suatu hari, Tarsisius seorang muda berusia 12 tahun, remaja, senang sekali karena boleh ikut misa bersama dengan Ibunya. Pada waktu itu ada banyak orang Kristen dipenjara, karena imannya dan hendak dilempar ke kandang singa menjadi martir. Sebelum mati, mereka ingin menyambut komuni. Seusai misa, Pastor yang merayakan Ekaristi mengatakan bahwa ia hendak mengantar komuni kepada umat di penjara, tetapi umat melarangnya karena takut Pastor ditangkap dan siapa nanti yang merayakan misa. Akhirnya ada seorang serdadu Romawi yang sudah bertobat, yang ada di situ menawarkan diri. Tapi ia juga dilarang karena sedang dicari-cari. Waktu itu Tarsisius menawarkan diri untuk mengantar, tetapi ia ditolak karena ia masih kecil. Tapi rupanya Tarsisius meyakinkan mereka bahwa Sakramen Mahakudus di tangannya akan dijaga sekuat tenaga. Akhirnya ia diijinkan, sayang dalam perjalanan ke penjara, ia bertemu dengan sekelompok anak remaja yang tidak percaya kepada Tuhan, lalu ia memaksa Tarsisius yang menggenggam sesuatu untuk diperlihatkan kepada anak-anak itu. Tapi Tarsisius mempertahankan Sakramen Mahakudus itu dan tetap menggenggamnya, sehingga tidak dapat direbut dari tangannya. Akhirnya Tarsisius dilempari batu, dirajam, hingga ia terjatuh, waktu terjatuh seorang di antara mereka mengambil batu agak besar, lalu ia berkata, “mana yang lebih kuat, batu ini atau genggaman tanganmu?” Dilemparkanlah batu itu ke kepalanya hingga Tarsisius tak sadarkan diri, tapi genggaman tangannya makin kuat. Pada saat itu datanglah serdadu yang sudah bertobat tadi rupanya dan mengusir anak-anak itu, mengangkat Tarsisius. Tarsisius yang tak sadarkan diri, mulai sadar dan ia berkata, “Sakramen Mahakudus, Tubuh Kristus masih ada di tanganku”. Ia segera dibawa ke Katekombe dan dalam perjalanan ia mati. Itulah Roh Kekuatan yang meneguhkan Santo Tarsisius yang masih muda.

Saudara saudari yang terkasih,
Yesus memohon Roh Kekuatan kepada Bapa untuk murid-muridNya. “Aku tidak meminta agar Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat”. Yesus tidak menghendaki mereka dibebaskan dari rintangan dan ancaman, tetapi diberi kekuatan untuk menghadapi dan melampauinya, hingga mereka tidak jatuh ke dalam dunia dan menjadi sama dengan dunia yang sekular. Memisahkan orang dari godaan dan menghindarkan orang dari tantangan adalah jalan yang mudah untuk membuat orang selamat, tetapi belum tentu membuat orang itu makin tahan terhadap godaan, makin matang dalam hidup dan makin kuat menghadapi keganasan dunia, hingga berhasil di dalam hidupnya. Firman Allah adalah kebenaran yang menjadi pijakan, yang menjadi kekuatan untuk menghadapi dunia, hingga mereka pun manjadi kudus, yaitu terpisah dari dunia, hidup sakral yang berbeda dengan hidup sekular. Roh Kekuatan dimintakan Yesus kepada Bapa untuk murid-muridNya agar mereka mampu meneruskan karya Yesus.
Dalam bacaan pertama, Paulus meneguhkan umatnya agar menjaga diri, melindungi diri kuat karena ancaman iblis, serigala-serigala ganas terus mengintainya. Paulus meneguhkan kita juga untuk kuat, untuk perkasa dalam iman, sebagaimana ia sendiri telah memberi teladan untuk hidup sesuai dengan karunia Roh Keperkasaan.

Saudara saudari yang terkasih,
Roh Keperkasaan memampukan kita untuk teguh dan tangguh dalam melakukan kebajikan dan menghindari kejahatan. Roh ini menguatkan kita untuk mewujudkan kasih kita kepada Allah dengan resiko apapun, termasuk hilangnya kenyamanan, keamanan bahkan kehidupan sendiri. Karunia Roh Hikmat, Pengertian dan Nasehat memampukan kita mengenal rencana kasih Allah dan kehendakNya. Karunia Keperkasaan membuat kita pantang mundur, mampu melaksanakan kehendakNya, walaupun kita masih memiliki kelemahan. Roh ini tampak dalam keberanian para martir, seperti Santo Tarsisius yang masih berusia remaja 12 tahun, kegigihan para misionaris, kesetiaan suami istri, perjuangan kedua orangtua atau single parent dalam membesarkan anak-anak sesuai dengan nilai-nilai Injil, perjuangan orang sakit dan miskin untuk tetap bersandar pada Tuhan, pengabdian Imam, Biarawan-Biarawati serta kegigihan umat untuk hidup suci sebagai ungkapan menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Yesus.
Paulus menulis dalam Roma 8:31.35.39 “… Jika Allah ada di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya atau pedang? tidak akan ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah”.

Roh Keperkasaan membuat kita menjadi pribadi pantang menyerah, setia sampai mati pada janji iman dan komitmen hidup, panggilan, karya dan penebusan. Dengan Roh ini kita selalu mengalami apa yang disebut dengan di-tune up, disegarkan dan ditegarkan. Bagaikan mesin kendaraan, agar memperoleh performa maksimal dan keadaan yang optimal, demikianlah kita di-tune up, disegarkan dan ditegarkan oleh Roh Keperkasaan agar dapat melakukan apa yang kita renungkan dua hari yang lalu, fine tuning, dan live tuning kemarin, sehingga kita sungguh-sungguh dapat hidup perkasa, kuat dalam iman sesuai dengan kehendak Allah, seperti apa yang Allah pikirkan, hingga kita tabah mewujudkan perutusan pembaptisan dan berani memilih yang baik dan benar, sebagai perwujudan iman.

Tuesday, May 26, 2020

26 Mei 2020 Peringatan Wajib St. Filipus Neri


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Peringatan Wajib St. Filipus Neri 26 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 20:17-27
Mazmur Tanggapan Mzm 68:10-11.20-21
Bacaan Injil Yoh 17:1-11a

Saudara saudari yang terkasih,
ada orang bertanya dan saat dijawab dengan nasehat untuk hidup lebih baik, ia tidak berubah. Ia mengajukan pertanyaan informatif atau bahkan defensif bukan transformatif, pertanyaan untuk mencari informasi bahkan untuk membela diri, bukan untuk berbenah diri. Orang mau tahu pendapat orang bijaksana, tetapi tidak mau berubah. Itulah orang yang bertanya kepada Yesus, “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup kekal?” Waktu  diberi nasehat oleh Yesus, “juallah segala milikmu dan ikutilah Aku!” Ia kecewa dan pergi dengan sedih, karena jawabanNya tidak sesuai dengan harapan. Rupanya ia bertanya bukan untuk mendengarkan nasehat agar bertobat, tetapi untuk membenarkan diri.

Santo Santa selalu mendengarkan nasehat Tuhan dan hidup sesuai dengan jalan Tuhan. Santo Filipus Neri yang kita peringati hari ini, dikenal dengan nasehat-nasehat transformatif hingga banyak orang datang kepadanya, termasuk para Kardinal, mengaku dosa kepadanya dan mendengarkan nasehat dan bimbingannya, pada abad ke 16 di Roma.
Pada suatu hari ada seorang Ibu datang kepadanya, dan ia kenal betul. Ia sebetulnya bisa mengetahui rahasia orang, mendapat mukjizat itu, Roh Pengetahuan, Karunia Pengetahuan. Waktu datang, ia berkata kepada Ibu itu,
“Bu, maukah menolong saya?”
Mendengar kata-kata itu, Ibu itu senang sekali, karena bisa membantu Filipus Neri. Lalu ia berkata,
“tolong belikan ayam di pasar. Nanti setelah ayam itu dipotong di pasar, bawa pulang ayam itu, dalam perjalanan pulang, tolong lepaskanlah bulunya satu per satu di jalan, sehingga ketika sampai ke tempat ini, ke pastoran ini, ayam itu sudah tanpa bulu”
Lalu ia dengan senang hati pergi. Lalu ia membeli dan mencabut, sampailah Ibu itu membawa ayam yang sudah botak, yang sudah tanpa bulu, yang siap dibumbui, siap dimasak.
Lalu Filipus Neri berkata,
“sekarang Ibu kembali lagi ke jalan tadi, ambillah bulu-bulu yang sudah dicopotkan itu dan tempelkan kembali kepada ayam itu”.
Ibu itu berkata,
“Pastor, tidak mungkin, bulu-bulu yang sudah beterbangan ke sana ke mari, saya cabuti dan kumpulkan kembali”.
Lalu Filipus Neri karena tahu Ibu itu suka gosip, suka menjelekkan orang lain, ia berkata, “demikianlah Bu, apa yang Ibu katakan dalam gosip, apa yang ibu katakan kejelekan orang lain, sudah menyebar ke sana ke mari oleh orang-orang yang Ibu ceritakan, dan tidak mungkin dikumpulkan kembali”.
Saudara saudari yang terkasih,
Yesus berdoa kepada Bapa tentang dan untuk murid-muridNya. Ia bersyukur karena para murid mendengarkan nasihatNya. Mereka sudah mengalami fine tuning kemarin, menyamakan gelombang, sehingga mudah untuk melakukan live tuning, menyamakan gelombang hidupnya. Sehingga hidupnya itu sama dengan hidup yang dilakukan oleh Yesus. “Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu dan mereka telah menuruti firmanMu”. Yesus mendengarkan firman Allah dan menyampaikannya kepada para murid yang juga menerimanya. Maka para murid sekarang itu tahu, apa yang Yesus kehendaki dan Bapa maui dan menuruti apa yang Yesus maui.

Paulus selalu mengikuti nasihat Roh Kudus, ia mengungkapkannya dengan istilah “sebagai tawaran Roh”, tanpa protes, tanpa banyak tanya. Kemanapun Roh Kudus menasehati, diapun segera pergi, “… aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan diriku di Yerusalem selain daripada apa yang dinyatakan oleh Roh Kudus, dinasehatkan oleh Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku”. Walau beresiko hilang nyawa, ia ingin menyelesaikan apa yang dinasehatkan Tuhan, karena yakin jalan Tuhanlah yang akan menyelamatkan.

Saudara saudari yang terkasih,
kalau kecewa kadang kita protes kepada Tuhan, “mengapa begini dan begitu, seharusnya kan Engkau begini dan begitu kepadaku”. Kita tak sadar memberi nasehat kepada Tuhan, seolah Ia itu tidak Maha Tahu. Ia adalah penasehat ulung seperti yang ditulis oleh Yesaya (40:13-14) “Siapakah yang dapat mengatur Roh Tuhan atau memberi petunjuk kepadaNya sebagai penasehat? Kepada siapa Tuhan meminta nasehat untuk mendapat pengertian, dan siapa yang mengajar Tuhan untuk menjalankan keadilan, atau siapa yang mengajar Dia pengetahuan dan memberi Dia petunjuk supaya Ia bertindak dengan  pengertian?” Manusialah seharusnya meminta nasehat pada Tuhan, Karunia Roh Nasehat membuat kita mau dan mampu dipimpin Allah menapaki jalan keselamatan. Roh ini membimbing kita dalam hal-hal praktis agar kita tidak tersesat, membuat kita mau dan mampu mengikuti petunjuk Tuhan yang Maha Tahu, jalan mana yang terbaik bagi kita untuk selamat dan bahagia. Itulah live tunning, hidup pada jalan Allah. Di hadapan Allah kita diajak untuk tidak sok tahu, tetapi selalu mempunyai telinga yang siap mendengarkan, hati yang siap menerima, budi yang siap mencerna dan mulut yang siap berkata, “aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu”. Sikap itu akan menjadi kebiasaan untuk selalu fokus kepada Allah, sehingga dengan hati-hati kita bertindak sesuai dengan nasehatNya. Kalau biasa mendengarkan nasehat Tuhan, lama kelamaan kita mengerti jalan mana yang paling baik, jalan Tuhan mana yang harus dipilih. Intuisi pastoral dan spiritual tumbuh, nurani moral dan sosial berkembang, hingga kita bertindak dengan cepat dan tepat, sesuai dengan kehendakk Allah. Tanpa doa nang-ning-nung, tenang-hening-renung, memberi kesempatan Tuhan berbicara, dan mencari kesempatan untuk membaca Kitab Suci, bagaimana mungkin kita mendengarkan nasehatNya untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat. Hingga apa yang kita rindukan : hidup penuh sukacita dalam Tuhan dapat kita alami kini dan nanti.





Monday, May 25, 2020

25 Mei 2020 Senin Paskah VII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Senin Paskah VII 25 Mei 2020
Kapel Santa Maria Bunda Yesus
Wisma Keuskupan Bandung


Bacaan I Kis 19:1-8
Mazmur Tanggapan Mzm 68:2-3.4-5ac.6-7ab
Bacaan Injil Yoh 16:29-33

Saudara saudari yang terkasih,
ada pepatah, “dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa tahu”, yang berarti bahwa lebih sulit menebak hati dan budi atau mengetahui perasaan dan pikiran seseorang daripada mengetahui dan mengukur kedalaman laut.

Ada suatu anekdot, seorang yang belum pernah naik pesawat, diminta oleh anaknya, lama, mengunjungi ke Belanda. Tidak mau, tapi akhirnya mau juga. Ia pergi seorang diri. Ia naik pesawat dan dia kaget ternyata pesawat tempat duduknya enak dan ia duduk. Ia duduk di business class, walau tiketnya ekonomi. Lalu pemilik tempat duduk datang dan berkata,
“mohon maaf, tempat duduknya nomor berapa?”
Ia berkata,
“wah, bapak ini siapa?”
“Saya penumpang”.
“Ya… sama-sama penumpang, cari sendiri!”
Akhirnya tidak mau ribut, datang pramugari, minta juga dia pindah. Tapi lalu tanya,
“ibu ini siapa?”
“Ya… saya pramugari”.
“Apa itu pramugari?”
“Ya… pelayan di sini”.
“Ya pelayan, urus sendiri, beres-beres sana! Tidak usah ngatur-ngatur penumpang!”
Akhirnya datang pilot. Pilot bertanya,
“Pak, mohon maaf, pindah pak! Ini tiketnya tidak sama!”
Tanya,
“Bapak ini siapa?”
“Pilot”.
“Apa pilot?”
“Ya… supir”.
“Ya supir, urus sendiri kendaraan, nggak usah ngatur-ngatur penumpang!”
Susah, diberitahu tidak nyambung, dinasihati dengan berbagai cara tidak bisa. Akhirnya datang seorang penumpang lain, berbisik-bisik, akhirnya ia mau pindah. Ia berkemas mengambili barang-barangnya. Ia malah berterimakasih,
“bilang dari tadi, untung ada Bapak, kalau tidak saya tidak bisa ketemu anak saya”.
Lalu penumpang lain dan pramugari tanya,
“Pak, apa rahasianya? Kok dibisiki langsung … “
“Saya hanya bilang, Bapak mau ke mana? ‘Saya mau ke Amsterdam’ Oh kalau ke Amsterdam di belakang Pak, yang bagian depan ini, turunnya di Bangkok, Pak! Langsung dia pergi”.

Saudara saudari yang terkasih,
kadang-kadang kita susah untuk mengerti. Di balik hati dan budi manusia yang sulit dipahami, ada yang lebih sulit, yaitu misteri. Sesuatu yang hanya dapat dipahami melalui iman, yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman. Misteri adalah sesuatu yang belum jelas, bahkan tidak dapat diketahui secara penuh. Misteri iman adalah kisah kasih Allah pada manusia melalui Yesus Kristus. Dalam setiap misa ada anamnese, salah satu contohnya misalnya anamnese 5. Imam menyatakan, “Agunglah misteri iman kita”, dan umat menjawab, “Tuhan, Engkau telah wafat. Tuhan sekarang Kau hidup. Engkau Sang Juruselamat, datanglah ya Yesus Tuhan”. Bagaimana kita dapat memahami misteri iman tersebut? Syukur kepada Allah, kita dianugerahi Roh Pengertian untuk memahami kedalaman misteri iman dan mempercayainya.
Roh Pengertian membuat kita mampu hidup sesuai dengan ajaran dan pengakuan iman. Melalui karunia ini Allah menerangi budi kita hingga kita mampu memahami dan mempercayai dengan hati tulus. Bersama dengan Karunia Hikmat, Roh Pengertian mengantar kita untuk apa yang disebut fine tuning, menyamakan gelombang, antara gelombang kita dengan gelombang Allah, hingga kita memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah. Seperti radio, kalau kita ingin mencari gelombang tertentu dan mendengar dengan enak, kita harus pas, kalau masih bunyi kresek kresek kresek, bunyi brisik, belum pas. Sampai kita menemukan sesuatu yang pas, barulah kita bisa mendengar dengan baik, barulah kita bisa mendengar dengan enak sehingga komunikasipun bisa berjalan. Fine tuning. Proses pemuridan adalah fine tuning menyamakan gelombang murid-murid dengan gelombang Yesus sendiri.

Saudara saudari yang terkasih,
para murid merasa heran bahwa mereka tiba-tiba mengerti secara gamblang, apa yang dikatakan Yesus. Padahal Yesus juga biasa berbicara melalui perumpamaan untuk mempermudah. Walaupun diambil dari kisah hidup sehari-hari, tetapi mereka masih sulit dan tidak mengerti. Tetapi dalam Injil hari ini kita mendengar mereka mengerti betul hingga mereka berseru, “Lihat sekarang Engkau berkata-kata terus terang dan tidak memakai kiasan”. Mereka tidak protes, tidak minta penjelasan lebih, mereka tidak bertanya lagi. Rupanya mereka sudah mengalami fine tuning, gelombang mereka sudah sama. Maka mereka berkata, “Karena itu kami percaya, bahwa Engkau datang dari Allah”. Para murid sudah mulai satu gelombang dengan Yesus. Pikiran manusiawinya telah melebur, bersatu dengan rencana dan kehendak Ilahi bahwa Yesus adalah Putra Allah. Itulah karya Roh Pengertian, yang dayanya sudah dialami oleh para rasul.

Saudara saudari yang terkasih,
agar hidup sesuai dengan kehendak Allah, Daud berdoa, “buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang tauratMu, aku hendak memeliharanya dengan segenap hati”, Mazmur 119:34. Untuk dapat memahami Kitab Suci dan menyiapkan homili, Imam memohon karunia Roh Pengertian. Untuk mampu mendengarkan serta mengerti Sabda Allah dan pewartaannya melalui kotbah, kita juga memohon Roh Pengertian. Roh ini membimbing dan memahami khasanah iman dan ajaran gereja. Maka bagus, sebelum mendengarkan kotbah, renungan, perngertian, membaca Kitab Suci, mintalah karunia Roh Pengertian. Dengan mengerti misteri iman, kekayaan pengetahuan dan keagungan pengalaman Tradisi Gereja kita makin mensyukuri anugerah Sakramen-Sakramen dan memahami kehendak Allah kepada kita. Dengan anugerah Roh Pengertian, kita bersukacita, karena dapat melihat Tuhan melalui keindahan ciptaan dan keagungan misteri kejadian sehari-hari. Hidup insani sungguh dipahami sebagai penyelenggaraan dan pantulan Ilahi.
Mari kita berdoa kepada Roh Kudus, “Roh Pengertian, terangilah budi kami agar mampu memahami misteri Ilahi, agar mampu menyamakan gelombangku dengan gelombang Allah sendiri”.













Sunday, May 24, 2020

24 Mei 2020 Minggu Paskah VII


Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Misa Minggu Paskah VII 24 Mei 2020
Gereja Santo Petrus Katedral Bandung


Bacaan I Kis 1:12-14
Mazmur Tanggapan Mzm 27:1.4.7-8a
Bacaan II 1Ptr 4:13-16
Bacaan Injil Yoh 17:1-11a

Saudara saudari yang terkasih,
ada cerita dua orang sakit di satu ruangan. Kedua-duanya berbaring tidak dapat bangun, kecuali yang satu, yang tidur dekat jendela, sehari boleh dua kali selama satu jam untuk duduk. Dan yang di pinggir jendela itu selalu bercerita keindahan yang ada di luar rumah sakit: danau, ada burung, ada hewan-hewan hutan, ada keasrian, ada keceriaan. Dan temannya yang berbaring di seberangnya, yang hanya ada tembok, ia menikmati cerita itu dan ikut bersemangat, walaupun sakit. Pada suatu hari, orang yang berbaring di dekat jendela meninggal. Lalu temannya ini minta pindah untuk berbaring di samping jendela, karena ingin menikmati apa yang diceritakan oleh temannya yang sudah meninggal tadi. Lalu ia belum boleh duduk, tapi karena ingin melihat keindahan, ia berusaha untuk melihat ke jendela dan ia kaget, ternyata yang dilihat bukan apa yang diceritakan, bukan alam tapi hanya tembok kosong. Lalu ia memanggil perawat dan protes kepada perawat ia mengatakan,
“apakah saya salah? Kenapa saya hanya melihat tembok kosong, sementara teman saya yang sudah meninggal itu menceritakan ada keindahan”.
Perawat itu menjawab,
“barangkali dengan bercerita yang indah, ia ingin memberimu semangat hidup, sekalipun mungkin hatinya merintih, karena ia sebenarnya adalah buta, tidak dapat melihat. Tetapi dengan kisahnya, ia ingin memberi semangat kepada kamu, supaya kamu punya semangat sembuh, punya semangat hidup”.
Mendengar itu ia kemudian diam dan bersyukur, karena masih bisa melihat tembok. Baik orang yang tidak bisa melihat, bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan, sedangkan ia yang bisa melihat kurang bersyukur. Iapun ingin membuat tembok biasa sebagai kisah luar biasa yang bisa membangun dan memberi semangat kepada sesamanya.

Saudara saudari yang terkasih,
pada bagian awal pesan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke 54 yang berjudul “Hidup Menjadi Cerita. Supaya Engkau Dapat Menceritakan Kepada Anak Cucumu”. Sri Paus Fransiskus mengajak kita membuat dan menyebarkan cerita yang membangun, bukan menghancurkan. Cerita yang membantu menemukan kembali akar dan kekuatan untuk bergerak maju bersama. Di tengah-tengah hiruk pikuk suara dan pesan yang membingungkan, kita butuh cerita manusiawi yang bicara tentang diri sendiri dan segala keindahan di sekitarnya, cerita yang mampu memandang dunia dan peristiwa dengan penuh kelembutan.

Saudara saudari yang terkasih,
Yesus berkomunikasi dengan BapaNya, ia berbicara soal dunia dan murid-muridNya. Dalam doaNya, Yesus membuat sebuah kisah kasih, bagaimana Bapa mempermuliakan Putra dan Putra mempermuliakan Bapa melalui karya keselamatan sesuai dengan kehendak Bapa. Yesus menceritakan kasih ini dalam doaNya dengan mengkomunikasikan, siapakah Bapa dan siapakah diriNya Yesus Putra Allah yang sebenarnya, dan bagaimana Bapa dan Putera mengasihi manusia. DoaNya menjadi sebuah cerita dari hati ke hati kepada BapaNya. Cerita tulus ini mengungkapkan relasi dan komunikasi yang dekat dan akrab, hingga tak ada salah paham, tak terjadi salah pengertian. Karena komunikasi terus menerus dengan BapaNya, Ia tidak pernah kehilangan arah dalam menjalankan hidupNya, yaitu menghadirkan Kerajaan Allah. Karena hubunganNya yang erat dengan Allah, Ia tahu betul mana godaan iblis dan mana kehendak Allah yang sesungguhnya. Ia tetap setia kepada Bapa dan seia sekata denganNya. HidupNya telah menjadi kisah kasih keselamatan manusia.

Saudara saudari yang terkasih,
setiap hari kita mendengar cerita atau bahkan menceritakan sesuatu atau membuat cerita sendiri. Cerita apa yg paling banyak kita ciptakan, kita dengar dan kita sebarkan? Saat kita menulis sms, membuat WA, menulis email atau hal-hal lain di medsos, kata-kata atau kalimat apa yang paling pertama kita buat? Dan mana yang paling sering kita tulis? Apakah kata-kata kasih, pujian, syukur, hormat, maaf, peneguhan? Ataukah tuduhan, hujatan, kecurigaan, kekecewaan dan kebencian? Sri Paus Fransiskus mengingatkan kita, bahwa ada banyak cerita yang berisi ujaran kebencian, yang dibuat dan disebarkan iblis untuk mengacaukan manusia, untuk mengganggu damai sejahtera manusia. Kita diajak untuk membuat, mendengarkan dan menyebarluaskan kisah kasih Allah kepada manusia dan cinta manusia kepada Allah serta relasi saling mengasihi manusia satu sama lain yang dengan jelas dapat kita baca dalam Kitab Suci sebagai cerita segala cerita.
Semoga tangan kita menulis, handphone kita hanya merekap dan media sosial kita hanya mencatat love speech, kata-kata kasih yang meneguhkan, yang memberi semangat hidup dan membawa damai sejahtera, bukan hate speech yang memicu kemarahan, yang membuat ketidaknyamanan dan memicu kebencian. Yesus adalah Kabar Baik. Ia adalah Injil sejati. Ia adalah kisah kasih Allah kepada manusia, karena lewat hidupNya belas kasih Allah diceritakan dengan sempurna.
Marilah kita menjadikan hidup kita ini kisah kasih kepada Allah dan kepada sesama, hingga cerita hidup kita berujung dengan happy ending, akhir yang membahagiakan.

Seorang filsuf berkebangsaan Kanada, Charles Taylor berkata, life is an unfolding story, hidup adalah sebuah buku cerita yang kita buka setiap hari. Kita sudah tahu endingnya, kita sudah membuat buku itu, buku itu kita tulis sendiri. Maka untuk membuat kisah yang sesuai, buatlah buku itu happy ending, akhir mana yang membahagiakan yang hendak kita tulis dan itulah setiap hari yang kita buka. Maka untuk dapat membuat hidup kita sebagai kisah kasih, mari kita selalu belajar bercerita dengan Allah yang adalah kasih melalui doa kita. Paus Fransiskus menulis, bercerita kepada Tuhan berarti masuk ke dalam tatapan cintaNya yang penuh belas kasih kepada kita dan kepada orang lain. Makin intens doa kita, berkomunikasi dengan Allah, kita makin mampu menjadikan hidup kita sebuah kisah kasih. Mari kita tulis hidup kita, mari kita rencanakan akhir dari cerita buku kisah kasih kita, di mana kita bukan hanya loudspeaker, tetapi loud love speaker, suara yang mengisahkan kasih Allah dengan lebih kuat lagi kepada sesama dan kepada siapapun, sehingga sungguh hidup kita menjadi cerita kasih.



5 Juli 2020 Minggu Pekan Biasa XIV

Homili Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC Misa Hari Minggu Biasa XIV 5 Juli 2020 Gereja Santo Petrus Katedral Bandung video :  Min...